Kata Rifaiyah diambil dari lafadz akhir nama seorang Kiai di Jawa Tengah yang bernama KH. Ahmad Rifa’i. Banyak orang mafhum bahwa KH. Ahmad Rifa’i pendakwah ulung, penulis produktif, dan meninggalkan banyak murid yang kemudian menyebar menjadi cikal bakal terbentuknya Jam’iyah Rifaiyah. Kemudian kalau disebut sebagai jamaah Rifaiyah yang dimaksud adalah santri, pengikut, murid KH. Ahmad Rifai. Dan kalau disebut sebagai Jam’iyah Rifaiyah cenderung merujuk kepada organisasi kemasyarakatan yang bernama Rifa’iyah.
Kita harus sadar bahwa Rifaiyah dan ormas-ormas lain mempunyai latar belakang berbeda. Sebelum ada organisasi rifaiyah telah menjadi jamaah. Jamaah ini adalah kesatuan perasaan dan nasib karena mereka adalah sesama murid yang mempertahankan ajaran-ajaran gurunya. Dan mereka secara alami telah melakukan kegiatan-kegiatan agama, pendidikan, sosial dan kebudayaan. Berbeda dengan Muhammadiyah yang ceplok lahir ke dunia dengan jabang bayi organisasi, kemudian menyusul bergabungnya orang-orang menjadi jamaahnya.
Rifaiyah sebagai organisasi lahir jauh sepeninggal guru besarnya KH. Ahmad Rifai. Kalau NU, Muhammadiyah dilahirkan dan dibentuk oleh ‘tokoh hulunya’ yang bernama KH. Hasyim Asyari dan KH. Ahmad Dahlan. Sedangkan Rifaiyah dilahirkan oleh muridnya santri KH. Ahmad Rifai, atau para penulis biasa menyebut sebagai ‘murid angkatan ke tiga.’nya KH. Ahmad Rifa’i. Dapat dimengerti bahwa Rifaiyah NU dan MD lahir karena kebutuhan manajemen kebersamaan dalam mengelola kebutuhan lahir batin manusia. Rifaiyah lahir juga sebagai bentuk persatuan untuk menghadapi klaim-klaim salah dari orang lain. Jamaah Rifaiyah butuh legalitas, butuh rumah organisasi Rifaiyah agar ia bisa bernaung tak diterpa angin yang tak bersahabat.
Surat Keputusan Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah Nomor: 12 tahun 1981 tentang pelarangan pengamalan santri alim adil, nama lain dari jamaah Rifaiyah merupakan salah satu angin yang tak bersahabat itu. Tak hanya SK Kejaksaan Tinggi itu yang menjadi keresahan bersama warga Rifaiyah, tetapi persepsi dan penulisan salah tentang KH. Ahmad Rifai dalam serat cebolek, juga klaim yang terjadi di masyarakat, misalnya ungkapan-ungkapan “mbudiyah yen mati dadi celeng,” (orang Rifaiyah kalau meninggal dunia akan berubah menjadi babi.) “nduwur kudung ngisor warung” (kepalanya dibalut kerudung, tetapi kelaminnya dijual belikan layaknya warung). terus anggapan Rifaiyah bukan bagian dari Islam sempat membuat gerah warga Rifaiyah. Pendiskreditan warga Rifaiyah ini juga sempat memantik konflik antar golongan, diantaranya terjadi di Meduri Tirto, Paesan Kedungwuni, Demak, Wonosobo.
Sering juga beberapa ulama mengklaim Rifaiyah Tarajumah sebagai gerakan sempalan, aliran sesat, kelompok yang perlu mendapatkan pembinaan dll. Menghadapi fitnah itu jamaah Rifaiyah mengonfirmasinya diantaranya melalui Seminar Nasional yang diselenggarakan di Balai Kajian Sejarah Yogyakarta, dan Festival Istiqlal 1991 di Masjid Istiqlal Jakarta.
Yayasan Rifaiyah
Asbabul wurud kelahiran organisasi Rifaiyah berawal dari kegelisahan seorang pengikut juga sekaligus Kiai Rifaiyah di Pekalongan yang bernama Kiai Ahmad Nasihun Bin Abu Hasan. Suatu ketika Kiai Nasihun gelisah memikirkan ketiga anak didiknya yang beliau sebar ke tiga Pondok Pesantren. Pada bulan syawal, masa liburan pondok ketiga anak didik Kiai Kharismatik ini didudukkan bersama oleh sang Kiai. Kiai menanyakan perihal hukum rokok. Ketiganya menjawab dengan jawaban berbeda: Mubah, Haram dan makruh. Dengan perbedaan jawaban itu membuat pelopor penerbitan kitab tarajumah dengan mesin cetak ini gelisah. Ikhtilaf kalau tidak dikelola akan menjadi khilafiah. Perbedaan tanpa dimanajemen akan membuat perpecahan. Perbedaan akan berpotensi menjadi: walau seakan badan kita dekat, tapi hati kita berpecah belah (tahsabuhum jamian wa qulubuhum syatta).
Muncullah ide membuat syarikat, semacam yayasan yang bisa menyatukan potensi beragam masyarakat Rifaiyah. Ide itu digulirkan Kiai Ahmad Nasihun kepada sahabatnya sekaligus muridnya Kiai Hambali Tanahbaya Randudongkal Pemalang. Kiai Hambali merangkul teman seperjuangannya yang lebih tinggi mengenyam pendidikan formal, Kiai Tjarbin sekaligus diamanati untuk menjadi ketua Yayasan. Kemudian dibentuklah Yayasan Pendidikan Islam Rifaiyah pada 7 Mei 1965 M/ 7 Muharram 1384 H. Tahun sekitar 1965 dalam sejarah nasional dikenal sebagai tahun ‘geger PKI’ jadi kemungkinan berdirinya Yayasan bagian dari respon menghadapi penyusupan nilai-nilai komunisme. Hal ini perlu dilacak.
Seminar Nasional Pembaharuan Islam Abad XIX Gerakan KH. Ahmad Rifai: Kesinambungan dan Perubahannya
Tahun 1990 Dr. Kuntowijoyo mengulas tentang Serat Cebolek di Jurnal Ulumul Qur’an dengan tulisan berjudul “Serat Cebolek dan Mitos Tentang Pembangkangan Islam”. Kita tahu bahwa serat Cebolek adalah karya sejarah yang membohongi setiap pembacanya karena kepentingan kekuasaan. Serat Cebolek yang ditulis oleh Raden Pandji Djajasoebrata camat Magetan yang sedang berada di Semarang pada 1892. Serat Cebolek ini merujuk kepada naskah induknya milik Raden Adipati Pandji Soerdjakusuma, pensiunan bupati Semarang. Serat Cebolek berisi cerita perdebatan KH. Ahmad Rifai dengan Haji Pinang. Dalam perdebatan tentang fikih islam, diantaranya tentang jumatan KH. Ahmad Rifai mengalami kekalahan fatal bahkan digambarkan dalam serat fitnah ini sebagai “ayam jago licik yang tak berharga”.
Pemuatan tulisan Kuntowijoyo sempat meresahkan santri-santri tarajumah. Sehingga beberapa warga Rifaiyah mengirimkan tulisan konfirmasi ke Jurnal Ulumul Quran (UQ) yang waktu itu UQ dipimpin oleh Dawam Rahardjo. Menanggapi geliat warga Rifaiyah, jurnal Ulumul Quran yang diwakili oleh Saefuddin Simon bersama Masyarakat Sejarawan Indonesia Yogyakarta, Balai Kajian Sejarah mengajak warga Rifaiyah untuk menggagasSeminar Nasional Pembaharuan Islam Abad XIX Gerakan KH. Ahmad Rifai: Kesinambungan dan Perubahannya. Seminar nasional merupakan jendela bagi kajian KH. Ahmad Rifai dan Rifaiyah dilihat dan diteliti oleh insan akademik. Walaupun pra seminar beberapa sarjana juga sudah membuat karya tulis tentang KH. Ahmad Rifai dan Rifaiyah, seperti Sejarawan sekaligus Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Adabi Darban, dll. Seminar Nasional juga mengusulkan agar segera mungkin warga Rifaiyah membentuk organisasi kemasyarakatan. Maka sebenarnya tak bisa diingkari motivator berdirinya Ormas Rifaiyah adalah para pakar Muhammadiyah juga. Karena pemakalah pada Seminar Nasional ada beberapa yang dari Muhammadiyah, walaupun mereka tidak menampakkah identitas golongannya sama sekali. Mereka semua berbicara atas nama ilmuwan.
Organisasi Rifaiyah
Tindak lanjut dari Seminar Nasional, pada bulan desember 1991 dibentuklah organisasi kemasyarakatan Rifaiyah menggantikan Yayasan Pendidikan Islam Rifaiyah. Diantara deklarator berdirinya Organisasi Rifaiyah adalah KH. Ahmad Syadzirin Alm, KH. Mukhlisin Muzarie, dan siapa lagi ya….agaknya kopi ini kudu di sruput lagi…sruuuuup….
Bersambung……………
Sumber: Kliping-kliping Susunan KH. Ahmad Syadzirin Amin dari 1981 – 1991 dan Tanbihun Online
0 Kommentare on Sejarah Berdirinya Rifaiyah dan Cikal Bakalnya :
Silahkan berkomentar yang baik dan Jangan Spam !