BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat menuntut lembaga
pendidikan untuk lebih dapat menyesuaikan dengan arus perkembangan
tersebut. Lulusan suatu sekolah harus sesuai dengan tuntutan
perkembangan yang ada. Personil sekolah yang memadai kemampuannya
menjadi perhatian utama bagi setiap lembaga pendidikan. Diantara
personil yang ada, guru merupakan jajaran terdepan dalam menentukan
kualitas pendidikan. Guru setiap hari bertatap muka dengan siswa dalam
proses pembelajaran. Karena itu guru yang berkualitas sangat dibutuhkan
oleh setiap sekolah.
Peningkatan
kualitas pendidikan di sekolah memerlukan pendidikan profesional dan
sistematis dalam mencapai sasarannya. Efektivitas kegiatan kependidikan
di suatu sekolah dipengaruhi banyaknya variabel (baik yang menyangkut
aspek personal, operasional, maupun material) yang perlu mendapatkan
pembinaan dan pengembangan secara berkelanjutan. Proses pembinaan dan
pengembangan keseluruhan situasi merupakan kajian supervisi pendidikan.
Kepala
sekolah sebagai pimpinan sekolah memiliki kewajiban membina kemampuan
para guru. Dengan kata lain kepala sekolah hendaknya dapat melaksanakan
supervisi secara efektif. Sementara ini pelaksanaan supervisi di
sekolah seringkali masih bersifat umum. Aspek-aspek yang menjadi
perhatian kurang jelas, sehingga pemberian umpan balik terlalu umum dan
kurang mengarah ke aspek yang dibutuhkan guru. Sementara guru
sendiripun kadang kurang memahami manfaat supervisi. Hal ini disebabkan
tidak dilibatkannya guru dalam perencanaan pelaksanaan supervisi.
Padahal proses pelaksanaan supervisi yang melibatkan guru sejak tahap
perencanaan memungkinkan guru mengetahui manfaat supervisi bagi dirinya.
Supervisi merupakan pendekatan yang melibatkan guru sejak tahap
perencanaan. Supervisi merupakan jawaban yang tepat untuk mengatasi
kekurangtepatan permasalahan yang berhubungan dengan guru pada umumnya.
Kepala
sekolah diharapkan memahami dan mampu melaksanakan supervisi karena
keterlibatan guru sangat besar mulai dari tahap perencanaan sampai
dengan analisis keberhasilannya. Salah satu usaha untuk meningkatkan
kualitas guru ialah melalui proses pembelajaran dan guru merupakan
komponen sumber daya manusia yang harus dibina dan dikembangkan secara
terus menerus agar dapat melaksanakan fungsinya secara profesional
(Sahertian, 2000:1). Pelaksanaan supervisi yang diasumsikan merupakan
pelayanan pembinaan guru diharapkan dapat memajukan dan mengembangkan
pengajaran agar guru dapat mengajar dengan baik dan berdampak pada
belajar siswa. Supervisi berfungsi membantu guru dalam mempersiapkan
pelajaran dengan mengkoordinasi teori dengan praktik.
Pandangan
guru terhadap supervisi cenderung negatif yang mengasumsikan bahwa
supervisi merupakan model pengawasan terhadap guru dengan menekan
kebebasan guru untuk menyampaikan pendapat. Hal ini dapat dipengaruhi
sikap supervisor seperti bersikap otoriter, hanya mencari kesalahan
guru, dan menganggap lebih dari guru karena jabatannya. Kasus guru
senior cenderung menganggap supervisi merupakan kegiatan yang tidak
perlu karena menganggap bahwa telah memiliki kemampuan dan pengalaman
yang lebih. Self evaluation merupakan salah satu kunci pelayanan supervisi karena dengan self evaluation
supervisor dan guru dapat mengetahui kelebihan dan kelemahan
masing-masing sehingga dimungkinkan akan memperbaiki kekurangan dan
meningkatkan kelebihan tersebut secara terus menerus.
Fungsi
utama supervisi adalah perbaikan dan peningkatan kualitas pembelajaran
serta pembinaan pembelajaran sehingga terus dilakukan perbaikan
pembelajaran (Sahertian, 2000:131). Supervisi bertujuan mengembangkan
situasi kegiatan pembelajaran yang lebih baik ditujukan pada pencapaian
tujuan pendidikan sekolah, membimbing pengalaman mengajar guru,
menggunakan alat pembelajaran yang modern, dan membantu guru dalam
menilai kemajuan peserta didik. Purwanto (2003:86-87) mengemukakan
fungsi supervisi menyangkut dalam bidang kepemimpinan, hubungan
kemanusiaan, pembinaan proses kelompok, administrasi personil, dan
bidang evaluasi.
Berdasarkan
latar belakang di atas maka yang akan dikaji adalah tentang konsep
supervisi, proses pelaksanaan supervisi, kegunaan supervisi, dan proses
pembinaan guru dalam kegiatan supervisi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka
rumusan masalah utama adalah bagaimana peranan kegiatan supervisi
sehingga diperlukan di sekolah. Masalah utama tersebut dirumuskan
menjadi masalah khusus yaitu:
1. Bagaimana konsep supervisi pendidikan?
2. Bagaimana proses pelaksanaan supervisi pendidikan?
3. Apa kegunaan supervisi pendidikan?
4. Bagaimana teknik pembinaan guru dalam kegiatan supervisi?
C. Tujuan
Berdasarkan
rumusan masalah di atas, maka tujuan utama penulisan ini adalah untuk
mengetahui peranan kegiatan supervisi sehingga diperlukan di sekolah.
Tujuan utama dirumuskan secara rinci menjadi tujuan khusus, yaitu untuk:
1. Mengetahui konsep supervisi pendidikan,
2. Mengetahui proses pelaksanaan supervisi pendidikan,
3. Mengetahui kegunaan supervisi pendidikan,
4. Mengetahui teknik pembinaan guru dalam kegiatan supervisi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Supervisi
Supervisi berasal dari kata supervision yang terdiri dari dua kata yaitu super yang berarti lebih dan vision
yang berarti melihat atau meninjau. Secara terminologis supervisi
sering diartikan sebagai serangkaian usaha bantuan pada guru. Sehingga
supervisi secara etimologis mempunyai konsekuensi disamakannya
pengertian supervisi dengan pengawasan dalam pengertian lama, berupa
inspeksi sebagai kegiatan kontrol yang otoriter. Nawawi (1988:103)
mengemukakan bahwa supervisi sebagai melihat atau meninjau dari atas
atau menilik dan menilai dari atas yang dilakukan oleh pihak atasan
(orang yang memiliki kelebihan) terhadap perwujudan kegiatan dan hasil
kerja bawahan. Inspeksi diartikan sebagai kegiatan menyelidiki kesalahan
para bawahan (guru) dalam melaksanakan instruksi atau perintah serta
peraturan dari atasannya.
Supervisi
terutama sebagai bantuan yang berwujud layanan profesional yang
dilakukan oleh kepala sekolah, penilik sekolah, dan pengawas serta
supervisor lainnya untuk meningkatkan proses dan hasil belajar. Jika
yang dimaksudkan supervisi adalah layanan profesional untuk meningkatkan
proses dan hasil belajar, maka banyak pakar yang memberikan batasan
supervisi sebagai bantuan kepada staff untuk mengembangkan situasi
pembelajaran yang lebih baik (Depdikbud, 1975).
Adams
and Dickey (1959) memberikan batasan sebagai perencanaan program
perbaikan pembelajaran. Sementara itu Wiles (1987) memberikan batasan
supervisi yaitu supervision is service activity that exits to help teacher do their job better. Berdasarkan pengertian tersebut disimpulkan supervisi adalah:
1. Serangkaian bantuan yang berwujud layanan profesional,
2. Layanan
profesional tersebut diberikan oleh orang yang lebih ahli (kepala
sekolah, penilik sekolah, pengawas, dan ahli lainnya) kepada guru,
3. Maksud
layanan profesional tersebut adalah agar dapat meningkatkan kualitas
proses dan hasil belajar sehingga tujuan pendidikan yang di rencanakan
dapat dicapai.
Batasan
supervisi yang demikian ini sekaligus mereduksikan supervisi model
lama. Supervisi model lama lebih mencerminkan pengertian supervisi dari
segi etimologis. Dimana super diartikan sebagai atas, sedangkan visi
diartikan melihat. Dengan demikian supervisi berarti melihat dari atas.
Oleh karena itu secara etimologis supervisi diartikan melihat dari
atas. Maka praktik-praktik supervisi lebih banyak mengarah ke inspeksi,
kepenilikan, dan kepengawasan. Apa yang disebut sebagai supervisi,
pada kenyataannya adalah inspeksi (Nawawi, 1983). Gwynn (1961:8)
mengemukakan supervision oroginated inspection of school and continued with that its major emphasis to about 1920.
Supervisi
dengan model lama (inspeksi) dapat menyebabkan guru merasa takut,
tidak bebas dalam melaksanakan tugas, dan merasa terancam keamanannya
bila bertemu dengan supervisor, tidak memberikan dorongan bagi kemajuan
guru. Oleh karena itu, semua kegiatan pembaharuan pendidikan, termasuk
pembaharuan kurikulumnya, yang dilakukan dengan pengerahan waktu,
biaya, dan tenaga bisa menjadi sia-sia.
Carter
dalam Soetopo dan Soemanto (1984:39) mengemukakan bahwa supervisi
adalah segala usaha dari petugas sekolah dalam memimpin guru dan petugas
lainnya dalam memperbaiki pembelajaran yang mencakup menstimulir,
menyeleksi pertumbuhan jabatan dan perkembangan guru, merevisi tujuan
pendidikan lembaga pendidikan, bahan, metode, dan evaluasi pembelajaran.
Program supervisi bertumpu pada satu prinsip yang mengakui bahwa
setiap manusia mempunyai potensi untuk berkembang. Supervisi merupakan
suatu teknik pelayanan yang tujuan utamanya mempelajari dan memperbaiki
secara bersama faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
peserta didik.
Supervisi
diartikan sebagai pelayanan yang disediakan oleh pemimpin untuk
membawa guru (orang yang dipimpin) agar menjadi guru atau personil yang
semakin cakap sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya
dan ilmu pendidikan khususnya agar dapat meningkatkan efektivitas
proses pembelajaran di sekolah. Wiles (1987) mengemukakan terdapat tiga
aspek kegiaan supervisi yaitu aspek personil, aspek operasional, dan
aspek material. Aspek personil meliputi subjek yang terlibat dalam
suatu situasi supervisi. Aspek operasional mencakup aktivitas individu
dan kelompok yang terlibat dalam suatu situasi dengan mendayagunakan
segala sumber yang ada baik human resource dan nonhuman resource
guna mencapai tujuan pendidikan dan pembelajaran yang telah
ditetapkan. Aspek material mencakup segala benda baik yang bersifat hard ware maupun soft ware yang didayagunakan untuk memperlancar proses pembelajaran. Adapun aspek supervisi terdapat pada Tabel 1.
Tabel 1 Aspek Supervisi Pendidikan
No
|
Personil
|
Material
|
Operasional
|
1
|
Kepala sekolah
|
Kurikulum
|
Proses mengajar guru
|
2
|
Guru
|
Buku pelajaran
|
Proses belajar siswa
|
3
|
Karyawan
|
Komputer
|
Proses administrasi sekolah
|
4
|
Pengawas
|
Sarana prasarana
|
Pelaksanaan evaluasi
|
Sumber: Burhanuddin, dkk (2007:3)
Pelaksanaan
supervisi memperhatikan prinsip-prinsip yang menjadi acuan agar dapat
mencapai tujuan. Djajadisastra (1976) mengemukakan prinsip supervisi
adalah prinsip fundamental dan prinsip praktis. Prinsip fundamental
adalah supervisi dipandang sebagai bagian dari keseluruhan proses
pendidikan yang tidak terlepas dari dasar-dasar pendidikan nasional
Indonesia yakni Pancasila. Supervisi pendidikan haruslah menggunakan
prinsip-prinsip sila pertama sampai sila kelima Pancasila. Prinsip
fundamental ini haruslah menjiwai kegiatan supervisi. Prinsip praktis
adalah kaidah-kaidah yang harus dijadikan pedoman praktis dalam
pelaksanaan supervisi. Prinsip praktis ini dibagi lagi menjadi prinsip
positif dan negatif.
Tahalele
(1979) juga mengemukakan bahwa prinsip supervisi digolongkan menjadi
prinsip positif dan negatif. Prinsip positif berisi anjuran untuk
memedomani sesuatu yang baik dalam pelaksanaan supervisi, sementara
prinsip negatif berisi anjuran untuk meninggalkan sesuatu yang tidak
baik, yang berakibat terhalangnya pencapaian tujuan pendidikan. Adapun
prinsip-prinsip positif supervisi menurut Tahalele (1979) adalah:
1. Ilmiah,
yaitu dilaksanakan secara sistematis, objektif, dan menggunakan
instrumen. Sistematis, maksudnya berurut dari masalah satu ke masalah
berikutnya secara runtut. Objektif maksudnya apa adanya, tidak
mencari-cari atau mengarang-ngarang. Menggunakan instrumen, maksudnya,
dalam melaksanakan supervisi pembelajaran harus ada instrumen pengamatan
yang dijadikan sebagai panduan,
2. Kooperatif, artinya terdapat kerja sama yang baik antara supervisor dan guru,
3. Konstruktif,
artinya dalam melaksanakan supervisi, hendaknya mengarah kepada
perbaikan, apapun perbaikannya dan seberapun perbaikannya,
4. Realistik, sesuai dengan keadaan, tidak terlalu idealistik,
5. Progresif, artinya dilaksanakannya maju selangkah demi selangkah namun tetap mantap,
6. Inovatif, yang berarti mengikhtiarkan pembaruan dan berusaha menemukan hal-hal baru dalam supervisi,
7. Menimbulkan perasaan aman bagi guru-guru,
8. Memberikan
kesempatan kepada supervisor dan guru untuk mengevaluasi diri mereka
sendiri, dan menemukan jalan pemecahan atas kekurangannya.
Adapun prinsip-prinsip negatif supervisi menurut Tahalele (1979) adalah:
1. Supervisi tidak boleh dilaksanakan dengan otoriter,
2. Supervisi tidak boleh mencari-cari kesalahan guru,
3. Supervisi tidak boleh dilaksanakan berdasarkan tingginya pangkat,
4. Supervisi tidak boleh terlalu cepat mengharapkan hasil,
5. Supervisi tidak boleh dilepaskan dari tujuan pendidikan dan pembelajaran,
6. Supervisi tidak boleh merasa dirinya lebih tahu dibandingkan dengan guru,
7. Supervisi tidak boleh terlalu memperhatikan hal-hal yang terlalu kecil dalam mengajar sehingga membelokkan maksud supervisor,
8. Supervisor tidak boleh lekas kecewa jika mengalami kegagalan.
B. Proses Pelaksanaan Supervisi Pendidikan
Proses
supervisi merupakan rangkaian yang dilaksanakan ketika supervisi
dilaksanakan. Menurut Tim Pakar Manajemen Pendidikan (2004:53) secara
umum proses pelaksanaan supervisi dilaksanakan melalui tiga tahap yaitu
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
1. Perencanaan
Kegiatan
perencanaan mengacu pada kegiatan identifikasi permasalahan, yakni
mengidentifikasi aspek-aspek yang perlu disupervisi. Identifikasi
dilaksanakan dengan menganalisis kelebihan, kekurangan, peluang, dan
ancaman dari aspek kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru
agar supervisi lebih efektif dan tepat sasaran. Langkah-langkah yang
dilaksanakan dalam perencanaan supervisi adalah 1) mengumpulkan data
melalui kunjungan kelas, pertemuan pribadi, rapat staf, 2) mengolah data
dengan melakukan koreksi kebenaran terhadap data yang dikumpulkan, 3)
mengklasifikasi data sesuai dengan bidang permasalahan, 4) menarik
kesimpulan tentang permasalahan sasaran sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya, 5) menetapkan teknik yang tepat digunakan untuk memperbaiki
atau meningkatkan profesionalisme guru.
2. Pelaksanaan
Kegiatan
pelaksanaan merupakan kegiatan nyata yang dilakukan untuk memperbaiki
atau meningkatkan kemampuan guru. Kegiatan pelaksanaan merupakan
kegiatan pemberian bantuan dari supervisor kepada guru agar pelaksanaan
dapat efetif harus sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan. Tim
Pakar Manajemen Pendidikan (2004:53) berpendapat supervisi tidak
berhenti pada selesainya pemberian bantuan dan terlaksananya teknik
supervisi melainkan ada follow up untuk melihat keberhasilan proses dan
hasil pelaksanaan supervisi. Sehingga kegiatan evaluasi perlu
dilaksanakan.
3. Evaluasi
Kegiatan
evaluasi merupakan kegiatan untuk menelaah keberhasilan proses dan
hasil pelaksanaan supervisi. Evaluasi dilaksanakan secara komprehensif.
Sasaran evaluasi supervisi ditujukan kepada semua orang yang terlibat
dalam proses pelaksanaan supervisi. Hasil dari evaluasi supervisi akan
dijadikan pedoman untuk menyusun program perencanan berikutnya. Soetopo
dan Soemanto (1984: 84-85) mengemukakan evaluasi berpedoman pada tujuan
yang telah ditetapkan dan tujuan supervisi dirumuskan sesuai dengan
corak dan tujuan sekolah.
Sergiovani (1987) mengemukakan kegiatan supervisi dilakukan dalam lima tahap, yaitu:
1. Preobservation conference (pertemuan sebelum observasi),
2. Observation of teaching (observasi guru mengajar),
3. Analysis and strategy (analisis dan penentuan strategi),
4. Postobservation conference (pertemuan setelah observasi),
5. Post conference analysis (analisis setelah pertemuan).
Pada
langkah “pertemuan sebelum observasi” dilakukan pembicaraan antara
supervisor dan guru yang akan melatihkan kemampuannya, kemudian
dilajutkan kegiatan supervisor “mengobservasi guru yang sedang
mengajar”. Pada langkah ini supervisor mengumpulkan sejumlah data
perilaku guru yang sedang mengajar. Selanjutnya supervisor menganalisis
awal data yang ada dan menentukan strategi untuk membantu guru.
Supervisor mempertimbangkan kontrak yang telah disepakati dengan guru,
evaluasi selama guru mengajar, kualitas hubungan interpersonal antara
guru dan supervisor, kompetensi dan pengetahuan guru.
Langkah
selanjutnya “pertemuan setelah observasi”. Pada langkah ini
dibicarakan hasil observasi supervisor terhadap guru yang sedang
mengajar. Guru memecahkan masalahnya dengan bantuan supervisor. Langkah
yang terakhir pelaksanaan supervisi klinis yaitu ”analisis kegiatan
setelah pertemuan guru & supervisor”. Akhir dari langkah ini
disepakatinya tindakan lanjutan yang perlu dilaksanakan pada waktu yang
berikutnya. Dengan demikian maka hasil dari supervisi klinis yang telah
dilakukan dapat digunakan sebagai bahan pelaksanaan supervisi klinis
pada tahap berikutnya.
Prosedur
supervisi selain menempuh lima langkah di atas, banyak ahli supervisi
yang menyederhanakan menjadi tiga langkah saja, yaitu pertemuan
pendahuluan, observasi guru yang sedang mengajar, dan pertemuan balikan
(Burhanuddin dkk, 2007:36). Di bawah ini diuraikan tentang tiga langkah
tersebut.
1. Tahap Pertemuan Pendahuluan
Supervisi
dilaksanakan atas dasar kebutuhan guru, bukan kebutuhan kepala sekolah
atau supervisor. Untuk itu pada tahap pertemuan pendahuluan kepala
sekolah (supervisor) membicarakan kemampuan mengajar yang ingin
ditingkatkan oleh guru, ditentukan aspek-aspeknya, kemudian disepakati
bersama oleh guru dan supervisor. Pelaksanaan supervisi pada tahap
pendahuluan ini membutuhkan kiat supervisor dalam menciptakan suasana
yang menyenangkan, suasana kekeluargaan, kesejawatan, dan kehangatan.
Guru tidak merasa takut atau tertekan sehingga guru mau dan berani mengungkapkan permasalahan dan kebutuhan dalam
mengajar di kelas. Kalau guru belum berani mengungkapkan permasalahan
mengajar yang dihadapinya, maka supervisor diharapkan mampu memancing
pembicaraan guru dengan pertanyaan yang baik. Demikian seterusnya sampai
terjadi komunikasi yang baik antara supervisor dan guru. Kalau guru
sudah mengungkapkan apa yang ingin dikembangkan atau kemampuan apa yang
ingin ditingkatkan maka disepakati bersama menjadi semacam kontrak
antara guru dan supervisor. Kontrak inilah yang menjadi pusat perhatian
dalam tahap observasi kelas dan pertemuan balikan.
Terkait
dengan proses pembelajaran, permasalahan yang sering dihadapi guru
dalam mengajar dibedakan menjadi dua, yaitu guru kurang menguasai
keterampilan dasar mengajar sehingga proses belajar siswa di kelas masih
belum optimal dan kurangnya kepercayaan dan kesadaran mengenai diri
sendiri dari pihak guru (Burhanuddin dkk, 2007:37). Kedua permasalahan
tersebut bisa dijadikan materi pembicaraan pada tahap pertemuan
pendahuluan. Kegiatan di dalam tahap pendahuluan yaitu:
a. Supervisor menciptakan suasana intim dan terbuka,
b. Supervisor
mereview rencana pembelajaran yang telah dibuat oleh guru, yang
mencakup tujuan pembelajaran, bahan, kegiatan belajar mengajar, serta
alat evaluasinya,
c. Supervisor mereview komponen ketrampilan yang akan dicapai oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar,
d. Supervisor bersama guru memilih dan mengembangkan instrumen observasi yang akan digunakan,
e. Supervisor
dan guru mendiskusikan instrumen tersebut termasuk tentang cara
penggunaannya, serta data yang akan dijaring. Hasilnya berupa kontrak
yang disepakati bersama.
2. Tahap Observasi Kelas (Observasi Guru yang sedang Mengajar)
Observasi
kelas merupakan langkah kedua dalam tahapan supervisi. Observasi kelas
sangat perlu dilakukan oleh supervisor. Neagley dan Evan dalam Mantja
(1998) mengemukakan bahwa observasi dan kunjungan kelas yang diikuti
dengan conference (pre dan post) adalah tulang
punggung supervisi. Pada tahap ini guru megajar di kelas dengan
menerapkan komponen-komponen ketrampilan yang telah disepakati pada
pertemuan pendahuluan. Supervisor mengobservasi guru dengan menggunakan
instrumen observasi yang telah disepakati bersama. Disamping itu
supervisor juga merekam secara objektif tingkah laku guru dalam
mengajar, tingkah laku siswa dalam belajar, dan interaksi guru-siswa
dalam proses pembelajaran.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan observasi ini yaitu:
a. Catatan observasi harus lengkap, supaya analisisnya tepat,
b. Objek observasi harus terfokus pada aspek ketrampilan tertentu,
c. Selain
rekaman observasi, dalam hal tertentu supervisor perlu membuat
komentar-komentar yang letaknya terpisah dengan hasil rekamaan
observasi,
d. Kalau ada kata-kata guru yang mengganggu proses belajar mengajar juga perlu dicatat oleh supervisor,
e. Supervisor hendaknya berusaha agar selama observasi guru tidak gelisah tetapi berpenampilan secara wajar.
3. Tahap Pertemuan Balikan
Pada
tahap ini supervisor dan guru mengadakan pertemuan yang membahas hasil
observasi mengajar guru. Supervisor menyajikan data apa adanya kepada
guru. Sebelumnya guru diminta menilai penampilannya. Kemudian dicari
pemecahan masalahnya. Secara rinci kegiatan supervisor dan guru dapat
ditelaah pada paparan berikut ini:
a. Supervisor
memberi penguatan serta mewujudkan perasaan guru secara umum selama
mengajar. Hal ini untuk menciptakan suasana akrab dalam pertemuan
balikan,
b. Supervisor mereview tujuan pembelajaran,
c. Supervisor mereviuw tingkat ketrampilan serta perhatian utama guru dalam mengajar,
d. Supervisor
menanyakan perasaan guru tentang jalannya pelajaran berdasarkan target
dan perhatian utama. Pertanyaan diawali dengan hal-hal yang
menyenangkan guru karena keberhasilannya, kemudian dilanjutkan dengan
pertanyaan yang dianggapkan kurang berhasil,
e. Menunjukkan
data hasil observasi yang telah dianalisis dan diinterpretasi awal
oleh supervisor, kemudian memberi waktu guru untuk menganalisis dan
menginterpretasikannya, secara bersama-sama,
f. Menanyakan kembali perasaan guru tentang hasil analisis dan interpretasinya,
g. Menanyakan perasaan guru tentang melihat keinginan yang sebenarnya dicapai,
h. Menyimpulkan hasil dengan melihat keinginan yang sebenarnya dicapai,
i. Menentukan
bersama rencana mengajar yang akan datang baik berupa dorongan untuk
meningkatkan hal-hal yang belum dikuasai pada tahap sebelumnya (proses
belajar mengajar yang telah dilakukan) maupun ketrampilan-ketrampilan
yang perlu disempurnakan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan pertemuan balikan, yaitu:
a. Pertemuan
balikan harus dilaksanakan sesegera mungkin setelah observasi
dilakukan, supaya masing-masing pihak (guru dan supervisor) masih segar
ingatannya pada proses kegiatan belajar mengajar yang baru dilakukan.
b. Sebelum pertemuan balikan, supervisor perlu mengadakan analisis pendahuluan tentang hasil rekaman observasi.
c. Suasana pertemuan yaitu akrab, terbuka, bebas dari suasana menilai atau mengadili.
d. Supervisor hendaknya mengupayakan agar guru dapat menentukan kekurangan dan kelebihannya sendiri.
C. Kegunaan Supervisi Pendidikan
Kegunaan
supervisi adalah untuk meningkatkan kemampuan profesional guru dalam
meningkatkan proses hasil belajar melalui pemberian bantuan yang
terutama bercorak layanan profesional kepada guru. Jika proses belajar
meningkat, maka hasil belajar diharapkan juga meningkat. Dengan
demikian, rangkaian usaha supervisi profesional guru akan memperlancar
pencapaian tujuan kegiatan belajar mengajar (Depdikbud, 1986).
Secara umum supervisi memiliki
kegunaan untuk memberikan bantuan dalam mengembangkan situasi belajar
mengajar yang lebih baik (Wiles, 1987), melalui usaha peningkatan
profesional mengajar (Depdikbud, 1975); menilai kemampuan guru sebagai
pendidik dan pengajar dalam bidang masing-masing guna membantu mereka
melakukan perbaikan dan bilamana diperlukan dengan menunjukkan
kekurangan-kekurangan untuk diperbaiki sendiri (Nawawi, 1983).
Djajadisastra (1976) mengemukakan kegunaan supervisi pembelajaran adalah:
1. Memperbaiki tujuan khusus mengajar guru dan belajar siswa,
2. Memperbaiki materi (bahan) dan kegiatan belajar mengajar,
3. Memperbaiki metode, yaitu cara mengorganisasi kegiatan belajar mengajar,
4. Memperbaiki penilaian atas media,
5. Memperbaiki penilaian proses belajar mengajar dan hasilnya,
6. Memperbaiki pembimbingan siswa atas kesulitan belajarnya,
7. Memperbaiki sikap guru atas tugasnya.
Berdasarkan uraian di atas maka supervisi bertujuan sebagai berikut:
1. Memperbaiki proses belajar mengajar,
2. Perbaikan tersebut dilaksanakan melalui supervisi profesional,
3. Yang melakukan supervisi adalah supervisor,
4. Sasaran
supervisi tersebut adalah guru, atau orang lain yang ada kaitannya
atau dalam rangka memberikan layanan supervisi kepada guru,
5. Secara jangka panjang maksud supervisi tersebut adalah memberikan kontribusi bagi pencapaian tujuan pendidikan.
Berdasarkan
tujuan-tujuan tersebut, kemudian dapat diidentifikasikan fungsi-fungsi
supervisi. Fungsi-fungsi tersebut meliputi memelihara program
pembelajaran sebaik-baiknya (Jane dalam Chester, 1959); menilai dan
memperbaiki faktor-faktor yang mempengaruhi hal belajar (Burton and
Bruecknwr, 1955); memperbaiki situasi belajar anak-anak (Wiles, 1987).
Supervisi
juga berfungsi untuk mengkoordinasi, menstimulasi dan mengarahkan
pertumbuhan guru-guru, mengkoordinasikan semua usaha sekolah,
memperlengkapi kepemimpinan sekolah, memperluas pengalaman guru-guru,
menstimulasi usaha-usaha yang kreatif, memberi fasilitas dan penilaian
yang terus menerus, menganalisis situasi belajar mengajar, memberikan
pengetahuan dan ketrampilan guru serta staf, mengintegrasikan tujuan
pendidikan dan membantu meningkatkan kemampuan guru (Briggs, 1938).
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan fungsi supervisi adalah
menumbuhkan iklim bagi perbaikan proses dan hasil belajar melalui
serangkaian upaya supervisi terhadap guru-guru dalam wujud layanan
profesional.
Agar
supervisi tersebut dapat dilakukan dengan baik, perlu dipedomani
prinsip-prinsip supervisi yaitu yang harus dipedomani dalam suatu
aktivitas supervisi. Depdikbud (1986) mengemukakan prinsip-prinsip
supervisi adalah:
1. Dilakukan sesuai dengan kebutuhan guru,
2. Hubungan antar guru dengan supervisor didasarkan atas kerabat kerja,
3. Supervisor ditunjang sifat keteladanan dan terbuka,
4. Dilakukan secara terus menerus,
5. Dilakukan melalui berbagai wadah yang ada,
6. Diperlancar melalui peningkatan koordinasi dan singkronisasi horizontal dan vertikal baik di tingkat pusat maupun daerah.
Salah
satu usaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia adalah
melalui proses pembelajaran di sekolah. Upaya peningkatan kualitas guru
yang merupakan komponen sumber daya manusia yang harus dibina dan
dikembangkan secara komprehensif dan kontinyu. Pembentukan profesi guru
dilaksanakan melalui program pendidikan prajabatan (preservice education) maupun program dalam jabatan (inservice education).
Potensi sumber daya guru perlu terus menerus dikembangkan agar guru
dapat melakukan fungsinya secara profesional. Sahertian (2000:1)
mengemukakan pengaruh perubahan yang serba cepat mendorong guru untuk
terus menerus belajar menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta mobilitas masyarakat.
Berdasarkan
uraian di atas maka supervisi diperlukan dan bertolak dari dasar
tersebut bahwa guru merupakan profesi. Profesi selalu tumbuh dan
berkembang yang memerlukan pelayanan. Guru merupakan titik sentral yang
langsung berhubungan dengan peserta didik. Kualitas guru sangat
menentukan kualitas proses dan hasil belajar siswa. Burhanuddin, dkk
(2007:109) berpendapat guru membutuhkan orang lain yang mempunyai
pengetahuan, pemahaman, dan pengalaman yang lebih dari guru berkaitan
dengan tugas pendidikan dan pengajaran.
Guru
membutuhkan bantuan dari sesama rekan guru yang memiliki kelebihan dan
saling bertukar ilmu pengetahuan. Guru membutuhkan bantuan kepala
sekolah dan pengawas yang secara struktural dianggap memiliki kelebihan
dari guru. Supervisor yang berkualitas adalah supervisor yang dapat
memberikan bantuan kepada guru ke arah usaha pemecahan masalah dan
perbaikan kualitas proses pembelajaran secara sistematis, kontinyu, dan
komprehensif.
D. Teknik Pembinaan Guru dalam Kegiatan Supervisi
Supervisi
pengajaran merupakan bagian dari supervisi pendidikan. Tujuan dari
supervisi pengajaran adalah peningkatan mutu pengajaran melalui
perbaikan mutu dan pembinaan terhadap kemampuan guru. Pelaksanaannya
supervisi pengajaran berkembang melalui pendekatan-pendekatan yang
memiliki pijakan ilmu tertentu. Pendekatan yang dimaksud yaitu ilmiah,
artistik, dan klinis (Sergiovanni, 1987). Disamping itu ada juga
pendekatan yang bertitik tolak pada psikologi belajar, yaitu psikologi
humanistik, kognitif, dan behavioral. Pendekatan yang muncul yaitu
nondirektif, kolaboratif, dan direktif (Glickman, 1980).
Pada
pendekatan ilmiah, indikator keberhasilan mengajar dilihat dari
komponen-komponen pembelajaran, variabel-variabel proses belajar
mengajar. Sehingga pusat perhatian pendekatan ilmiah lebih ditekankan
pada pengembangan komponen pembelajaran secara keseluruhan.
Pendekatan
artistik dalam melihat berhasil tidaknya pengajaran, usaha
meningkatkan mutu guru banyak menekankan pada kepekaan, persepsi, dan
pengetahuan supervisor (Eisner dalam Sergiovanni, 1982). Supervisor
diharapkan dapat mengapresiasi kejadian pengajaran yang bersifat “subtleties” (lembut). Pendekatan ini menempatkan supervisor sebagai instrumen observasi dalam mencari data untuk keperluan supervisi.
Pendekatan
klinis kesejawatan antara supervisor dan guru lebih ditekankan
(Goldhammer dalam Sergiovanni, 1982). Keberhasilan pengajaran banyak
ditentukan oleh guru dalam penampilannya di kelas. Disamping itu dalam
menentukan peningkatan kemampuan guru telah didahului dengan kontrak
(kesepakatan) antara guru dan supervisor, komponen atau kemampuan apa
yang perlu diamati untuk ditingkatkan. Titik tolak pembinaan didasarkan
atas kebutuhan guru.
Pendekatan
nondirektif, kolaboratif, direktif dilaksanakan berdasar kondisi dan
perkembangan kemampuan guru yang disupervisi. Glickman (1980) menekankan
pada dua aspek yaitu derajat komitmen dan derajat abstraksi guru. Dari
dua aspek ini ia membagi guru dalam empat kelompok (kuadran). Lebih
jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Keterangan:
· Garis horizontal = Derajat komitmen,
· Garis vertikal = Derajat abstraksi.
Guru
yang memiliki derajat abstraksi rendah dan derajat komitmen tinggi
(Kuadran II guru kerjanya tak berfokus) atau guru yang memiliki derajat
abstraksi yang tinggi namun komitmennya rendah (Kuadran III guru yang
pengamat analitik) pendekatan supervisi yang cocok adalah kolaboratif.
Supervisor berkolaborasi dengan guru. Kegiatan supervisor adalah
mempresentasikan persepsinya mengenai sesuatu yang menjadi sasaran
supervisi, menanyakan guru mengenai persepsinya terhadap sasaran
supervisi, mendengarkan guru, mengajukan alternatif pemecahan masalah,
bernegosiasi dengan guru.
Guru
yang memiliki derajat abstraksi rendah dan derajat komitmen rendah
(Kuadran I guru yang drop out) pendekatan supervis yang tepat adalah
direktif. Supervisor banyak mengarahkan guru. Kegiatannya
menginformasikan, mengarahkan, menjadi model, menetapkan patokan tingkah
laku, dan menilai serta menggunakan insentif sosial dan material.
Guru
yang memiliki derajat abstraksi tinggi dan juga derajat komitmen
tinggi (Kuadran IV guru profesional) pendekatan supervisi yang tepat
adalah nondirektif. Yang dilakukan supervisor adalah mendengarkan,
memperhatikan dan mendiskusikan dengan guru, membangkitkan kesadaran
sendiri, bertanya dan mengklarifikasi pengalaman guru.
Implementasi kemampuan professional guru mutlak diperlukan sejalan
diberlakukannya otonomi daerah, khsususnya bidang pendidikan. Kemampuan
professional guru akan terwujud apabila guru memiliki kesadaran dan
komitmen yang tinggi dalam mengelola interaksi belajar-mengajar pada
tataran mikro, dan memiliki kontribusi terhadap upaya peningkatan mutu
pendidikan pada tataran makro.
Upaya
peningkatan profesional guru dapat melalui supervisi pengajaran.
Pelaksanaan supervisi pengajaran perlu dilakukan secara sistematis oleh
kepala sekolah dan pengawas sekolah bertujuan memberikan pembinaan
kepada guru-guru agar dapat melaksanakan tugasnya secara efektif dan
efisien. Pelaksanaan supervisi baik oleh kepala sekolah dan pengawas
menggunakan lembar pengamatan yang berisi aspek-aspek yang perlu
diperhatikan dalam peningkatan kinerja guru. Untuk mensupervisi guru
digunakan lembar observasi yang berupa Alat Penilaian Kemampuan Guru
(APKG).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi mengharuskan orang untuk belajar terus.
Lebih-lebih guru, yang mempunyai tugas mendidik dan mengajar. Sedikit
saja lengah dalam belajar akan ketinggalan dengan perkembangan,
termasuk siswa yang diajar. Oleh karena itu, kemampuan mengajar guru
harus senantiasa ditingkatkan, antara lain melalui supervisi.
Supervisi
merupakan bantuan dalam wujud layanan profesional yang diberikan oleh
orang yang lebih ahli dalam rangka peningkatan kemampuan profesional,
terutama dalam proses belajar mengajar. Adapun tujuan supervisi adalah
terbaikinya proses belajar mengajar, yang didalamnya melibatkan guru dan
siswa, melalui serangkaian tindakan, bimbingan, dan arahan.
Terbaikinya proses belajar mengajar yang pencapainnya antara lain
melalui peningkatan kemampuan profesional guru tersebut, diharapkan
memberikan kontribusi bagi peningkatan mutu pendidikan.
Proses
supervisi merupakan rangkaian yang dilaksanakan ketika supervisi
dilaksanakan. Pelaksanaan supervisi secara umum proses dilaksanakan
melalui tiga tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
Prosedur supervisi juga dapat dilaksanakan dengan proses yaitu pertemuan
pendahuluan, observasi guru yang sedang mengajar, dan pertemuan
balikan.
Prinsip-prinsip
yang harus dipedomani dalam supervisi pembelajaran tersebut adalah
ilmiah, demokratis, kooperatif, konstruktif, kreatif, tidak memaksa,
tidak menakut-nakuti. Penanggungjawab supervisi adalah terutama di
tangan kepala sekolah. Meskipun dalam pelaksanannya tersebut kepala
sekolah dapat mendayagunakan personalia sekolah yang lain, penilik
sekolah, guru yang lebih senior atau ahli, ketua yayasan, penilik
sekolah dan pejabat struktural yang berada di atas kepala sekolah.
Kegunaan
supervisi adalah untuk meningkatkan kemampuan profesional guru dalam
meningkatkan proses hasil belajar melalui pemberian bantuan yang
terutama bercorak layanan profesional kepada guru. Jika proses belajar
meningkat, maka hasil belajar diharapkan juga meningkat. Dengan
demikian, rangkaian usaha supervisi profesional guru akan memperlancar
pencapaian tujuan kegiatan belajar mengajar. Diharapkan mutu pendidikan
sekolah secara kontinyu mengalami peningkatan.
Pelaksanaannya
supervisi pengajaran berkembang melalui pendekatan-pendekatan yang
memiliki pijakan ilmu tertentu. Pendekatan yang dimaksud yaitu ilmiah,
artistik, dan klinis. Disamping itu ada juga pendekatan yang bertitik
tolak pada psikologi belajar, yaitu psikologi humanistik, kognitif, dan
behavioral. Pendekatan yang muncul yaitu nondirektif, kolaboratif, dan
direktif.
DAFTAR RUJUKAN
Adams, H. P., and Dickey, F. G. 1959. Basic Principles of Supervision. New York: American Book Company.
Briggs, T. H. 1938. Improving Instruction. New York: The Macmillan Company.
Burhanuddin, dkk. 2007. Supervisi Pendidikan dan Pengajaran Konsep, Pendekatan, dan Penerapan Pembinaan Profesional. Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.
Burton, W.H., and Bruecknwr, L. J. 1955. Supervision: A Social Process. New York: Apleten Century-Crofts, Inc.
Chester, W. H. 1959. Encyclopedia of Educational Reserch. New York: McGraw Hill Book Company.
Depdikbud. 1975. Kurikulum Sekolah Dasar 75 Buku III D: Pedoman Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Jakarta: Depdikbud.
Depdikbud. 1986. Kurikulum Sekolah Dasar: Pedoman Supervisi Pembelajaran. Jakarta: Depdikbud.
Djajadisastra, J. 1976. Pengantar Administrasi Pendidikan. Jakarta: Depdikbud.
Glickman, C. D. 1981. Development Supervision: Alternative for Helping Teachers Improve Instructions. Virginia, Alexandria: ASCD.
Gwynn, J. M, 1961. Theory and Practice of Supervision. New York: Dood Mead Company.
Mantja, W. 1998. Supervisi Akademik (Supervisi Pembelajaran). Makalah disajikan pada Pelatihan Kepala Sekolah Menengah Umum, di Surabaya tanggal 26 Oktober – 14 Nopember 1998. 1986.
Nawawi, H. 1988. Administrasi Pendidikan. Jakarta: CV. Haji Masagung.
Purwanto, M. N. 2003. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sahertian, P. A. 2000. Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.
Sergiovani, T. J. 1982. Supervisi of Teaching. Alexandria: ASCD.
Sergiovani, T. J. 1987. The Principalship: a Reflective Practice Perpective. Masachusetts: Allyn and Bacon, Inc.
Soetopo, H., dan Soemanto, W. 1984. Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan. Malang: Bina Aksara.
Tim Pakar Manajemen Pendidikan UM. 2004. Perspektif Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah. Malang: Universitas Negeri Malang.
Tahalele, J. F. 1979. Kepemimpinan Pendidikan. Malang: P3T IKIP Malang.
0 Kommentare on MAKALAH TINJAUAN KEGUNAAN SUPERVISI PENDIDIKAN DI SEKOLAH :
Silahkan berkomentar yang baik dan Jangan Spam !