BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Anak adalah titipan tuhan yang harus
kita jaga dan kita didik agar ia menjadi manusia yang berguna dan tidak
menyusahkan siapa saja. Secara umum anak mempunyai hak dan kesempatan untuk
berkembang sesuai potensinya terutama dalam bidang pendidikan.
Setiap
anak dilahirkan bersamaan dengan potensi-potensi yang dimilikinya. Tak ada satu
pun yang luput dari Pengawasan dan Kepedulian-Nya. merupakan tugas orang tua
dan guru untuk dapat menemukan potensi tersebut. Syaratnya adalah penerimaan
yang utuh terhadap keadaan anak.
Dalam
bidang pendidikan seorang anak dari lahir memerlukan pelayanan yang tepat dalam
pemenuhan kebutuhan pendidikan disertai dengan Pemahaman mengenai
karakteristik anak sesuai pertumbuhan dan perkembangannya akan sangat membantu
dalam menyesuaikan proses belajar bagi anak dengan usia, kebutuhan, dan kondisi
masing-masing, baik secara intelektual, emosional dan sosial.
Masa usia dini merupakan
periode emas (golden age) bagi perkembangan anak untuk memperoleh proses
pendidikan. Periode ini adalah tahun-tahun berharga bagi seorang anak untuk
mengenali berbagai macam fakta di lingkungannya sebagai stimulans terhadap
perkembangan kepribadian, psikomotor, kognitif maupun sosialnya.
Untuk itu pendidikan untuk usia dini dalam bentuk
pemberian rangsangan-rangsangan (stimulasi) dari lingkungan terdekat sangat
diperlukan untuk mengoptimalkan kemampuan anak.
1.2. Tujuan pembuatan makalah
Adapun tujuan
penulisan Makalah ini adalah sebagai berikut :
- Memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ilmu Pendidikan
- Melatih mahasiswa untuk dapat mengembangkan keterampilan yang dimilikinya.
- Melatih mahasiswa dalam pengalaman langsung atau tidak langsung dalam
- Memberikan informasi kepada masyarakat tentang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan
meliputi pengajaran keahlian
khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu
pemberian pengetahuan, pertimbangan
dan kebijaksanaan.
Salah satu dasar utama pendidikan adalah untuk mengajar kebudayaan melewati generasi.
Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan
yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun
yang dilakukan melalui pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan
rohani agar anak memiliki kesiapan dalam
memasuki pendidikan lebih lanjut. Pendidikan anak usia dini mulai lahir sampai
baligh (kalau perempuan ditandai menstruasi sedangkan laki-laki sudah mimpi
sampai mengeluarkan air mani) adalah tanggung jawab sepenuhnya orang tua.
Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
pada Pasal 1 butir 14, pendidikan anak usia dini didefinisikan sebagai suatu
upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam
tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan
dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk
penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah
pertumbuhan dan perkembangan
fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan
emosi, kecerdasan spiritual), sosio
emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi,
sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia
dini.
Ada dua tujuan diselenggarakannya pendidikan anak usia dini
yaitu:
- Tujuan utama: untuk membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan di masa dewasa.
- Tujuan penyerta: untuk membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di sekolah.
Rentangan anak usia dini menurut Pasal 28 UU Sisdiknas
No.20/2003 ayat 1 adalah 0-6 tahun. Sementara menurut kajian rumpun keilmuan
PAUD dan penyelenggaraannya di beberapa negara, PAUD dilaksanakan sejak usia
0-8 tahun.
Ruang Lingkup Pendidikan Anak Usia Dini
Infant (0-1 tahun)
Toddler (2-3 tahun)
Preschool/ Kindergarten children (3-6 tahun)
Early Primary School (SD Kelas Awal) (6-8 tahun)
Hal-hal yang
harus dipahami dalam Karakteristik Anak Usia Dini adalah sebagai berikut:
- Mengetahui hal-hal yang dibutuhkan oleh anak, yang bermanfaat bagi perkembangan hidupnya.
- Mengetahui tugas-tugas perkembangan anak, sehingga dapat memberikan stimulasi kepada anak, agar dapat melaksanakan tugas perkembangan dengan baik.
- Mengetahui bagaimana membimbing proses belajar anak pada saat yang tepat sesuai dengan kebutuhannya.
- Menaruh harapan dan tuntutan terhadap anak secara realistis.
- Mampu mengembangkan potensi anak secara optimal sesuai dengan keadaan dan kemampuannya fisik dan psikologis ( hall & lindzey, 1993).
Adapun pentingnya pelayanan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
adalah sebagai berikut:
- PAUD sebagai titik sentral strategi pembangunan sumber daya manusia dan sangat fundamental.
- PAUD memegang peranan penting dan menentukan bagi sejarah perkembangan anak selanjutnya, sebab merupakan fondasi dasar bagi kepribadian anak.
- Anak yang mendapatkan pembinaan sejak dini akan dapat meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan fisik maupun mental yang akan berdampak pada peningkatan prestasi belajar, etos kerja, produktivitas, pada akhirnya anak akan mampu lebih mandiri dan mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.
- Merupakan Masa Golden Age (Usia Keemasan). Dari perkembangan otak manusia, maka tahap perkembangan otak pada anak usia dini menempati posisi yang paling vital yakni mencapai 80% perkembangan otak.
- Cerminan diri untuk melihat keberhasilan anak dimasa mendatang. Anak yang mendapatkan layanan baik semenjak usia 0-6 tahun memiliki harapan lebih besar untuk meraih keberhasilan di masa mendatang. Sebaliknya anak yang tidak mendapatkan pelayanan pendidikan yang memadai membutuhkan perjuangan yang cukup berat untuk mengembangkan hidup selanjutnya.
Pendidikan AnakUsia Dini merupakan Komitmen Dunia seperti yang tertera dalam kutipan sebagai
berikut:
- Komitmen Jomtien Thailand (1990) ’Pendidikan untuk semua orang, sejak lahir sampai menjelang ajal.’
- Deklarasi Dakkar (2000) ’Memperluas dan memperbaiki keseluruhan perawatan dan pendidikan anak usia dini secara komprehensif terutama yang sangat rawan dan terlantar.’
- Deklarasi ”A World Fit For Children” di New York (2002) ‘Penyediaan Pendidikan yang berkualitas’
2.2 Landasan Yuridis Tentang PAUD
- Pembukaan UUD 1945 ; ‘Salah satu tujuan kemerdekaan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.’
- Amandemen UUD 1945 pasal 28 C ’Setiap anak berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.’
- UU No. 23/2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal 9 ayat (1) ’Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minta dan bakat.’
- UU No 20/2003 pasal 28
- Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar.
- Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, non formal, dan/atau informal.
- Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-Kanak (TK), Raudhatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat.
- Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan non formal berbentuk kelompok bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat.
- Pendidikan anak usia dini pada jalur informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.
2.3 Perkembangan
Anak
Ditinjau dari psikologi perkembangan, usia 6-8 tahun memang
masih berada dalam rentang usia 0-8 tahun. Itu berarti pendidikan yang
diberikan dalam keluarga maupun di lembaga pendidikan formal haruslah kental
dengan nuansa pendidikan anak usia dini, yakni dengan mengutamakan konsep
belajar melalui bermain. Perkembangan anak sebagai perubahan psikologis menurut
Kartini Kartono ditunjang oleh faktor lingkungan dan proses belajar dalam fase
tertentu.
Nana Syaodah Sukmadinata mengemukakan ada tiga pendekatan
perkembangan individu, yaitu Pendekatan Pentahapan, diferensial dan isaptif.
Khususnya pada pendekatan isaptif pada perkembangan anak mencakup perkembangan
psikososial, perkembangan motorik, perkembangan kognitif, perkembangan sosial,
perkembangan bahasa, perkembangan moral dan perkembangan emosional.
tahapan perkembangan psikososial anak menurut Erik Erikson
dalam Malcolm Knowles adalah sebagai berikut:
- Tahap kepercayaan dan ketidak percayaan (trust versus misstrust), yaitu tahap psikososial yang terjadi selama tahun pertama kehidupan. Pada tahap ini,bayi mengalami konflik anatara percaya dan tidak percaya. Rasa percaya menuntut perasaan nyaman secara fisik dan sejumlah kecil ketakutan serta kekhawatiran akan masa depan.
- Tahap otonomi dengan rasa malu dan ragu (autonomi versus shame and doubt), yaitu tahap kedua perkembangan psikososial yang berlangsung pada akhir masa bayi dan masa baru pandai berjalan. Setelah memperoleh kepercayaan dari pengasuh mereka, bayi mulai menemukan bahwa perilaku mereka adalah milik mereka sendiri. Mereka mulai menyatakan rasa mandiri atau atonomi mereka dan menyadari kemauan mereka. Jika orangtua cenderung menuntut terlalu banyak atau terlalu membatasi anak untuk menyelidiki lingkungannya, maka anak akan mengalami rasa malu dan ragu-ragu.
- Tahap prakarsa dan rasa bersalah (initiatif versus guilt), yaitu tahap perkembangan psikososial ketiga yang berlangsung selama tahun pra sekolah. Pada tahap ini anak terlihat sangat aktif, suka berlari, berkelahi, memanjat-manjat, dan suka menantang lingkungannya. Dengan menggunakan bahasa, fantasi dan permainan khayalan, dia memperoleh perasaan harga diri. Bila orangtua berusaha memahami, menjawab pertanyaan anak, dan menerima keaktifan anak dalam bermain, maka anak akan belajar untuk mendekati apa yang diinginkan, dan perasaan inisiatif semakin kuat. Sebaliknya, bila orangtua kurang memahami, kurang sabar, suka memberi hukuman dan menganggap bahwa pengajuan pertanyaan, bermain dan kegiatan yang dilakukan anak tidak bermanfaat maka anak akan merasa bersalah dan menjadi enggan untuk mengambil inisiatif mendekati apa yang diinginkannya.
- Tahap kerajinan dan rasa rendah diri (industry versus inferiority),yaitu perkembangan yang berada langsung kira-kira tahun sekolah dasar. Pada tahap ini, anak mulai memasuki dunia yang baru, yaitu sekolah dengan segala aturan dan tujuan. Anak mulai mengarahkan energi mereka menuju penguasaan pengetahuan dan keterampilan intelektual.perasaan anak akan timbul rendah diri apabila tidak bisa menguasai keterampilan yang diberikan disekolah.
- Tahap identitas dan kekacauan identitas (identity versus identity confusion), yaitu perkembangan yang berlangsung selama tahun-tahun masa remaja. Pada tahap ini, anak dihadapkan pada pencarian jati diri. Ia mulai merasakan suatu perasaan tentang identitasnya sendiri, perasaan bahwa ia adalah individu unik yang siap memasuki suatu peran yang berarti ditengah masyarakat baik peran yang bersifat menyesuaikan diri maupun memperbaharui. Apabila anak mengalami krisis dari masa anak kemasa remaja maka akan menimbulkan kekacauan identitas yang mengakibatkan perasaan anak yang hampa dan bimbang.
- Tahap keintiman dan isolasi (intimacy versus isolation), yaitu perkembangan yang dialami pada masa dewasa. Pada masa ini adalah membentuk relasi intim dengan oranglain. Menurut erikson, keintiman tersebut biasanya menuntut perkembangan seksual yang mengarah pada hubungan seksual dengan lawan jenis yang dicintai. Bahaya dari tidak tercapainya selama tahap ini adalah isolasi, yakni kecenderungan menghindari berhubungan secara intim dengan oranglain kecuali dalam lingkup yang amat terbatas.
- Tahap generativitas dan stagnasi (generativity versus stagnation), yaitu perkembangan yang dialami selama pertengahan masa dewasa. Ciri utama tahap generativitas adalah perhatian terhadap apa yang dihasilkan (keturunan, produk, ide-ide, dan sebagainya) serta pembentukan dan penetapan garis-garis pedoman untuk generasi mendatang. Apabila generativitas tidak diungkapkan dan lemah maka kepribadian akan mundul mengalami pemiskinan dan stagnasi.
- Tahap integritas dan keputusasaan (integrity versus despair), yaitu perkembangan selama akhir masa dewasa. Integritas terjadi ketika seorang pada tahun-tahun terakhir kehidupannya menoleh kebelakang dan mengevaluasi apa yang telah dilakukan dalam hidupnya selama ini, menerima dan menyesuaikan diri dengan keberhasilan dan kegagalan yang dialaminya, merasa aman dan tentram, serta menikmati hidup sebagai yang berharga dan layak. Akan tetapi, bagi orangtua yang dihantui perasaan bahwa hidupnya selama ini sama sekali tidak mempunyai makna ataupun memberikan kepuasan pada dirinya maka ia akan merasa putus asa.
Perkembangan
Kognitif Anak Menurut PIAGET tahapan perkembangan ini dibagi
dalam 4 tahap yaitu sebagai berikut:
1. Sensori Motor (usia 0-2 tahun)
Dalam tahap ini perkembangan panca indra sangat berpengaruh dalam diri anak.
Keinginan terbesarnya adalah keinginan untuk menyentuh/memegang, karena didorong oleh keinginan untuk mengetahui reaksi dari perbuatannya.
Dalam tahap ini perkembangan panca indra sangat berpengaruh dalam diri anak.
Keinginan terbesarnya adalah keinginan untuk menyentuh/memegang, karena didorong oleh keinginan untuk mengetahui reaksi dari perbuatannya.
Dalam usia ini mereka belum mengerti akan motivasi dan senjata terbesarnya
adalah 'menangis'.
Menyampaikan cerita/berita Injil pada anak usia ini tidak dapat hanya sekedar
dengan menggunakan gambar sebagai alat peraga, melainkan harus dengan sesuatu
yang bergerak (panggung boneka akan sangat membantu).
2. Pra-operasional (usia 2-7 tahun)
Pada usia ini anak menjadi 'egosentris', sehingga berkesan 'pelit', karena ia tidak bisa melihat dari sudut pandang orang lain. Anak tersebut juga memiliki kecenderungan untuk meniru orang di sekelilingnya. Meskipun pada saat berusia 6-7 tahun mereka sudah mulai mengerti motivasi, namun mereka tidak mengerti cara berpikir yang sistematis - rumit.
Dalam menyampaikan cerita harus ada alat peraga.
3. Operasional Kongkrit (usia 7-11 tahun)
Saat ini anak mulai meninggalkan 'egosentris'-nya dan dapat bermain dalam kelompok dengan aturan kelompok (bekerja sama). Anak sudah dapat dimotivasi dan mengerti hal-hal yang sistematis.
2. Pra-operasional (usia 2-7 tahun)
Pada usia ini anak menjadi 'egosentris', sehingga berkesan 'pelit', karena ia tidak bisa melihat dari sudut pandang orang lain. Anak tersebut juga memiliki kecenderungan untuk meniru orang di sekelilingnya. Meskipun pada saat berusia 6-7 tahun mereka sudah mulai mengerti motivasi, namun mereka tidak mengerti cara berpikir yang sistematis - rumit.
Dalam menyampaikan cerita harus ada alat peraga.
3. Operasional Kongkrit (usia 7-11 tahun)
Saat ini anak mulai meninggalkan 'egosentris'-nya dan dapat bermain dalam kelompok dengan aturan kelompok (bekerja sama). Anak sudah dapat dimotivasi dan mengerti hal-hal yang sistematis.
Namun dalam menyampaikan berita Injil harus diperhatikan penggunaan bahasa.
Misalnya: Analogi 'hidup kekal' - diangkat menjadi anak-anak Tuhan dengan konsep keluarga yang mampu mereka pahami.
4. Operasional Formal (usia 11 tahun ke atas)
Pengajaran pada anak pra-remaja ini menjadi sedikit lebih mudah, karena mereka sudah mengerti konsep dan dapat berpikir, baik secara konkrit maupun abstrak, sehingga tidak perlu menggunakan alat peraga.
Misalnya: Analogi 'hidup kekal' - diangkat menjadi anak-anak Tuhan dengan konsep keluarga yang mampu mereka pahami.
4. Operasional Formal (usia 11 tahun ke atas)
Pengajaran pada anak pra-remaja ini menjadi sedikit lebih mudah, karena mereka sudah mengerti konsep dan dapat berpikir, baik secara konkrit maupun abstrak, sehingga tidak perlu menggunakan alat peraga.
Namun kesulitan baru yang dihadapi guru adalah harus menyediakan waktu untuk
dapat memahami pergumulan yang sedang mereka hadapi ketika memasuki usia
pubertas.
Pada umumnya dalam perkembangan Emosional seorang anak
terdapat empat kunci utama emosi pada anak yaitu :
perasaan marah
perasaan ini akan muncul ketika anak terkadang merasa tidak
nyaman dengan lingkungannya atau ada sesuatu yang mengganggunya. Kemarahan pun
akan dikeluarkan anak ketika merasa lelah atau dalam keadaan sakit. Begitu
punketika kemauannya tidak diturutioleh orangtuanya, terkadang timbulrasa marah
pada sianak.
perasaan takut
rasa takut ini di rasakan anak semenjak bayi. Ketika bayi
merekatakut akan suara-suara yang gaduh atau rebut. Ketika menginjak masa
anak-anak, perasaan takut mereka muncul apabila di sekelilingnya gelap. Mereka
pu mulai berfantasi dengan adanya hantu, monster dan mahluk-mahluk yang
menyeramkan lainnya.
perasaan gembira
perasaan gembira ini tentu saja muncul ketika anak merasa
senang akan sesuatu. Contohnya ketika anakdiberi hadiaholeh orang tuanya,
ketika anak juara dalam mengikuti suatu lomba, atau ketika anak dapat melakukan
apa yang diperintahkan orang tuanya. Banyak hal yang dapat membuat anak merasa
gembira.
rasa humor
Tertawa merupakan hal yang sangat universal. Anak lebih
banyak tertawa di bandingkan orang dewasa. Anak akan tertawa ketika melihat
sesuatu yang lucu.
Keempat perasaan itu merupakan emosi negative dan positif.
Perasaan marah dan ketakutan merupakan sikap emosi yang negative sedangkan
perasaan gembira dan rasa lucu atau humor merupakan sikap emosi yang positif.
Menurut Kohlberg Perkembangan moral (moral development)
berhubungan dengan peraturan-peraturan dan nilai-nilai mengenai apa yang harus
dilakukan seseorang dalam interaksinya dengan orang lain. Anak-anak ketika
dilahirkan tidak memiliki moral (imoral). Tetapi dalam dirinya terdapat potensi
yang siap untuk dikembangkan. Karena itu, melalui pengalamannya berinteraksi
dengan orang lain (dengan orang tua, saudara dan teman sebaya), anak belajar
memahami tentang perilaku mana yang baik, yang boleh dikerjakan dan tingkah
laku mana yang buruk, yang tidak boleh dikerjakan.
2.4 peranan keluarga
Keluarga adalah institusi pertama yang melakukan pendidikan
dan pembinaan terhadap anak (generasi). Disanalah pertama kali dasar-dasar
kepribadian anak dibangun. Anak dibimbing bagaimana ia mengenal Penciptanya
agar kelak ia hanya mengabdi kepada Sang Pencipta Allah SWT. Demikian pula
dengan pengajaran perilaku dan budi pekerti anak yang didapatkan dari sikap
keseharian orangtua ketika bergaul dengan mereka. Bagaimana ia diajarkan untuk
memilih kalimat-kalimat yang baik, sikap sopan santun, kasih sayang terhadap saudara
dan orang lain. Mereka diajarkan untuk memilih cara yang benar ketika memenuhi
kebutuhan hidup dan memilih barang halal yang akan mereka gunakan.
Kesimpulannya, potensi dasar untuk membentuk generasi berkualitas dipersiapkan
oleh keluarga.
Keluarga dalam hal ini adalah aktor yang
sangat menentukan
terhadap
masa depan perkembangan anak. Dari pihak keluarga perkembangan
pendidikan sudah dimulai semenjak masih dalam kandungan. Anak yang belum
lahir sebenarnya sudah bisa menangkap dan merespons apa-apa yang
dikerjakan oleh orang tuanya, terutama kaum ibu.
Tidak heran kemudian apabila anak yang dibesarkan dalam
situasi dan
kondisi yang kurang membaik semasa masih dalam kandungan berpengaruh terhadap kecerdasan anak ketika lahir.
Dengan demikian, pihak keluarga
sejatinya banyak mengetahui
perkembangan-perkembangan anak. Pada saat anak masih dalam kandungan,
pihak orang tua harus lebih memperbanyak perkataan, perbuatan, dan
tindakan-tindakan yang lebih edukatif.
Ketika anak itu sudah lahir, maka
tantangan terberat adalah
bagaimana
orang tua dapat mengasihi dan menyayangi anak sesuai dengan dunianya.
Poin yang kedua ini ketika anak-anak (usia bayi hingga dua tahun)
mempunyai tahap perkembangan yang cukup potensial. Anak-anak mempunyai
imajinasi dengan dunianya yang bisa membuahkan kreativitas dan
produktivitas pada masa depannya. Tapi, pada fase-fase tertentu banyak
orang
tua tidak memberikan kebebasan untuk berekspresi, bermain, dan
bertingkah laku
sesuai
dengan imajinasinya. Banyak orang tua yang terjebak pada pembuatan
peraturan yang ketat. Ini memang tujuannya untuk kebaikan anak.
Pengekangan dan pengarahan menurut orang
tua tidak baik
untuk memompa
kecerdasan dan kreativitas anak. Bahkan, malah berakibat sebaliknya,
yakni anak-anak akan kehilangan dunianya sehingga daya kreativitas anak
dipasung dan dipaksa masuk dalam dunia orang tua. Paradigma semacam
inilah yang sejatinya diubah oleh pihak orang tua dalam proses
pendidikan anak usia dini.
Menarik salah satu pernyataan seorang
pujangga Lebanon,
Kahlil Gibran (1883). "Anak kita bukanlah kita, pun bukan orang lain. Ia
adalah ia. Dan hidup di zaman yang berbeda dengan kita. Karena itu,
memerlukan sesuatu yang lain dengan yang kita butuhkan. Kita hanya boleh
memberi rambu-rambu penentu jalan dan menemaninya ikut menyeberangi
jalan.
Kita bisa memberikan kasih sayang, tapi bukan pendirian. Dan sungguh pun
mereka bersamamu, tapi bukan milikmu.
Pernyataan tersebut cukup tepat untuk
mewakili siapa
sebenarnya
anak-anak kita dan bagaimana seharusnya kita berbuat yang terbaik
untuknya. Untuk itu pernyataan di atas sejatinya dijadikan referensi
dalam memandang anak-anak oleh keluarga, terutama orang tua, yang ingin
menjadikan anaknya berkembang secara kreatif, dinamis, dan
produktif.
Keluarga yang selama ini masih cenderung
kaku dalam mendidik
anaknya
pada masa kecil sejatinya diubah pada pola yang lebih bebas. Anak adalah
dunia bermain. Dunia anak adalah dunia di mana keliaran imajinasi terus
mengalir deras.
Anak sudah mempunyai dunianya tersendiri
yang beda dengan
orang
dewasa. Hanya dengan kebebasan bukan pengerangkengan anak-anak akan bisa
memfungsikan keliaran dan kreativitasnya secara lebih produktif. Hanya
dengan dunianya anak-anak akan mampu mengaktualisasikan segenap potensi
yang ada dalam dirinya.
Oleh karena begitu besarnya peranan orang tua dalam
perkembangan anak maka orang tua dituntut untuk dapat memahami pola-pola
perkembangan anak sehingga mereka dapat mengarahkan anak sesuai dengan masa
perkembangan anak tersebut. Selanjutnya orangtua berkewajiban untuk menciptakan
situasi dan kondisi yang memadai untuk menunjang perkembangan anak-anaknya.
Dengan tercapainya perkembangan anak kearah yang sempurna maka akan terciptanya
keluarga yang sejahtera. Menurut Siregar dalm makalahnya 2 agustus 1996 pada
seminar hari anak Indonesia di Bandung mengemukakan tentang keluarga sejahtera
yaitu bahwa keluarga sejahtera selalu didambakan setiap individu. Tujuan utama
dari keluarga sejahtera adalah keluarga hendaknya merupakan wadah pengembangan
anak seoptimal mungkin, sehingga mereka berkembang menjadi pribadi dewasa yang
penuh tanggung jawab dan matang dikemudian hari.
2.5 Menumbuhkan Kecerdasan Anak Usia Dini
Seorang anak yang baru lahir, ia masih berada dalam keadaan
lemah, naluri dan fungsi-fungsi fisik maupun psikisnya belum berkembang dengan
sempurna. Namun secara pasti berangsur-angsur anak akan terus belajar dengan
lingkungannya yang baru dan dengan alat inderanya, baik itu melalui
pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan mapun pengecapan. Anak
berkemungkinan besar untuk berkembang dan menyesuaikan diri dengan lingkungan
sosialnya. Bahkan anak bisa meningkat pada taraf perkembangan tertinggi pada
usia kedewasaannya sehingga ia mampu tampil sebagai pionir dalam mengendalikan
alam sekitar. Hal ini karena anak memiliki potensi yang telah ada dalam
dirinya.
Hal yang dibutuhkan anak agar tumbuh menjadi anak yang
cerdas adalah adanya upaya-upaya pendidikan sepertiu terciptanya lingkungan
belajar yang kondusif, memotivasi anak untuk belajar, dan bimbingan serta
arahan kearah perkembangan yang optimal. Dengan begitu menumbuhkan kecerdasan
anak yaitu mengaktualisasikan potensi yang ada dalam diri anak. Sebab jika
potensi kecerdasannya tidak dibimbing dan diarahkan dengan
rangsangan-rangsangan intelektual, maka walaupun dia memiliki bakat jenius
aakan tidak ada artinya sama sekali. Sebaliknya jika seorang anak yang memiliki
kecerdasan rata-rata atau normal bila didukung lingkungan yang kondusif maka ia
akan dapat tumbuh menjadi anak yang cerdas diatas rata-rata atau superior. Hal
ini berarti lingkungan memegang peranan penting bagi pendidikan anak selain
bakat yang telah dimiliki oleh anak itu sendiri.
2.6 Karakteristik Belajar Anak
Menurut konsep PAUD yang sebenarnya, anak-anak seharusnya
dikondisikan dalam suasana belajar aktif, kreatif, dan menyenangkan lewat
berbagai permainan. Dengan demikian, kebutuhannya akan rasa aman dan nyaman
tetap terpenuhi. Kalaupun kepada siswa SD kelas awal ingin diajarkan konsep
berhitung, contohnya, pilihlah sarana pembelajaran melalui nyanyian atau cara
lain yang mudah dipahami dan menyenangkan.
Hanya saja, meski sama-sama melalui cara yang menyenangkan,
tujuan pendidikan anak usia prasekolah berbeda dari pendidikan anak usia
sekolah dasar awal. Kalau pendidikan bagi anak usia prasekolah bertujuan
mengoptimalkan tumbuh kembang anak, maka konsep pendidikan di awal sekolah
dasar bertujuan mengarahkan anak agar dapat mengikuti tahapan-tahapan
pendidikan sesuai jenjangnya. Selain tentu saja untuk mengembangkan berbagai
kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan guna mengoptimalkan kecerdasannya.
Proses pembelajaran kepada anak harus sesuai dengan konsep
pendidikan anak usia dini. Mengajarkan konsep membaca dan berhitung, contohnya,
haruslah dengan cara yang menarik dan bisa dinikmati anak. Yang tidak
kalah penting, selama proses belajar, jadikan anak sebagai pusatnya dan
bukannya guru yang mendominasi kelas. Dalam pelaksanaannya, inilah yang disebut
CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif). Jadi bukannya "CBSA" yang kerap
diplesetkan sebagai "Catat Buku Sampai Abis".
Sementara pendidikan usia dini yang diberikan dalam keluarga
juga harus berpijak pada konsep PAUD. Artinya, pola asuh yang diterapkan orang
tua hendaknya cukup memberi kebebasan kepada anak untuk mengembangkan aneka
keterampilan dan kemandiriannya. Ingat, porsi waktu terbesar yang dimiliki anak
adalah bersama keluarganya dan bukan di sekolah.
2.7 Program Pendidikan Bagi Anak Usia Dini
Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1992 tentang pendidikan
pra-sekolah, pasal 4 ayat (1) disebutkan bahwa “bentuk satuan pendidikan
pra-sekolah meliputi Taman Kanak-kanak, Kelompok Bermain dan Penitipan Anak
serta bentuk lain yang diterapkan oleh Menteri.
Kelompok Bermain
Pendidikan dini bagi anak-anak usia pra-sekolah (3-6 tahun)
merupakan hal yang penting, karena pada usia ini merupakan masa membentuk
dasar-dasar kepribadian manusia, kemampuan berfikir, kecerdasan, keterampilan
serta kemandirian maupun kemampuan bersosialisasi. Pada dasarnya dunia anak adalah
dunia fundamental dari perkembangan manusia menuju manusia dewasa yang
sempurna. Disadari bahwa generasi merupakan generasi penerus yang perlu dibina
sejak dini, karenanya pembinaan sejak dini merupakan tanggung jawab keluarga
dan masyarakat. Pembinaan anak usia pra-sekolah terutama peranan keluarga
sangat menentukan.
Menurut Peraturan Pemerintah No 27 tahun 1990 tentang
pendidikan pra-sekolah, Kelompok Bermain adalah salah satu bentuk usaha
kesejahteraan anak dengan mengutamakan kegiatan bermain, yang juga
menyelenggarakan pendidikan pra-sekolah bagi anak usia 3 tahun sampai memasuki
pendidikan dasar.
Selama tahun pra-sekolah, taman kanak-kanak, pusat penitipan
anak-anak dan kelompok bermain semuanya menekankan permainan yang memakai
mainan. Akibatnya baik sendiri atau berkelompok mainan merupakan unsure yang
penting dari aktivitas bermain anak. Bermain dengan teman-teman sebayanya, anak
dirangsang dalam kemampuan mental seperti kecerdasan, kreativitas, kemampuan
sosial yang sangat bermanfaat pada masa kini dan masa yang akan datang.
Kegiatan bermain memiliki arti positif terhadap perkembangan sosial anak.
Seperti yang dikemukakan oleh Zulkifli bahwa dengan berman mereka lebih banyak
mengenal benda-benda yang berguna bagi perkembangan sosialnya. Hal ini dapat
terlihat dengan mengenal benda seperti mobil dapat mengembangkan rasa sosial
anak dimana benda tersebut dapat membantu orang lain eprgi kesuatu tempat
tertentu. Secara lebih jauh dapat dilihat dengan adanya perkembangan teknologi
menunjukan makin menariknya teknis dan permainan elektronik bagi anak yang
ditunjang oleh situasi dan kondisi dimana anak-anak sulit mendapat teman sebaya
untuk bersosialisasi sehingga anak dapat menonton atau bermain sendiri tanpa
memerlukan oranglain.
BAB III KESIMPULAN
Seorang anak yang baru lahir, ia masih berada dalam keadaan
lemah, naluri dan fungsi-fungsi fisik maupun psikisnya belum berkembang dengan
sempurna. Hal yang dibutuhkan anak agar tumbuh menjadi anak yang cerdas adalah
adanya upaya-upaya pendidikan sepertiu terciptanya lingkungan belajar yang
kondusif, memotivasi anak untuk belajar, dan bimbingan serta arahan kearah
perkembangan yang optimal. Dengan begitu menumbuhkan kecerdasan anak yaitu
mengaktualisasikan potensi yang ada dalam diri anak.
Masa usia dini merupakan Periode emas yang merupakan periode
kritis bagi anak, dimana perkembangan yang diperoleh pada periode ini sangat
berpengaruh terhadap perkembangan periode berikutnya hingga masa dewasa.
Sementara masa emas ini hanya datang sekali, sehingga apabila terlewat
berarti habislah peluangnya. Untuk itu pendidikan untuk usia dini dalam
bentuk pemberian rangsangan-rangsangan (stimulasi) dari lingkungan
terdekat sangat diperlukan untuk mengoptimalkan kemampuan anak.
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk
penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah
pertumbuhan dan perkembangan
fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan
emosi, kecerdasan spiritual), sosio
emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi,
sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia
dini.
Ditinjau dari psikologi perkembangan, usia 6-8 tahun memang
masih berada dalam rentang usia 0-8 tahun. Itu berarti pendidikan yang
diberikan dalam keluarga maupun di lembaga pendidikan formal haruslah kental
dengan nuansa pendidikan anak usia dini, yakni dengan mengutamakan konsep
belajar melalui bermain.
DAFTAR
PUSTAKA
M. Taqiyuddin. (2005). Pendidikan Untuk semua (Dasar dan
Falsafah Pendidikan Luar Sekolah). Cirebon: STAIN Cirebon Press.
Purwanto. Ngalim. (2006). Ilmu pendidikan teoretis dan
praktis. Bandung: Rosda
Gunawan, Ari. (1995). Kebijakan-kebijakan Pendidikan.
Jakarta: PT. Rhineka Cipta
Tilaar. (1992). Manajemen Pendidikan Nasional.
Bandung: Rosda
Latif, Abdul. (2007). Pendidikan Berbasis Nilai
Kemasyarakatan. Bandung: Reflika Aditama
Nurihsan, Juntika, 2007. Perkembangan Peserta Didik,
Bandung : Sekolah Pasca Sarjana UPI
http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_anak_usia_dini
http://qeeasyifa.multiply.com/journal/item/61/MEMAHAMI_PENDIDIKAN_ANAK_USIA_DINI
http://www.tabloid-nakita.com/artikel2.php3?edisi=07327&rubrik=topas
http://eldiina.com/index.php?option=com_content&task=view&id=29&Itemid=1
www.akhmadsudrajat.wordpress.com
0 Kommentare on Makalah Pendidikan Anak Usia Dini :
Silahkan berkomentar yang baik dan Jangan Spam !