Makalah Fitrah Manusia dalam Pendidikan Islam | Makalah IPI
Pendahuluan
Manusia merupakan makhluk yang istimewa. Hal ini dikarenakan manusia dikaruniai akal sebagai keistimewaan dibandingkan makhluk lainnya. Manusia merupakan makhluk mulia dari segenap makhluk yang ada di alam raya ini. Allah telah membekali manusia dengan berbegai keutamaan sebagai siri khas yang membedakan denngan makhluk yang lain. Untuk mengetahui komponen yang ada dalam manusia, hal ini bisa dilihat pengertian manusia dari tinjauan al qur’an.
Keistimewaan manusia juga dikarenakan manusia memiliki potensi yang dikenal dengan istilahfitrah. Banyak persepsi mengenai makna fitrah. Sehingga kadang melenceng dari konsep fitrah yang sesuai dengan yang dimaksudkan dalam al Qurr’an dan hadis nabi. Selain itu bagaimana fitrah manusia dikaitkan dengan konsep pendidkan islam.
A. Manusia dan Fitrahnya
1) Keistimewaan Manusia
Manusia disitilahkan dalam al qur’an dalam tiga hal, yaitu al-basyir, al- insan, dan an-nas.[1]
Al-basyar dapat dipahami bahwa manusia merupakan makhluk biologis yang memiliki sagala sifat kemanusiaan dan keterbatasan, seperti makan, minum, seks, kebahagiaan, dan lainnya. Adapun kataal-insan dapat diartikan harmonis, lemah lembut, tampak , atau pelupa. Secara istilah al-insanberarti adanya totalitas manusia sebagai makhluk jasmani dan ruhani. Harmonisasi kedua aspek tersebut mengantarkan manusia sebagai mahluk Allah yang unik dan istimewa. Hal ini akan terintegrasi dalam iman dan amalnya.
An-Nas menunjukkan pada eksistenti manusia sebagai makhluk social secara keseluruhan Allah telah menciptakan manusia dalam bentuk struktur yang sempurna. Hal ini bisa dilihat dari ciptaan Allah yang lainnya. Penciptaan selain manusia hanya terdiri dari struktur jasmani (fisiologi) saja. Kalaupun ada stuktur rohani seperti yang terdapat pada hewan dan tumbuhan, tetapi tidak dikarunia akal sebagai sentral aktivitas manusia. Manusia memiliki kedua struktur tersebut, jasmani dan rohani. Dengan kedua struktur tersebut, maka manusia memiliki kesempatan untuk mengembangkan kemampuan tersebut. Dalam dunia psikologi disebut dengan potensialitas atau disposisi atau prepotence reflexes.[2]
Al Qur’an menegaskan bahwa manusia mempunyai karakteristik yang unik. Atribut pertama yang dimiliki oleh manusia adalah manusia dilengkapi fitrah yang di miliki oleh manusia. Manusia tidak memiliki dosa waris turun-temurun karna pengusiran Adam dari surga. Manusia di berikan amanat sebagai khalifah di muka bumi. Manusia khalifah Allah tidak dibenarkan menyatakan kebenaran absolute yang bersifat lahiriah. Manusia harus tunduk pada perintah Allah dan tidak di benarkan menggantian yang selain itu yang bertentangan dengan perintah Allah tersebut. Apabila manusia bertentangan dengan hal tersebut
2) Fitrah Manusia
Dalam pandangan Islam kemampuan dasar dan keunggulan manusia dibandingkan dengan makhluk lainnya atau pembawaan disebut dengan fitrah, yang berasal dari kata فطر yang dalam pengertian etimologi mengandung etimologi kejadian. Kata tersebut berasal dari kata الفا طر yang berarti pecahan atau belahan. Secara umum pemaknaan fitrah dalam al Qur’an dapat dikelompokkan setidaknya dalam empat makna:
- Proses penciptaan langi dan bumi
- Proses penciptaan manusia
- Pengaturan alam semesta dan isinya secara serasi dan seimbang
- Pemaknaan pada agama Allah sebagai acuan dasa dan pedoman bagi manusia dalam menjalankan tugas dan fungsinya.[3]
Apabila makna fitrah dirujuk pada manusia maka makna fitrah memiliki berbagai pengertian. Seperti dalam surat Ar-Rum ayat 30, yang bermakna bahwa fitrah manusia yaitu potensi manusia untuk beragama atau bertauhid kepada Allah. Bahkan iman bawaan telah diberikan kepada manusia semenjak lahir.
óOÏ%r’sù y7ygô_ur ÈûïÏe$#Ï9 $ZÿÏZym 4 |NtôÜÏù «!$# ÓÉL©9$# tsÜsù }¨$¨Z9$# $pkön=tæ 4 w @Ïö7s? È,ù=yÜÏ9 «!$# 4 Ï9ºs ÚúïÏe$!$# ÞOÍhs)ø9$# ÆÅ3»s9ur usYò2r& Ĩ$¨Z9$# w tbqßJn=ôèt ÇÌÉÈ
Artinya:
Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
Selain itu juga terdapat dalam sabda nabi saw, yaitu yang artinya
“Tiap-tiap anak dilahirkan di atas fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan Yahudi, Nasrani, Majusi.”
Makna fitrah harus mencakup tentang manusia yang membutuhkan interaksi terhadap lingkungannya. Hal ini dikarenakan tugas pokok manusia sebagai khalifah di muka bumi ini. Hal ini dikarenakan, dalam pelaksanaan kekhalifahannya, manusia senantiasa memerlukan interaksi denga orang lain atau makhluk lainnya. Untuk itu, menurut Hasan Langgulung fitrah berarti, potensi-potensi yang dimiliki manusia. Potensi-potensi tersebut meruakan keterpaduan yang tersimpul dalam al asma’ul al husnah (sifat-sifat Allah).
Tentu saja potensi manusia yang tersimpan dalam sifat Allah tidak sempurna. Tetapi memiliki keterbatasan yang dimilikinya. Sehingga manusia selalu membutuhkan bantuan dan pertolong dari Tuhannya dalam upaya pemenuhan semua kebutuhannya. Keadaan ini menyadarkan manusia akan keterbatasannya dan ke-Mahakuasa-an Allah. Potensi yang telah diberikan Allah kepada manusia menjadikan manusia berfirir dan mampu mengemban amanat yang dibebankan oleh Allah kepadanya.
Dari kedua dalil diatas yang memuat kata fitrah, maka fitrah dapat diambil pengertian sebagai berikut.
- Fitrah Allah maksudnya ciptaan Allah. Manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. Kalau ada manusia tidak beragama tauhid, maka hal itu tidaklah wajar. Mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh lingkungan.
- Fitrah yang berarti potensi. Potensi, mengacu kepada dua hal, yang baik dan buruk. Sehingga perlu dikembangkan, diarahkan, dan dididik. Disinilah fungsi pendidikan yaitu agar potensi manusia bisa terahkan dan berkembang dengan baik.
- Fitrah yang mengandung kecenderungan yang yang netral[4]. Dengan demikian, manusia harus melakukan usaha pendidikan aspek eksternal.
B. Hubugan Fitrah Dengan Ruh
Kata ruh digunakan dalam al Qur’an untuk mengartikan rahmad (belas kasihan) atau al Qur’an, malaikat, khususnya malaikat Jibril atau nabi Isa atau hakikat rohani yang bersatu dengan badan.[5]Dalam al Qur’an kata ruh tidak dipergunakan untuk arti rohani atau jiwa (soul atau pribadi).
Kata nafs mempunyai beberapa makna yang berbeda dalam al Qur’an, seperti dalam QS. Al An’am: 93
èps3Í´¯»n=yJø9$#ur (#þqäÜÅ$t/ óOÎgÏ÷r& (#þqã_Ì÷zr& ãNà6|¡àÿRr& ( t
Para Malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): “Keluarkanlah nyawamu”
Kata Nà6|¡àÿRr& (ditafsirkan dengan kata jiwamu atau nyawamu. Secara eksplinsit, al Qur’an telah menjelaskan bahwa manusia tergantung kepada jiwanya yang ada pada badan. Dengan demikian ruhmerupakan salah satu penciptaan Allah yang mempunyai kualitas unggul, namun adanya tidak lebih dari satu.
Manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi. Pada sisi lain, pemenuhan kebutuhan biologis tidak menempatkan diri pada keterpisahannya pada ruh. Dalam pemenuhan kebutuhan, manusia tidak boleh bersebrangan antara keinginan lahiriah dengan fitrahnya.
Abstraknya aspek ruhaniyah membuktikan adanya Zat Yang maha Agung yang telah menciptakannya sehingga manusia tidak mampu meralisasikannya. Untuk melihat esensi ruhani pada diri manusia, beberapa ulama mencoba memahaami dan mendefinisikan roh sesuai dengan pandangan masing-masing.
Imam al-Ghazali membagi ke dalam 2 bentuk:
- al-Ruh yaitu daya manusia untuk mengenali dirinya sendiri mengenla Tuhannya dan mencapai ilmu pengetahuan sehingga dapat menentukan manusia berkepribadian, berakhlak mulia serta mmenjadi motivator sekaligus penggerak bagi manusia dalam melaksanakan perintah Allah SWT.
- Al-Nafs (jiwa) yang berarti panas alami yang mengalir pada pembuluh-pembuluh nadi, otot-otot dan syaraf manusia. Al-nafs dalam konteks ini diistilahkan dengan jiwa yang membedakan manusia dengan benda mati tetapi tidak membedakannya dengan makhluk lainnya sseperti hewan dan tumbuhan. Yang membedakannya yaitu tingkat esensinya.
Ibnu Sina membagi al-nafs pada tiga bagian:[6]
a) Jiwa vegatatif yang memiliki 3 daya yaitu daya makan, daya tumbuh dan daya berkembang biak.
b) Al-Nafs al-Hayawwiyat yang memiliki 2 daya yaitu daya gerak dan daya menyerap atau menangkap. Daya menangkap dari luar menggunakan panca indra sedaneksgakan daya menangkap dari dalam menggunakan indra-indra dari dalam yaitu indra bersama yang berfungsi menangkap segala apa yang di terima panca indra, indr hayal, indra imajinasi, dan indra pemelihara.
c) Al-Nafs Al Insaniyat memiliki dua macam daya yaitu daya praktis yang berhubungan dengan jasmani manusia dan daya teoritis yang berhubngan dengan hal-hal yang abstrak.
Hal ini dapat di ambil kesimpulan al-nafs adalah daya yang membarikan kesempurnaan pada tubuh organic untuk beraktifitas. Jiwa merupakan penggerak namun ia tidak berfungsi bila tidak ada jasmani.
Meskipun sifatnya abstrak nanum eksisensinya merupakan motor penggerak. Dalam konteks ini, al Farabi membedakan ilmu pengetahuan sebagai hasil ilmu pengetahuan, sebagai hasil dari keseluruhan kekuatan tersebut diatas. Yaitu kekuatan menerima ilmu pengetahuan dari ruh al quds, dan juga mencari ilmu pengetahuan, baik secara teoritis maupun praktis dan sekaligusikut mewarnai seluruh aktivitas serta kepribadian manusia. Untuk itu, Al Farabi membagi kekuatan mausia pada lima tahapan, yaitu:
1) Kekuatan indera vegetative
2) Melalui kekuatan tersebut, emudian muncul pulla kekuatan penginderaan lainnya, seperti mendengar, melihat, merasa bahagia, dan lainnya.
3) Kekuatan daya khayal yang mampu mengabungkan dan memilah kesan-kesan inderawi kepada berbagai konsep abstrak lainnya.
4) Kekuatan daya berkehendak (iradah) sebagai penstimulasi yang mampu merespon munculnya berbagai bentuk aktivitas manusia.
5) Kekuatan daya berfikir, yaitu kekuatan untk manusia mampu memahami berbagai pengertian dan membedakan yang benar dan yang salah, serata mampu menguasai berbagai seni dan ilmu pengetahuan lainnya. Kekuata daya ini mampu memahami dan menyelami berbagai fenomena baik yang dilukiskan oleh kekuatan daya inderawi eksternal maupun internal.
Dengan demikian dapat dipahami, bahwa baik atau buruknya sikap dan kepribadian manusia, bukan ditentukan oleh aspek jasmaniyah akan tetapi lebih banyak ditentukan dalam aspek rohaniah. Namun demikian, meskipun aspek jasmaniah tidak menetukan dimensi personalitas manusia, namun eksistensinya sangat diperlukan oleh aspek rohaniah bagi pendukung teraplikasikannya seluruh potensi rohaninya dalam bentuk yang lebih konkrit.
C. Komponen Psikologi Dalam Fitrah
Fitrah merupakan kondisi jiwa yang suci, bersih yang reseptif terbuka kepada pengaruh eksternal termasuk pendidikan. Kemampuan untuk mengadakan reaksi atau response terhadap pengaruh dari luar tidak terdapat di dalam fitrah pendapat ini di kemukakan oleh ahli sunnah wal jamaah.
Fitrah adalah factor kemampuan dasar perkembangan manusia yang dibawa sejak lahir dan berpusat pada potensi dasar untuk berkembang. Potensi dasar tersebut sacara menyeluruh (integral) yang menggerakkan seluruh aspek-aspeknya secara mekanistik yang mana satu sama lain saling mempengaruhi menuju kearah tujuan tertentu.
Aspek-aspek fitrah merupakan komponen dasar bersifat dinamis, responsive terhadap pengaruh linkungan sekitar, termasuk pengaruh pendidikan. Komponen- komponen dasar tersebut meliputi :
- Bakat, merupakan suatu kemampuan pembawaan yang potensial mengacu kepada perkembangan kemampuan akademis (ilmiah) dan keahlian (profesionla) dalam berbagai bidang kehidupan. Bakat ini berpangkal pada kemampuan kopmisi (daya cipta), konasi (kehendak), dan emosi yang disebut dengan tri kotomi (tiga kekuatan kemampuan rohani manusia). Masing-masing kekuatan rohani berperan.
- Insting (ghorizah), adalah kemampuan berbuat atau bertingkah tanpa melalui proses belajar. Kemampuan insting tersebut merupakan pembawaan sejak lahir juga. Dalam psikologi pendidikan kemampuan ini termasuk kapabilitas yaitu kemampuan berbuat sesuatu dengan melalui proses belajar. Jenis-jenis tingkah laku manusia :
- melarikan diri karena perasaan takut
- menolak Karena jijik
- ingin tahu karena takjub sesuatu
- melawan karena kemarahan
- menonjolkan diri karena adanya harga diri.
- Nafsu dan dorongan-dorongannya. Nafsu dalam kajian tasawuf dibagi menjadi 4 poin :
- nafsu mutmainnah yang mendorong kepada taat kepada allah
- nafsu lawwamah yang mendorog kearah perbuatan mencela atau merendahkan orang lain
- nafsu amarah yang mendorong kearah perbuatan yang merusak
- nafsu birahi yang mendorong kearah perbuatan seksual
- Karakter atau tabiat manusia merupakan kemampuan psikologi yang dibawa sejak kelahirannya. Karakter ini berkaitan dengan tingkah laku moral dan social serta etis seseorang. Karakter terbentuk kekuatan dalam diri manusia, bukan terbentuk dari dunia luar. Karakter erat hubungannya degan personalits (kepriadian seseorang). Oleh karena itu tidak bisa dibedakan dengan jelas.
- Hereditas atau keturunan merupakan factor kemampuan dasar yang mengandung cirri-ciri psikologis dan fisiologis yang diturunkan atau diwariskan oleh orang tua baik dalam garis yang telah jauh.
6. intuisi adalah kemampuan psikologis manusia untuk menerima ilham tuhan. Intuisi menggerakkan hati nurani manusia yang membimbingnya kearah perbuatan dalam situasi khusus diluar kesadaran akal pikirannya. Namun mengandung makna yang bersifat konstruktif bagi kehidupannya. Intuisi biasanya diberikan tuhan kepada orang yang bersih jiwanya. Intuisi lebih banyak dirasakan sebagai getaran hati nurani yang untuk berbuat sesuatu yang amat khusus.
D. Macam-Macam Potensi Manusia
Sebagai mana telah dijelaskan diatas bahwa fitrah mengacu kepada potensi yang dimiliki manusia. Potensi itu diantaranya yaitu,
1) Potensi beragama
Perasaan keagamaan adalah naluri yang dibawa sejak lahir bersama ketika manusia dilahirkan. Manusia memerlukan keimanan kepada zat tertinggi yang Maha Unggul di luar dirinya dan dan diluar dari alam benda yang dihayati olehnya. Naluri beragama mulai tumbuh apabila manusia dihadapkan pada persoalan persoalan yang melingkupinya.
Akal akan menyadari kekerdilannya dan mengakui akan kudratnya yang terbatas.[7] Akal akan insaf bahwa kesempurnaan ilmu hanyalah bagi pencipta alam jagat raya ini, yaitu Allah. Islam bertujuan merealisasikn penghambaan sang hamba kepada Tuhannya saja. Memberantas perhambaan sesame hamba Tuhan. Insan dibawa menyembah kehadirat Allah penciptanya dengan tulus ikhlas tersisih dari syirik atau sebarang penyekutuannya.
2) Kecenderungan moral
Kecenderungan moral erat kaitannya dengan potensi beragama. Ia mampu untuk membedakan yang baik dan buruk. Atau yang memiliki hati yang dapat mengarahkan kehendak dan akal. Apabila dipandang dari pengertian fitrah seperti di atas, maka kecenderungan moral itu bisa mengarah kepada dua hal sebagaimana terdapat dalam surat Asy-Syam ayat 7:
<§øÿtRur $tBur $yg1§qy ÇÐÈ $ygyJolù;r’sù $yduqègéú $yg1uqø)s?ur ÇÑÈ
Artinya:
Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) dan ketakwaannya.
3) Manusia bersifat luwes, lentur (fleksible).[8] Manusia mampu dibentuk dan diubah. Ia mampu menguasai ilmu pengetahuan, menghayati adatadat, nilai, tendeni atau aliran baru. Atau meninggalkan adat, nilai dan aliran lama, dengan cara interaksi social baik dengan lingkungan yang bersifat alam atau kebudayaan. Allah berfirman tentang bagaimana sifat manusia yang mudah lentur, terdapat dalam surat Al Insan ayat 3
$¯RÎ) çm»uZ÷yyd @Î6¡¡9$# $¨BÎ) #[Ï.$x© $¨BÎ)ur #·qàÿx. ÇÌÈ
Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.
4) Kecenderungan bermasyarakat
Manusia juga memiliki kecendrungan bersosial dan bermasyarakat.
Menurut Ibnu Taimiyah, dalam diri manusia setidaknya terdapat tiga potensi (fitrah), yaitu:[9]
a) Daya intelektual (quwwat al-‘aql), yaitu potensi dasar yang memungkinkan manusia dapat membedakan nilai baik dan buruk. Dengan daya intelektualnya, manusia dapat mengetahui dan meng-Esakan Tuhannya.
b) Daya ofensif (quwwat al-syahwat), yaitu potensi dasar yang mampu menginduksi obyek-obyek yang menyenangkan dan bermanfaat bagi kehidupannya, baik secara jasmaniah maupun rohaniah secara serasi dan seimbang.
c) Daya defensif (quwwat al-ghadhab) yaitu potensi dasar yang dapat menghindarkan manusia dari segala perbuatan yang membahayakan dirinya. Namun demikian, diantara ketiga potensi tersebut, di samping agama – potensi akal menduduki posisi sentral sebagai alat kendali (kontrol) dua potensi lainnya. Dengan demikian, akan teraktualisasikannya seluruh potensi yang ada secara maksimal, sebagaimana yang disinyalir oleh Allah dalam kitab dan ajaran-ajaranNya. Penginkaran dan pemalsuan manusia akan posisi potensi yang dimilikinya itulah yang akan menyebabkannya melakukan perbuatan amoral.
Menurut Ibnu Taimiyah membagi fitrah manusia kepada dua bentuk, yaitu:
- 1. Fitrah al gharizat
Merupakan potensi dalam diri manusia yang dibawanya sejak lahir. Bentuk fitrah ini berupa nafsu, akal, dan hati nurani. Fitrah (potensi) ini dapat dikembangkan melalui jalan pendidikan.
- 2. Fitrah al munazalat
Merupakan potensi luar manusia. Adapun fitrah ini adalah wahu ilahi yang diturunkan Allah untuk membimbing dan mengarahkan fitrah al gharizat berkembang sesuai dengan fitrahnya yang hanif. Semakin tinggi interaksi antara kedua fitrah tersebut, maka akan semakin tinggi pula kualitas manusia.
Dari semua penjelasan mengenai potensi manusia, tampak jelas bahwa lingkungan sebagai faktor eksternal. Lingkungan ikut mempengaruhi dinamika dan arah pertumbuhan fitrah manusia. Semakin baik penempaan fitrah yang dimiliki manusia, maka akan semakin baiklah kepribadiannya. Demikian pula sebaliknya, penempaan dan pembinaan fitrah yang dimiliki tidak pada fitrahnya maka manusia akan tergelincir dari tujuan hidupnya. Untuk itu salah satu pembinaan fitrah dengan pendidikan.
E. Kehendak Bebas Manusia
Pendidikan Islam yang di lakukan untuk membina manusia agar menjadi manusia berinsan kamil dan bertauhid kepada Allah sesuai ftrah nya, maka harus dilakukan an berjalan di atas dasar dari fitrahyang telah dibentuk Allah dalam setiap pribadi manusia. Pola dasar ini mengandung potensi psikologis yang kompleks,[10] Dimana didalamnya terdapat aspek-aspek kemampuan dasar yang dapat dikembangkan secara dialektis interaksional (saling mengacu dan mempengaruhi ) untuk membentuk kepribadian yang serba utuh dan sempurna melalui arahan kependidikan.
Salah satu aspek potensial dari apa yang disebut fitrah adalah kemampuan berpikir manusia dimana rasio atau intelligesi (kecerdasan) menjadi pusat perkembangannya. Para pendidik muslim menganggap bahwa kemampuan ini menjadi pembeda yang paling esensial antara manusia dengan makhluk lainnya. Seperti hewan dan tumbuhan tidak akan didapati kapabilitas berfikir seperti pada manusia. Dengan kemampuan berfikir, manusia diberikan kebebasan berkehendak untuk melakukan sesuatu.
Dalam kaitannya dengan kemampuan dasar, Abul al Maududi menyatakan bahwa manusia dalam kehidupannya terdapat dua aspek atau suasana kehidupan yang berbeda. Manussia memiliki kebebasan dalam memilih beriman atau tidak. Hal ini ditegaskan dalam QS. Al Kahfi: 29
È@è%ur ,ysø9$# `ÏB óOä3În/§ ( `yJsù uä!$x© `ÏB÷sãù=sù ÆtBur uä!$x© öàÿõ3uù=sù 4 !$¯RÎ) $tRôtGôãr& tûüÏJÎ=»©à=Ï9 #·$tR xÞ%tnr& öNÍkÍ5 $ygè%Ï#uß 4 bÎ)ur (#qèVÉótGó¡o (#qèO$tóã &ä!$yJÎ/ È@ôgßJø9$%x. Èqô±o onqã_âqø9$# 4 [ø©Î/ Ü>#u¤³9$# ôNuä!$yur $¸)xÿs?öãB ÇËÒÈ
Artinya:
dan Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka Barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.
Kehendak bebas (free will) ini yang membuat manusia mengadaka pilihan yang berasal dari unsur yang berinteraksi dengan fitrah. Perjalanan fungsi-fungsi fitrah ini dipengaruhi oleh kehendak bebas yang dimiliki manusia.
F. Hubngan Fitrah Manusia dan Kependidikan
Fitrah yang mengandung implikasi pendidikan mengandung paham nativisme. Maksudnya bahwa manusia mempunyai potensi dasar beragama yang tidak dapat dirubah.[11] Fitrah yang bercorak nativisme ini berkaitan juga dengan factor hereditas (keturunan) yang bersumber dari orang tua, termasuk juga keturunan beragama. Sebagaimana dijelaskan dalam surat Nuh ayat 26-27
tA$s%ur ÓyqçR Éb>§ w öxs? n?tã ÇÚöF{$# z`ÏB tûïÍÏÿ»s3ø9$# #·$y ÇËÏÈ y7¨RÎ) bÎ) öNèdöxs? (#q=ÅÒã y$t6Ïã wur (#ÿrà$Î#t wÎ) #\Å_$sù #Y$¤ÿ2 ÇËÐÈ
Artinya:
Nuh berkata: “Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorangpun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi. Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat ma’siat lagi sangat kafir.
Menurut Ali Firi dalam buku M. Arifin, salah seorang ahli pendidikan Mesir menyatakan bahwa kecenderunga nafsu berpindah dari orang tua secara turun temurun.
Namun demikian fitrah itu tetap harus dipelihara dan dan dijaga. Sehingga peran lingkungan sangat penting dalam mengembangkan potensi seorang manusia. Potensi anak akan dikembangka melalui proses pendidikan. Sehingga dalam proses pendidikan menjelaskan bahwa fitrah yang telah dibawa sejak lahir bagi anak akan memiliki pengaruh yang cukup besar dipengaruhi dengan lingkungan.Fitrah tidak akan berkembang tanpa dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sekitar. Lingkungan mampu mengubah fitrah secara drastis, ketika lingkungan sebagai tempat interaksi membentuk kepada hal yang buruk. Sifat dasar fitrah ditentukan dari semakin sering atau tidaknya dengan lingkungan. Meskipun demikian, lingkungan tidak selamanya mampu mengubah kepribadian seseorang. Banyak juga contoh orang baik lahir dari lingkungan atau masyarakat yang zhalim.
Lingkungan merupakan faktor yang mepengaruhi manusia, meskipun demikian bukanlah menjadi faktor utama. Hal ini dikarena masih adanya faktor lain yang bisa mempengaruhi tingkah laku manusia. Melalui proses belajar, manusia bisa menjadi orang-orang yang bermanfaat. Fitrah tersebut harus diarahkan kearah yang positif agar tidak menimbulkan suatu persepsi yang negative.
Konsep fitrah juga menuntut agar pendidikan islam harus bertujuan mengarahkan pendidikan demi terjalinnya ikatan kuat seorang manusia dengan Allah. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa fitrah manusia dekat dengan tauid. Tauhid telah menjadi essensi dari semua bentuk agam-agama. Konsep tauhid inilah yang memberikan tekanan kekuasaan Allah yang mesti dipatuhi dalam kurikulum pendidikan islam. Sebagaimana dalam firman Allah QS. Al A’raf: 172.
øÎ)ur xs{r& y7/u .`ÏB ûÓÍ_t/ tPy#uä `ÏB óOÏdÍqßgàß öNåktJÍhè öNèdypkôr&ur #n?tã öNÍkŦàÿRr& àMó¡s9r& öNä3În/tÎ/ ( (#qä9$s% 4n?t/ ¡ !$tRôÎgx© ¡ cr& (#qä9qà)s? tPöqt ÏpyJ»uÉ)ø9$# $¯RÎ) $¨Zà2 ô`tã #x»yd tû,Î#Ïÿ»xî ÇÊÐËÈ
Arinya:
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi”. (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”,
Fitrah juga dapat diartikan sebagai kecenderungan-kecenderungan, seperti makan, minum, kebutuhan sex dan lainnya. Kecenderunga ini berperan bagi jasmani manusia yang tercipta dari tanah, sebagimana terdapat dalam surat As- Sajadah ayat 7
üÏ%©!$# z`|¡ômr& ¨@ä. >äóÓx« ¼çms)n=yz ( r&yt/ur t,ù=yz Ç`»|¡SM}$# `ÏB &ûüÏÛ ÇÐÈ
Artinya:
Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah.
Kebutuhan-kebutuhan tersebut merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi. Apabila ditelaah, kebutuhan manusia hampir sama dengan kebutuhan makhluk lainnya, seperti binatang dan tumbuhan. Tambahan lagi, manusia selalu ingin dan mengikuti rasa nyaman dan tidak ingin tunduk pada kode etik. Apabila manusia bertingkah laku seperti itu, maka mirip dengan tingkah laku binatang. Untuk membedakan manusia dengan penciptaan Allah yang lain, maka manusia harus dididik. Kecenderungan tesebut tetap harus dipenuhi seperti makan dan minum, dan lainnya. Tetapi kecenderunga tersebut harus tetap dikontrol sehingga bisa terealisasikan dengan baik.
G. Implikasi pendidikan yang mengacu kepada fitrah manusia
Dalam Rangka membina dan mengembangkan seluruh potensi, baik potensi jasmani maupun rohani, secara efektif dapat dilakukan pendidikan. Dalam proses pendidikan, manusia mampu membentuk kepribadiannya, mentransfer ebudayaannya dari suatu komunitas kepada omunitas yang lain. Mengetahui nilai baik dan buruk sesuatu hal, dan lain sebagainya.
Telah ditegaskan tentang fitrah yang baik dan sifat dasar manusia yang menguntungkan. Namun, belum memancarkan cahaya bagi sumber kejahatan atau hal-hal yang memunculkan perbuatan yang jahat. Untuk itu diperlukan sumber-sumber pencarian dimana manusia memberikan reaksi terhadap objek-objek yang ada padanya. Untuk itu manusia harus terus belajar agar bisa menhadapi kondisi-kondisi tersebut diatas. Pendidikan harus mampu mensinergikan antara potensi jasmani dan rohani agar tidak terjadi ketimpangan seperti di zaman sekarang ini.
Implikasimplikasi kehendak bebas manusia telah melibatka proses pendidikan. Pendidikan menjaidi titik perhatian dengan member bantuan kepada pelajar yang mengevaluasi alternatif-alternatif dan menyeleksi mana yang baik dan mana yang buruk. Pendidikan tidak dipandang sebagai proses pemaksaan dari seorang pendidik untuk untu menentukan setiap langkah yang harus diterimaoleh anak didiknya secara individu. Maka bimbingan merupakan kompulasi yang mana karakteristik pendidikan yang utama harus memperhatikan kebebasan ini. Dengan demikian, muncul tingkatan hidayah, dimana hidayah kedua diperoleh dari pendidik sedangkan hidayah pada tingkatan ketiga diperoleh oleh anak didiknya.
Pendidikan harus dikaitkan dengan pengembangan teknik-teknik yang at raya memadai. Hal ini dikarenakan sifat lahiriyah dapat mempengaruhi sikap dan tingkah laku manusia. Namun juga, bumi dihamparkan sebagai kemudahan bagi manusia, seperti adanya malam dan siang. Malam dan siang matahari dan bulan dan objek lainnya
Telah di tegaskan bahwa fitrah yang baik sifat dasarnya menguntungkan manusia lainnya.Namun demikian belum mampu melibaskan cahaya bagi sumber kejahatan atau hal-hal yang memunculkan perbuatan jahat. Sumber-sumber jahat I tersebut tidak di peroleh kecuali manusia memberikan reaksi terhadap objek-objek yang ada padanya karna tidak ada objek lainnya. Hal ini dikarenakan benda-benda gemerlapan hanyalah ujian.ak sanggup
Acuan al qur’an yang berkenaan dengan alam semesta menunjukan bahwa alam jagat raya merupakan sahabat bagi manusia.Sehingga tujuan dari pendidikan yaitu adanya integritas antara dua kecerdasan.Penekanan kecerdasan untuk menundukkan musuh-musuh yang tidak sedikit jumlahnya seakan-akan diiringi oleh perasaan takut dan gelisah.Namun,begitu juga sebaliknya alam bisa menjadi hal yang menguntung kan.Sehingga manusia lebih aman dan lebih selamat.
Keunukan manusia yang diangkat oleh Allah sebagai khalifahNYA harus menjalankan ujian dan percobaan.Pengangkatan ini terlimpah pada keistimewaan dan keunggulan martabat manusia.Keistimewaan manusia menjadi bukti nyata menurut ayat-ayat al qur’an,yang telah menuntut tunduk sujud menghormati khalifah pertama.Hal ini menunjukkan kelebihan dan kemuliaan manusia.Di mana manusia diberi kelebihan dan keistimewaan untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang tidak di pikul oleh makhluk lain kecuali manusia.Khalifah adalah wakil tuhan dimuka bumi yang harus bertanggung jawab di hadaoan Allah atas tingkah laku dan perbuatan yang di lakukannya.Ketiga karakteristik ini adalah fitrah yang baik merupakan satu kesatuan tak terpisahkan dengan ruh dan badan beserta jasad dan kehendak manusia Implikasi-implikasi yang berhubungan dengan pendidikan telah di jelaskan dalam al qur’an .Selama manusia sebagai khalifah Allah maka pendidikan harus di kaitkan dengan perkembangan manusia secara harmonis maka manusia yang seimbang hanyalah yang mampu mengatasi.Keistimewaan manusia adalah aql yang merupaka atribut keunggulan dan keistimewaan manusia yang unik. Aql dapat membantu memilih alternative yang baik dan benar.
KESIMPULAN
Manusia memelukan Pendidikan untuk mengembangkan potensi dalm dirinya. Hal ini dikarenakan,fitrah manusia tidak bisa dibiarkan berkembang bebas. Fitrah tersebut harus dididik dan diarahkan agar sesuai dengan peran manusia diciptakan di muka bumi ini. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa fitrah mempunyai dua kecenderungan yang berlawana, yaitu kearah kebaikan dan ke burukan. Untuk itu, proses pendidikan harus dilakukan, agar manusia tetap berada dalam lingkup kebaikan.
Referensi
Abdullah, Abdurrahman Saleh. 2007. Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al Qur’an. Jakarta: PT Rineka Cipta
Ali, Yunasir. 1997. Manusia Citra Ilahi. Jakarta: PT Temprint
Al Syaibani, Omar Muhammad al Toumy. 1979. Falsafa Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang
M.Arifin. 2003. Ilmu Pendidikan Islam.Jakarta: PT Bumi Aksara
——. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara
Nizar, Samsul. 2001. Pengantar Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: Media Pratama
Ramayulis. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia
Suharsono. 2005. Mencerdaskan ANak. Depok: Inisiasi Press
[1] Samsul Nizar, Pengantar Dasar-Dasar Pemikira Pendidikan Islam, (Jakarta: Media Pratama,2001), h. 44
[2] M.Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003) h. 42
[3] Samsul Nizar, Op Cit., h. 73
[4] Ibid. h.44
[5] Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan AL Qur’an, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1994). H. 68
[6] Samsul Nizar, Op Cit., h. 58
[7] Omar M. Al Toumy al Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam (Terjemahan), ( Jakarta: Bulan Bintang,1979). h. 122
[8] Ibid., h. 156
[9] Samsul Nizar, Op Cit., h. 76
[10] M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam,(Jakarta:Bumi Aksara, 1991) h. 158
[11] Ibid.h.43
0 Kommentare on Makalah Fitrah Manusia dalam Pendidikan Islam | Makalah IPI :
Silahkan berkomentar yang baik dan Jangan Spam !