Makalah Hibah | Fikih Muamalah -
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Pada dasarnya pengertian hibah
menurut bahasa hampir sama dengan pengertian sedekah, hadiah dan athiyah,
adapun perbedaannya adalah sebagai berikut:
a. Jika pemberian
kepada orang lain dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan
diberikan kepada orang yang sangat membutuhkan tanpa mengharapkan pengganti
pemberian tersebut dinamakan “sedekah”
b. Jika pemberian
tersebut dimaksudkan untuk mengagungkan atau karena rasa cinta dinamakan
“hadiah”
c. Jika diberikan
tanpa maksud yang ada pada sedekah dinamakan “hibah”
d. Jika hibah
tersebut diberikan seseorang kepada orang lain saat ia sakit menjelang
kematiannya dinamakan “athiyah”
Untuk itu penulis memfokuskan pembahasan dalam makalah
dengan masalah hibah saja walaupun sebenarnya hibah mencakup hadiah dan sedekah
sebab keduanya sama saja hanya berbeda dalam masalah maksudnya saja.
PEMBAHASAN
A. Arti Dan
Landasan Hibah
- Pengertian hibah
Dalam
Al-Qur’anul Karim terdapat firman Allah dalam Q.S. Ali Imran ayat 38:
tA$s% Éb>u‘ ó=yd ’Í< `ÏB šRà$©! ZpƒÍh‘èŒ ºpt7Íh‹sÛ ( š¨RÎ) ßì‹Ïÿxœ Ïä!$tã‘$!$# ÇÌÑÈ
Zakariya berkata: "Ya Tuhanku,
berilah Aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha
Pendengar doa".
Dan menurut terminology syari’at
Islam:
عَقْدٌ
يُقِيْدُ التَّمْلِيْكَ بِلاَ عَوْضٍ حَالَ اَكْيَاةِ تَطَوُّعًا
Artinya:
Akad yang menjadikan kepemilikan
tanpa adanya pengganti ketika masih hidup dan dilakukan secara sukarela.
Menurut ulama hanabilah :
تَمْلِيْكُ جَائِزٍ التَّصَرُّفِ مَالًا مَحْلُوْمًا اَوْ
مَجْهُوْلاً تَعَدَّرَ عِلْمِهِ مَوْجُوْدًا مَقْدُوْرًا عَلَى تَسْلِيْمِهِ غَيْرَ
وَاجِبٍ فِى الْحَيَاةِ بِلاَ عَوْضٍ بِمَا يُعَدَّ هِبَّةٌ عُرْفًا مِنْ لَفْظِ هِبَّةٍ
وَتَمْلِيْكٍ وَ نَحْوِهَا
Artinya:
Memberikan kepemilikan atas
barang yang dapat ditasharuf-kan berupa
harta yang jelas atau tidak jelas karena adanya uzur untuk mengetahuinya,
berwujud, dapat diserahkan tanpa adanya
kewajiban, ketika masih hidup, tanpa adanya pengganti yang dapat dikategorikan sebagai hibah menurut
adat dengan hafazh atau tamlik (menjadikan milik.
- Landasan hibah
1) Al-Qur’an
’tA#uäur
tA$yJø9$#
4’n?tã
¾ÏmÎm6ãm
“ÍrsŒ
4†n1öà)ø9$#
4’yJ»tGuŠø9$#ur
tûüÅ3»|¡yJø9$#ur
tûøó$#ur
È@‹Î6¡¡9$#
Dan memberikan
harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
musafir (yang memerlukan pertolongan)
2) As-Sunnah
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ وَ عَبْدُ الله بْنِ عُمَرَ وَ عَائِشَةِ
ر.ع. قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص.م. تَهَادُوا تَجَابُوْا
Artinya:
Dari Abu Hurairah, Abdullah Ibn
Umar, dan Siti Aisyah r.a bahwa
Rasulullah saw bersabda, saling memberi hadiahlah kamu semua (maka) kamu akan
saling mencintai.
B. Rukun Hibah
Menurut
Ulama Hanafiyah rukun Hibah Ijab dan Qabul. Dalam Khitab “Al-Mabsuth rukun
hibah adalah Ijab and Qabul dan Qadhu (pemegang dan penerima).
Menurut
Jumhur Ulama rukun Hibah ada empat:
1. Wahib
(pemberi)
2. Mauhub Lah
(penerima)
3. Mauhub
(barang yang dihibahkan)
4. Shighat
(Ijab dan Qabul)
C. Syarat Hibah
Hibah
menghendaki adanya penghibah, orang yang diberi
hibah dan sesuatu yang dihibahkan:
1. Syarat-syarat
penghibah
-
Penghibah memiliki apa yang dihibahkan
-
Penghibah bukan orang yang dibatasi haknya karena suatu alasan
-
Penghibah itu orang dewasa, berakal dan rasyid
-
Tanpa ada unsure paksaan
2. Syarat-syarat
bagi orang yang diberi hibah
-
Berhak memiliki dan benar-benar ada di waktu di beri hibah
-
Memegang hibah atas seizin Wahib
3. Syarat-syarat
barang yang dihibahkan
-
Harus ada waktu hibah
-
Berupa harta yang kuat dan
bermanfaat
-
Milik sendiri
-
Dapat dimiliki dzatnya
-
Tidak berhubungan dengan tempat lain/terpisah
D. Hukum
(ketetapan) Hibah
- Hukum hibah
Dasar
dari ketetapan hibah adalah tetapnya barang yang dihibahkan bagi mauhubnya (penerima
hibah) tanpa adanya pengganti
- Sifat hukum Hibah
Ulama
Hanafiyah berpendapat bahwa sifat kepemilikan pada hibah adalah tidak lazim.
Dengan demikian, dapat dibatalkan oleh pemberi.
Akan
tetapi, dihukumi makruh sebab perbuatan itu terkesan termasuk menghina si
pemberi hibah. Selain itu, yang diberi hibah harus ridha.
Ulama
Malikiyah berpendapat bahwa barang yang telah diberikan, jika sudah dipegang
tidak boleh dikembalikan, kecuali pemberian orang tua kepada anaknya yang masih
kecil, jika belum bercampur dengan hak orang lain.
Ulama
Hanabilah dan Syafi’iyah berpendapat bahwa hibah tidak dapat dikembalikan
kecuali pemberian orang tua kepada anaknya.
اَلْعَائِدِ
فِى هِبَّتِهِ كَاالْعَائِدِ فِى قَيْئِهِ
Artinya:
Orang yang meminta kembali
hibahnya seperti orang yang mengembalikan muntahnya.
E. Pemberian
pada anak menjelang meninggal (Athiyah)
Ulama
sepakat bahwa bagi orang tua disunahkan menyamakan pemberian kepada
anak-anaknya. Hukumnya makruh melebihkan pemberian kepada salah satu anak saja.
Jumhur ulama berpendapat:
Bahwa
persamaan yang dimaksud adalah menyamakan pemberian antara anak laki-laki dan
perempuan
Ulama Hanabilah dan Muhammad dari
golongan Hanafiyah berpendapat:
Bahwa
persamaan pemberian orang tua kepada anaknya berdasarkan ketetapan waris,
dengan demikian seorang anak laki-laki mendapat dua bagian anak peremuan.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hibah
adalah memberikan zat dengan tidak ada tukarannya dan tidak ada karenanya.
Landasan
hibah Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 177, surat An-Nisa ayat 4, dan As-sunnah.
Rukun hibah:
1. Wahib
2. Mauhub lah
3. Mauhub
4. Ijab dan
Qabul
Syarat Hibah
- Penghibah
- Barang yang dihibahkan
- Penerima Hibah
B. Saran
Dari
penulisan makalah ini mungkin terdapat banyak kesalahan yang tidak disengaja
ataupun disengaja, untuk itu kami mohon kritik dan sarannya untuk perbaikan
kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Sabiq, Sayyid. Drs. Mudzakir, 1988, Bandung
Rasjid. H. Sulaiman. Fiqih Islam. CV. Sinar Baru.
Bandung. 1954
Syafe’I, Rahmat. Fiqih Muamalat. Bandung. Pustaka
Setia. 2004
0 Kommentare on Makalah Hibah ( Fikih Muamalah ) :
Silahkan berkomentar yang baik dan Jangan Spam !