JAKARTA. Abad ke-19 jaya-jayanya pemerintahan kolonial Belanda di persada bumi tercinta Indonesia. Tokoh-tokoh pergerakan mulai tumbuh melawan Belanda karena sadar atas penindasannya yang memelaratkan bangsa Indonesia. Lewat dakwah agama khususnya Islam di Pulau Jawa, aksi terhadap pemerintah Belanda dilancarkan pemimpin-pemimpin agama. Rakyat diperbodoh dan diperbudak lebih rendah dari seekor herder orang-orang Belanda ketika itu.Tokoh-tokoh yang terkenal seperti Imam Bonjol, Diponegoro, Setot Alibasyah, Kiyai Mojo dsb dibuang ke berbagai daerah terpencil oleh Belanda. Di antaranya adalah Syaikh KH. Ahmad Rifa’i seorang ulama Islam turut dibuang mula-mula ke Maluku Utara (Ternate) kemudian ke Sulawesi Utara yakni ke daerah Tondano yang kini tempat pemakamannya terkenal dengan Kampung Jawa, karena penduduk yang berasal dari Jawa sekarang sudah ada sekitar 5000 jiwa di sana. Keturunan KH. Ahmad Rifa’i di Tondano bermarga Rifa’i di antara kini ada yang aktif sebagai pejabat di pemerintahan daerah tingkat I Sulut.
Bermukim di Mekkah
Mustofa Syarif yang melacaknya secara khusus, menelusuri asal muasal KH. Ahmad Rifa’i mulai dari Pekalongan desa Kedungwuni yang terkenal dengan Kecamatan Batang Jawa Tengah hingga semasa pembuangannya ke Maluku Utara (Ternate) hingga ke Tondano (Kampung Jawa) Sulawesi Utara. Hasilnya diperoleh makamnya di Kampung Jawa Tondano Sulut, yang kemudian beliau kawin dan anak beranak di sana dengan marga Rifa’i.
Menurut Mustofa dalam suratnya yang ditujukan kepada H. Rahmatullah di Paesan timur Kedungwuni Pekalongan Jateng menerangkan KH. Ahmad Rifa’i pernah bermukim di Mekkah selama 20 tahun bersama KH. Nawawi dari Banten dan KH. Cholil dari Bangkalan Madura. Ketika Beliau kembali di Indonesia beliau berdomisili di Batang Jateng 20 km dari Pekalongan tepatnya di sebuah masjid Bupati Batang (alun-alun). Di masjid inilah KH. Ahmad Rifa’i berjuang untuk mengakhiri penjajah Belanda di tanah air dengan jalan menulis ayat-ayat Al-Quran dengan tangan dan menerjemahkannya ke dalam bahasa Jawa serta tujuan-tujuan/ penjelasan-penjelasannya. Ketika itu masih terlalu banyak penduduk di Jawa yang kurang fasih berbahasa Indonesia seperti sekarang ini. Tulisan ayat-ayat Al-Quran berbahasa Arab dan telah diterjemahkan ke bahasa Jawa itu disebarluaskan kepada penduduk pribumi sekaligus menerangkan kejahatan penjajah Kolonial Belanda.
Direstui Deprtemen Agama
Seorang cucu KH. Ahmad Rifa’I bernama Mbah H. Bajuri bin Abdul Muthalib pada tahun 1960 menerangkan tentang riwayat perjuangan kakeknya dalam mengusir penajajah. Dalam usia 100 tahun tepatnya 1974, cucunya tersebut juga meninggal dunia, namun KH. Rahmatullah dan tokoh-tokoh alim ulama Pekalongan mengetahui sejarah KH. Ahmad Rifa’i. Menyangkut tulisan tangan Al-Quran dan terjemahannya ke dalam Bahasa Jawa telah mendapat restu dari KH. Moelyadi Martosoedarmo sebagai Direktur Pendidikan Agama tahun 1968. Para ulama Pekalongan mengharapkan uluran tangan pemerintah terhadap KH. Ahmad Rifa’i memberi penghargaan atas perjuangannya sebagai perintis kemerdekaan RI (HSNS).
Surat Kabar NASIONAL Edisi Desember 1990
Oleh: H. Ahmad Syadzirin Amin
0 Kommentare on Sejarah Singkat KH. Ahmad Rifa’i | Pendiri Rifaiyah :
Silahkan berkomentar yang baik dan Jangan Spam !