MAKALAH | PENDIDIKAN | AGAMA | APLIKASI HP | TIPS AND TRIK | CERITA | CONTOH | DOWNLOAD GRATIS

FIQIH MUAMALAH

Fiqih Mumalah adalah pengetahuan tentang kegiatan atau transaksi yang berdasarkan hukum-hukum syariat, mengenai perilaku manusia dalam kehidupannya yang diperoleh dari dalil-dalil islam secara rinci. Ruang lingkup fiqih muamalah adalh seluruh kegiatan muamalah manusia berdasarkan hokum-hukum islam yang berupa peraturan-peraturan yang berisi perintah atau larangan seperti wajib,sunnah,haram,makruh dan mubah.hokum-hukum fiqih terdiri dari hokum-hukum yang menyangkut urusan ibadah dalam kaitannya dengan hubungan vertical antara manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan manusia lainnya.
Ruang lingkup fiqih muamalah mencakup segala aspek kehidupan manusia, seperti social,ekonomi,politik hokum dan sebagainya. Aspek ekonomi dalam kajian fiqih sering disebut dalam bahasa arab dengan istilah iqtishady, yang artinya adalah suatu cara bagaimana manusia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan membuat pilihan di antara berbagai pemakaian atas alat pemuas kebutuhan yang ada, sehingga kebutuhan manusia yang tidak terbatas dapat dipenuhi oleh alat pemuas kebutuhan yang terbatas.
Sumber-sumber fiqih secara umum berasal dari dua sumber utama, yaitu dalil naqly yang berupa Al-Quran dan Al-Hadits, dan dalil Aqly yang berupa akal (ijtihad). Penerapan sumber fiqih islam ke dalam tiga sumber, yaitu Al-Quran, Al-Hadits,dan ijtihad.

 Al-Quran
Al-Quran adalah kitab Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW dengan bahasa arab yang memiliki tujuan kebaikan dan perbaikan manusia, yang berlaku di dunia dan akhirat. Al-Quran merupakan referensi utama umat islam, termasuk di dalamnya masalah hokum dan perundang-undangan.sebagai sumber hukum yang utama,Al-Quran dijadikan patokan pertama oleh umat islam dalam menemukan dan menarik hukum suatu perkara dalam kehidupan.
 Al-Hadits
Al-Hadits adalah segala yang disandarkan kepada Rasulullah SAW, baik berupa perkataan,perbuatan,maupun ketetapan. Al-Hadits merupakan sumber fiqih kedua setelah Al-Quran yang berlaku dan mengikat bagi umat islam.
 Ijma’ dan Qiyas
Ijma’ adalah kesepakatan mujtahid terhadap suatu hukum syar’i dalam suatu masa setelah wafatnya Rasulullah SAW. Suatu hukum syar’i agar bisa dikatakan sebagai ijma’, maka penetapan kesepakatan tersebut harus dilakukan oleh semua mujtahid, walau ada pendapat lain yang menyatakan bahwa ijma’ bisa dibentuk hanya dengan kesepakatan mayoritas mujtahid saja. Sedangkan qiyas adalah kiat untuk menetapkan hukum pada kasus baru yang tidak terdapat dalam nash (Al-Qur’an maupun Al-Hadist), dengan cara menyamakan pada kasus baru yang sudah terdapat dalam nash.
 PRINSIP DASAR FIQIH MUAMALAH
Sebagai sistem kehidupan, Islam memberikan warna dalam setiap dimensi kehidupan manusia, tak terkecuali dunia ekonomi. Sistem Islam ini berusaha mendialektikkan nilai-nilai ekonomi dengan nilai akidah atau pun etika. Artinya, kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh manusia dibangun dengan dialektika nilai materialisme dan spiritualisme. Kegiatan ekonomi yang dilakukan tidak hanya berbasis nilai materi, akan tetapi terdapat sandaran transendental di dalamnya, sehingga akan bernilai ibadah. Selain itu, konsep dasar Islam dalam kegiatan muamalah (ekonomi) juga sangat konsen terhadap nilai-nilai humanisme. Di antara kaidah dasar fiqh muamalah adalah sebagai berikut :
 Hukum asal dalam muamalat adalah mubah
 Konsentrasi Fiqih Muamalah untuk mewujudkan kemaslahatan
 Menetapkan harga yang kompetitif
 Meninggalkan intervensi yang dilarang
 Menghindari eksploitasi
 Memberikan toleransi
 Tabligh, siddhiq, fathonah amanah sesuai sifat Rasulullah
 KAIDAH FIQIH DALAM TRANSAKSI EKONOMI (MUAMALAH)
Kegiatan ekonomi merupakan salah satu dari aspek muamalah dari sistem Islam, sehingga kaidah fiqih yang digunakan dalam mengidentifikasi transaksi-transaksi ekonomi juga menggunakan kaidah fiqih muamalah. Kaidah fiqih muamalah adalah “al ashlu fil mua’malati al ibahah hatta yadullu ad daliilu ala tahrimiha” (hukum asal dalam urusan muamalah adalah boleh, kecuali ada dalil yang mengharamkannya). Ini berarti bahwa semua hal yang berhubungan dengan muamalah yang tidak ada ketentuan baik larangan maupun anjuran yang ada di dalam dalil Islam (Al-Qur’an maupun Al-Hadist), maka hal tersebut adalah diperbolehkan dalam Islam.
Kaidah fiqih dalam muamalah di atas memberikan arti bahwa dalam kegiatan muamalah yang notabene urusan ke-dunia-an, manusia diberikan kebebasan sebebas-bebasnya untuk melakukan apa saja yang bisa memberikan manfaat kepada dirinya sendiri, sesamanya dan lingkungannya, selama hal tersebut tidak ada ketentuan yang melarangnya. Kaidah ini didasarkan pada Hadist Rasulullah yang berbunyi: “antum a’alamu bi ‘umurid dunyakum” (kamu lebih tahu atas urusan duniamu). Bahwa dalam urusan kehidupan dunia yang penuh dengan perubahan atas ruang dan waktu, Islam memberikan kebebasan mutlak kepada manusia untuk menentukan jalan hidupnya, tanpa memberikan aturan-aturan kaku yang bersifat dogmatis. Hal ini memberikan dampak bahwa Islam menjunjung tinggi asas kreativitas pada umatnya untuk bisa mengembangkan potensinya dalam mengelola kehidupan ini, khususnya berkenaan dengan fungsi manusia sebagai khalifatul-Llah fil ‘ardlh (wakil Allah di bumi).
Efek yang timbul dari kaidah fiqih muamalah di atas adalah adanya ruang lingkup yang sangat luas dalam penetapan hukum-hukum muamalah, termasuk juga hukum ekonomi. Ini berarti suatu transaksi baru yang muncul dalam fenomena kontemporer yang dalam sejarah Islam belum ada/dikenal, maka transaksi tersebut “dianggap” diperbolehkan, selama transaksi tersebut tidak melanggar prinsip-prinsip yang dilarang dalam Islam. Sedangkan transaksi-transaksi yang dilarang dalam Islam adalah transaksi yang disebabkan oleh faktor:
 Haram zatnya
Di dalam Fiqih Muamalah, terdapat aturan yang jelas dan tegas mengenai obyek transaksi yang diharamkan, seperti minuman keras, daging babi, dan sebagainya. Oleh karena itu melakukan transaksi yang berhubungan dengan obyek yang diharamkan tersebut juga diharamkan. Hal ini sesuai dengan kaidah fiqih: “ma haruma fi’luhu haruma tholabuhu” (setiap apa yang diharamkan atas obyeknya, maka diharamkan pula atas usaha dalam mendapatkannya). Kaidah ini juga memberikan dampak bahwa setiap obyek haram yang didapatkan dengan cara yang baik/halal, maka tidak akan merubah obyek haram tersebut menjadi halal.
 Haram selain zatnya
Beberapa transaksi yang dilarang dalam Islam yang disebabkan oleh cara bertransaksi-nya yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip muamalah, yaitu: tadlis (penipuan), ikhtikar (rekayasa pasar dalam supply), bai’ najasy (rekayasa pasar dalam demand), taghrir (ketidakpastian), dan riba (tambahan).
 Tidak sah
Segala macam transaksi yang tidak sah/lengkap akadnya, maka transaksi itu dilarang dalam Islam. Ketidaksah/lengkapan suatu transaksi bisa disebabkan oleh: rukun (terdiri dari pelaku, objek, dan ijab kabul) dan syaratnya tidak terpenuhi, terjadi ta’alluq (dua akad yang saling berkaitan), atau terjadi two in one (dua akad sekaligus). Ta’alluq terjadi bila kita dihadapkan pada dua akad yang saling dikaitkan, di mana berlakunya akad pertama tergantung pada akad kedua. Yang seperti ini, terjadi bila suatu transaksi diwadahi oleh dua akad sekaligus sehingga terjadi ketidakpastian (grarar) akad mana yang harus digunakan.maka transaksi ini dianggap tidak sah.
 KONSEP AQAD FIQIH EKONOMI (MUAMALAH)
Setiap kegiatan usaha yang dilakukan manusia pada hakekatnya adalah kumpulan transaksi-transaksi ekonomi yang mengikuti suatu tatanan tertentu. Dalam Islam, transaksi utama dalam kegiatan usaha adalah transaksi riil yang menyangkut suatu obyek tertentu, baik obyek berupa barang ataupun jasa. kegiatan usaha jasa yang timbul karena manusia menginginkan sesuatu yang tidak bisa atau tidak mau dilakukannya sesuai dengan fitrahnya manusia harus berusaha mengadakan kerjasama di antara mereka. Kerjasama dalam usaha yang sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah pada dasarnya dapat dikelompokkan ke dalam:
 Bekerja sama dalam kegiatan usaha, dalam hal ini salah satu pihak dapat menjadi pemberi pembiayaan dimana atas manfaat yang diperoleh yang timbul dari pembiayaan tersebut dapat dilakukan bagi hasil. Kerjasama ini dapat berupa pembiayaan usaha 100% melalui akad mudharaba maupun pembiayaan usaha bersama melalui akad musyaraka.
 Kerjasama dalam perdagangan, di mana untuk meningkatkan perdagangan dapat diberikan fasilitas-fasilitas tertentu dalam pembayaran maupun penyerahan obyek. Karena pihak yang mendapat fasilitas akan memperoleh manfaat, maka pihak pemberi fasilitas berhak untuk mendapatjan bagi hasil (keuntungan) yang dapat berbentuk harga yang berbeda dengan harga tunai.
 Kerja sama dalam penyewaan asset dimana obyek transaksi adalah manfaat dari penggunaan asset.
Kegiatan hubungan manusia dengan manusia (muamalah) dalam bidang ekonomi menurut Syariah harus memenuhi rukun dan syarat tertentu. Rukun adalah sesuatu yang wajib ada dan menjadi dasar terjadinya sesuatu, yang secara bersama-sama akan mengakibatkan keabsahan. Rukun transaksi ekonomi Syariah adalah:
1. Adanya pihak-pihak yang melakukan transaksi, misalnya penjual dan pembeli, penyewa dan pemberi sewa, pemberi jasa dan penerima jasa.
2. Adanya barang (maal) atau jasa (amal) yang menjadi obyek transaksi.
3. Adanya kesepakatan bersama dalam bentuk kesepakatan menyerahkan (ijab) bersama dengan kesepakatan menerima (kabul).
Disamping itu harus pula dipenuhi syarat atau segala sesuatu yang keberadaannya menjadi pelengkap dari rukun yang bersangkutan. Contohnya syarat pihak yang melakukan transaksi adalah cakap hukum, syarat obyek transaksi adalah spesifik atau tertentu, jelas sifat-sifatnya, jelas ukurannya, bermanfaat dan jelas nilainya.
Obyek transaksi menurut Syariah dapat meliputi barang (maal) atau jasa, bahkan jasa dapat juga termasuk jasa dari pemanfaatan binatang. Pada prinsipnya obyek transaksi dapat dibedakan kedalam:
1. obyek yang sudah pasti (ayn), yaitu obyek yang sudah jelas keberadaannya atau segera dapat diperoleh manfaatnya.
2. obyek yang masih merupakan kewajiban (dayn), yaitu obyek yang timbul akibat suatu transaksi yang tidak tunai.
Secara garis besar aqad dalam fiqih muamalah adalah sebagai berikut :
1. aqad mudharaba
Ikatan atau aqad Mudharaba pada hakekatnya adalah ikatan penggabungan atau pencampuran berupa hubungan kerjasama antara Pemilik Usaha dengan Pemilik Harta
2. aqad musyarakah
Ikatan atau aqad Musyaraka pada hakekatnya adalah ikatan penggabungan atau pencampuran antara para pihak yang bersama-sama menjadi Pemilik Usaha,
3. aqad perdagangan
Aqad Fasilitas Perdagangan, perjanjian pertukaran yang bersifat keuangan atas suatu transaksi jual-beli dimana salah satu pihak memberikan fasilitas penundaan pembayaran atau penyerahan obyek sehingga pembayaran atau penyerahan tersebut tidak dilakukan secara tunai atau seketika pada saat transaksi.
4. aqad ijarah
Aqad Ijara, adalah aqad pemberian hak untuk memanfaatkan Obyek melalui penguasaan sementara atau peminjaman Obyek dgn Manfaat tertentu dengan membayar imbalan kepada pemilik Obyek. Ijara mirip dengan leasing namun tidak sepenuhnya sama dengan leasing, karena Ijara dilandasi adanya perpindahan manfaat tetapi tidak terjadi perpindahan kepemilikan.
Dari berbagai penjelasan di atas, maka dapat ditarik sebuah kesimpulan dahwa Fiqih Muamalah merupakan ilmu yang mempelajari segala perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan tujuan memperoleh falah (kedamaian dan kesejahteraan dunia akhirat). Perilaku manusia di sini berkaitan dengan landasan-landasan syariah sebagai rujukan berperilaku dan kecenderungan-kecenderungan dari fitrah manusia. Kedua hal tersebut berinteraksi dengan porsinya masing-masing sehingga terbentuk sebuah mekanisme ekonomi (muamalah) yang khas dengan dasar-dasar nilai ilahiyah.
Silahkan dibagikan keteman Via


Artikel Terkait :

0 Kommentare on FIQIH MUAMALAH :

Silahkan berkomentar yang baik dan Jangan Spam !

Pengikut


Google+