PENGERTIAN ASURANSI
Kata asuransi bersal dari bahasa inggris, insurance[1], yang dalam bahasa Indonesia telah menjadi bahasa popular dan diadopsi dalam Kamus Besar Indonesia dengan padanan kata “pertanggungan”.[2] Dalam bahasa belanda disebut dengan istilah assurantie (asuransi) dan verzekering (pertanggungan)[3].
Dalam
Ensiklopedi Hukum Islam asuransi adalah transaksi perjanjian anatara
dua pihak, pihak yang satu bekewajiban membayar iuran dan pihak yang
lain berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran
jika terjadi sesuatu yang menimpa pihak pertama sesuai dengan perjanjian
yang dibuat.[4]
Muhammad
Musledhuddin mendefinisikan asuransi sebagai suatu persediaan yang
disiapkan oleh sekelompok orang, yang dapat tertimpa kerugian, guna
menghadapi kejadian yang tidak diramalkan, sehingga kerugian tersebut
menimpa salah seorang diantara mereka maka beban kerugian tersebut akan
disebarluaskan keseluruh kelompok.[5]
Wirjono
Prodjodikoro memakanai asuransi sebagai suatu persetujuan dimnana
pihak yang menjamin berjanji kepada pihak yang dijamin, untuk menerima
sejumlah uang premi sebagai pengganti kerugian, yang mungkin akan
diderita oleh yang dijamin, karena akibat suatu peristiwa yang belum
jelas.[6]
B. DASAR HUKUMNYA
Mengenai
asuransi pada umumnya, dalam syari’at Islam dikategorikan kedalam
masalah-masalah Ijtihad, sebab tidak ditemukan penjelasan dalam
penjelasan resmi baik Al-Qur’an maupun Al-Hadis, disamping itu para imam
mazhab juga tidak memberikan pendapat tentang ini.
KH.
Ahmad Azhar Basyir, MA. Mengungkapkan bahwa perjanjian asuransi adalah
hal baru belum pernah terjadi pada masa Rasulullah SAW dan para
sahabat serta tabi’in.[7]
Di dunia barat asuransi pertama kali dikenal tahun 1182, waktu itu
orang Yahudi diusir dari Perancis, untuk menjamin resiko barang mereka
yang diangkut keluar lewat laut. Dengan hal demikian jelaslah dasar
hukum perasuransian menurut Islam tentunya hanya dapar menggunakan
metode Ijtihad.
Adapun hasil Ijtihad para ahli hukum Islam tentang hukum asuransi ini dapat di klarifikasikan sebagai berikut:
1. Asuransi dengan segala bentuk perwujudannya dipandang haram menurut ketentuan Hukum Islam.
Adapun
para ahli hukum islam yang berpandangan bahwa asuransi dengan segala
bentuknya haram, antara lain Sayid Sabiq “ringkasnya bahwa persoalan ini
(asuransi) ditinjau dari segi manapun tetap tidak cocok dengan akan
shahih yang dibenarkan syari’at Islam.” Dan juga Abdullah Al-Qalqili,
Muhammad Yusuf Al-Qardhawi. Adapun yang menjadi alasan pokok keharaman
perjanjian asuransi menurut Sayid Sabiq sebagai berikut:[8]
a. Asuransi pada hakikatnya sama/ serupa dengan judi
b. Mengandung unsure tidak jelas dan tidak pasti
c. Mengandung
unsure ekploitasi, karena pemegang polis kalu tidak bisa melanjutkan
pembayaran preminya, bisa hilang/ dikurangi uang premi yang telah
dibayarkan.
d. Premi-premi yang telah dibayarkan oleh para pemegang polis diputar dalam praktik riba (kredit berbunga)
e. Asuransi termasuk akad sharfi, artinya jual beli atau tukar menukar mata uang tidak dengan tuani (cash and carry).
f. Hidup dan mati manusia dijadikan objek bisnis yang berate mendahului takdir Tuhan Yang Maha Kuasa.
2. Asuransi dengan segala bentuknya dapat diterima dalam syari’at Islam
Pendapat
yang mengatakan bahwa asuransi diperbolehkan dalam sayri’at islam
antara lain Abdul Wahab Khallaf, Mustafa Ahmas Zarqa, Muhammad Yusuf
Musa dan Abdurrahman Isa. Adapun alasan asuramsi diperbolehkan antara
lain:[9]
a. Tidak ada nash Al-Qur’an dan Al- Hadis yang melarang asuransi.
b. Ada kesepakatan/ kerelaan kedua belah pihak.
c. Saling menguntungkan kedua belah pihak.
d. Mengandung
kepentingan umum, sebab premi-premi yang terkumpul dapat
diinvestasikan untuk proyek-proyek yang produktif dan membangun.
e. Asuransi
termasuk mudharabah, artinya akad kerjasama bagi hasil antara pemegang
modal dengan pihak perusahaan asuransi yang memutar modal atas dasar
profit and loss sharing.
f. Asuransi merupakan koperasi.
g. Diqiyaskan (analogi) dengan system pension seperti taspen.
3. Asuransi social dibolehkan sedangkan asuransi yang bersifat komersial/ bertentangan dengan syari’at Islam tidak diperbolehkan.
Pendapat
ini dikemukakan oleh Muhammad Abu Zahra yang mana asuransi social
boleh dengan alasan sama dengan pendapat kedua, dan asuransi bersifat
ekonomis tidak dierima dengan alasan pendapat pertama.
4. Asuransi dengan segala jenisnya dipandang syubhat.
Adapun
alasan yang melahirkan pendapat ini disebabkan perjanjian asuransi
tidak ada dinyatakan secara jelas tentang kebolehan dan
ketidakbolehannya di dalam Al-Qur’an maupun Al-Hadis.
C. ASURANSI SOSIAL
Asuransi
social di Indonesia adalah berupa bantuan yang diberikan oleh pihak
pemerintah, sebagai sarana untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat.
Adapun bentuk bantuan yang diberikan oleh pemerintah tersebut berupa
jaminan kepada seseorang atau beberapa orang anggota masyarakat yang
mengalami suatu kerugian dalam memperjuangkan hidup dan kehidupannya.[10]
Adapun cirri-ciri asuransi social sebagai berikut:
a. Yang menyelenggarakan pertanggungan (asuransi, pen) itu biasanya adalah pemerintah
b. Sifat
hubungan pertanggungan itu adalah wajib bagi seluruh anggota
masyarakat atau sebagian anggota tertentu masyarakat (missal, bagi
penumpang kendaraan)
c. Penentuan penggantian kerugian di atur oleh pemerintah dengan peraturan khusus yang dibuat untuk itu.
d. Tujuannya adalah untuk memberikan suatu jaminan social, bukan mencari keuntungan.
Dapat dikemukakan bahwa auransi social ini merupakan jawaban atas UUD 1945, khususnya pasal 33 mengenai kesejahteraan social.
Adapun jenis-jenis asuransi social yang diselenggaraka oleh pemerintah adalah:
a. Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (TASPEN)
Hanya
diperuntukkan untuk Pegawai Negeri Sipil, dimaksudkan untukmemberikan
bekal bagi Pegawai Negeri Sipil dan keluarganya yang telah mengakhiri
masa pengapdiannya (purna bakti) kepada Negara. Adapun saat menerima
uang tersebut pada saat pension dan Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan meninggal dunia sebelum masa pension.
b. Asuransi Angkatan Bersenjata Pepublik Indonesia (ASABRI)
Hanya
diperuntukkan bagi anggota Angkatan Bersenjata Pepublik Indonesia,
baik Angkatan Laut, Angkatan Darat dan Kepolisian, beserta Pegawai
Sipil yang ada dilingkungan Departemen Pertahanan dan Keamanan Republik
Indonesia.
c. Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK)
Diperuntukkan bagi setiap tenaga kerja yang ikut serta atau dipertanggungjawabkan kedalam program ASTEK.
d. Asuransi Kesehatan Pegawai Negeri (ASKES)
Peserta ASKES ini terdiri dari:
1. Pegawai negeri yang masih aktif bertugas
2. Pensiunan pegawai negeri dan purnawirawan angkatan bersenjata Republik Indonesia
3. Anggota
keluarga dari peserta nomor 1 dan2, yaitu suami/ istri dan anak-anak
sah atau anak angkat yang masih berumur di bawah 18 tahun dan belum
kawin
e. Pertanggungan Kecelakaan Penumpang
Pertanggungan
Kecelakaan Penumpang adalah berupa jaminan kepada setiap penumpang
kendaraan umum, yang mana pada waktu pembelian tiket kendaraan tersebut
lazimnya sekaligus membayar iuran wajib.
f. Pertanggungan Kecelakaan Lalu Lintas
Adapun
yang menjadi peserta asuransi Kecelakaan lalu lintas adalah etiap
orang yang mengalami kecelakaan, dan pada waktu terjadi kecelakaan dia
berada diluar kendaraan (bukan penumpang). Adapun yang membayar iuran
adalah pata pemilik kendaraan, dan lazimnya dalam praktik pembayaran
dilakukan saat pengurus Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK)
D. ASURANSI JIWA
Djoko
Prakoso dan I Ketut Murtika mendefinisikan asuransi jiwa ialah semua
perjanjian mengenai pembayaran sejumlah modal atau bunga, yang
didasarkan atas kemungkinan hidup atau mati, dan daripada itu pembayaran
premi atau dua-duanya dengan cara digantungkan pada masa hidupnya atau
meninggalnya seseorang atau lebih.[11]
Makna asuransi jiwa yang dilihat dari beberapa segi yaitu segi jaminan, segi sosial, segi ekonomi, segi finansial.[12]
Dari segi jaminan, asuransi jiwa merupakan asuransi dengan manusia
sebagai kepentingan interest yang diasuransikan berbeda dengan asuransi
kerugian, dengan harta benda sebagai kepentingan yang diasuransikan.
Dan pengertian ini di atas dengan membayar premi setiap tahun atau
selama suatu jangka waktu terbatas, seseorang tertanggung sebagai
imbalan dari premi yang dibayarkan kepada penanggung menerima jaminan
yaitu :
1. Pada hari tua tertanggung akan diberikan sejumlah uang sebagai santunan biaya hidup.
2. Bila tertanggung meninggal dunia, akan diberikan sejumlah uang kepada ahli waris tertanggung sebagai santunan biaya hidup.
3. Bila
tertanggung mengalami kecelakaan fisik, akan diberikan sejumlah uang
santunan biaya hidup bila tertanggung menjadi cacat tetap/ biaya
pengobatan.
Kemudian
dari segi sosial, asuransi dapat diartikan sebagai suatu rencana
sosial yang bertujuan memberikan santunan kepada orang yang menderita
karena ditimpa musibah, yang santunannya diambil dari kontribusi yang
dikumpulkan dari semua pihak yang berpartisipasi dalam rencana sosial
itu.[13]
Sedangkan
dari segi ekonomi, adalah suatu disiplin ilmu tentang usaha manusia
mencari kepuasan guna memenuhi kebutuhan kesejahteraan hidup, dengan
cara berusaha mencapai hasil maksimal dengan pengorbanan minimal, namun
upaya manusia untuk mencari dan memenuhi kebutuhan hidup tidak selalu
berhasil karena setiap upaya maupun perbuatan mengandung resiko. Jadi
pada berhasil karena setiap upaya maupun perbuatan mengandung resiko.
Jadi pada hakekatnya asuransi jiwa merupakan pelimpahan resiko oleh
tertanggung kepada penanggung agar kerugian yang diderita oleh
tertanggung dijamin oleh penanggung.[14]
Segi
finansial, perusahaan asuransi menghimpun dana dari para tertanggung
dalam bentuk premi. Dari dana yang terkumpul itu, sebagian untuk dana
klaim, dan bagian yang lainnya diinvestasikan dalam bentuk deposito,
dalam surat-surat berharga (saham, obligasi) dalam aktiva tetap seperti
kantor, dan rumah untuk disewakan sehingga memperoleh penghasilan.[15]
Bentuk asuransi jiwa ada dua macam: kadang-kadang dengan syarat kematian dan kadang pula dengan syarat kehidupan.
Didalam
asuransi jiwa terdapat unsure riba. Didalam asuransi dengan syarat
kematian disyaratkan bahwa dalam jangka waktu sepuluhtahun nasabah akan
memberikan pembayaran uang sejumlah tertentu. Didalam asuransi dengan
syarat kematian jika yang melakukan akadnya adalah pihak ke tiga, maka
jelas kalau orang lain iti meningga selama jangka waktu tersebut, itu
merupakan keuntungan bagi pihak yang melakukan akad. Dan jika dalam
waktu itu ia tidak meninggal, maka ini adalah keuntungan bagi perusahaan
asuransi.
Bentuk
asuransi dengan syarat kehidupan adalah perusahaan asuransi yang
membayarkan sejumlah uang tertentu apabila nasabah tidak meninggal
selama jangka waktu tertentu, dan perusahaan itu tidak membayarkan
sesuatupun apabila orang itu meninggal dalam jangka waktu ini. Dalam hal
ini, perusahaan mengharapkan agar orang ini meninggal dalam jangka
waktu ini hingga ia tidak mengeluarkan uang sedikitpun.[16]
DAFTAR PUSTAKA
M. Ecol John, Hasan Syadilly, 1990, kamus inggris-Indonesia, Jakarta: Gramedia.
Depdikbuk, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai PUstaka, 1996)
Wirjono prodjodikoro, Hukum Asuransi di Indonesia, (Jakarta: Pemimbing, 1958)
Abdul Azis Dahlan dkk (editor), Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 1996)
Muhammad Muslehuddin, Insurance and Islamic Law, (Terj. Oleh Burhan Wirasubrata), Menggugat Asuransi Modern: mengajukan suatu alternative baru dalam perspektif hukum Islam, (Jakarta: Lentera)
Wirjono prodjodikoro, Hukum Asuransi di Indonesia, (Jakarta: Intermasa, 1987)
Chairuman Pasaribu. Hukum Perjanjian Dalam Islam. (Jakarta: Sinar Grafika, 1996)
Djoko Prakoso dan I Ketut Murtika, SH, Hukum Asuransi Indonesia, (Jakarta: Bina Aksara, 1989)
Santoso Poejosoebroto, Beberapa Aspek Tentang Hukum Pertanggungan Jiwa di Indonesai,,(Jakarta: Bharata, 1969
Murtadha Muthahhari, Pandangan Islam Tentang Asuransi & Riba, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1995)
0 Kommentare on ASURANSI JIWA DAN ASURANSI SOSIAL :
Silahkan berkomentar yang baik dan Jangan Spam !