MAKALAH | PENDIDIKAN | AGAMA | APLIKASI HP | TIPS AND TRIK | CERITA | CONTOH | DOWNLOAD GRATIS

Contoh Penulisan Laporan KKL ( KUnjungan Kerja Lapangan ) / PLP (Praktik Lapangan Pariwisata)

Pada saat kuliah pasti pernah dan sudah tidak asing lagi dengan penulisan laporan, dalam hal ini penulisan laporan praktek kerja lapangan khususnya dibidang kepariwisataan. Laporan ini kadang membuat para mahasiswa keteteran bahkan nilainya jeblok, kenapa bisa begitu, jawabannya adalah pada pelaksanaan praktek kepariwisataan/ Kunjungan wisata para peserta pasti asik berkunjung dan berfoto-foto ria, nah pada saat bikin laporannya bingung apa yang mau dibuat laporannya.
Nah, Berikut ini merupakan contoh penulisan laporan praktek kerja lapangan terutama mengenai praktek kepariwisataan. Semoga bermanfaat dan dapat dipergunakan sebagai referensi penulisan laporannya. Tapi ingat klo mengambil data dari laporan ini jangan lupa ya dibuat daftar pustaka yang berasal dari contoh laporan ini.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb,
Puja dan Puji syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah meridho’i dan memberikan Rahmat serta Karunia-Nya sehingga laporan Praktik Kuliah Pariwisata (PLP) ini dapat diselesaikan. Kegiatan PLP ini dilaksanakan pada 19-26 April 2010 di Pulau Bali dan Yogyakarta.
Laporan PLP ini dibuat untuk memenuhi salah satu mata kuliah yang dilaksanakan di STBA Yapari ABA Bandung bagi para Mahasiswa/I untuk semester VI pada semua jurusan yang ada di STBA Yapari ABA Bandung dengan beban 2 SKS.
Dalam penulisan laporan PLP ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak yang secara langsung dan tidak secara langsung membantu menyelesaikan penulisan laporan PLP ini, dengan segala ketulusan hati penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
  1. Allah SWT yang telah memberikan nikmat sehat dan segala Barokah-Nya
  2. Ketua STBA Yapari ABA Bandung, Drs. H. Mundari Muhada, Dipl. TEFL
  3. Pembantu Ketua  STBA Yapari ABA Bandung, Dr. H. Hobir Abdullah, M.Pd
  4. Pembimbing I  Bapak Drs. H. Moch. Azral dan Pembimbing II, Ibu  Dra. Lina Syawalina yang telah membantu dan mengarahkan saya dalam menyelesaikan laporan PLP ini.
  5. Kepada kedua orang tua Ayah dan Ibu saya yang selalu membantu, mendukung dan mendoakan serta mendidik dan membesarkan saya tiada henti dan tidak ternilai harganya sehingga saya bisa menjadi seperti ini.
  6. Semua keluarga saya yang terus memberikan perhatian dan kepercayaannya
  7. Semua teman-teman mahasiswa di STBA Yapari ABA Bandung yang telah memberikan saran-saran yang diberikan.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan PLP ini jauh dari sempurna tapi Saya akan tetap berusaha untuk membuatnya menjadi mendekati sempurna. Saran dan kritik yang diberikan sangat berharga dalam penyelesaian laporan PLP ini sehiingga menjadi lebih baik dari semua tahapan penulisannya. Terkahir, penulis berharap agar laporan PLP ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca umumnya.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penyelenggaraan PLP
Pelaksanaan kegiatan PLP (Praktik Lapangan Pariwisata) merupakan nama lain dari yang terdahulunya yang disebut sebagai KKL (Kuliah Kerja Lapangan). PLP merupakan program intrakulikuler dan merupakan salah satu mata kuliah yang wajib diambil bagi semua mahasiswa STBA Yapari – ABA Bandung yang setara dengan 2 sks. Pada tahun ini STBA Yapari ABA Bandung kembali menyelenggarakan kegiatan PLP yang diikuti oleh semua mahasiswa semester 6. Pelaksanaan PLP kali ini kembali diadakan ke Bali, pulau Bali dipilih sebagai objek penerapan mata kuliah kepariwisataan yang telah didapat oleh para mahasiswa selama berkuliah.
1.1.1 Tujuan PLP Pariwisata
Pulau Bali merupakan daerah tujuan wisata andalan utama kepariwisataan Indonesia, dan hal ini sudah dikenal diseluruh pelosok Indonesia dan juga terkenal di dunia Internasional. Pelaksanaan PLP ini diharapkan para mahasiswa STBA Yapari ABA Bandung dapat mengambil manfaat dari pelaksanaannya. PLP merupakan salah satu pengalaman belajar bagi para mahasiswa terutama dalam dunia pariwisata dan bagaimana cara menjadi tourist guide. Selain itu PLP bagi para mahasiswa dapat menunjukan peningkatan kemampuan hal-hal lain yaitu:
  1. Memperoleh informasi dan gambaran umum yang lebih jelas mengenai bagaimana mengelola kepariwisataan.
  2. Dapat mengambil hikmah atau manfaat dari perkembangan dunia pariwisata khususnya di Bali terutama bagaimana peran masyarakat dalam menunjang dan berperan dalam kepariwisataan.
  3. Dapat melihat dan menilai sendiri bagaimana dampak negatif dan positif dari pariwisata secara langsung, baik itu dari masyarakat, lingkungan dan lain-lain.
1.1.2 Beroleh Pengetahuan Tentang Pariwisata Bali
Pariwisata Bali telah lama dikenal oleh masyarakat luas baik dari masyarakat internasional dan juga tentunya masyarakat nasional. Bali terkenal dengan keindahan alam dan juga kebudayaan yang beranekaragam. Pulau Bali mempunyai objek wisata yang sangat menarik dan tentunya unik, adat istiadat yang unik dan beranekaragam, upacara keagamaan yang dapat disaksikan setiap ada upacara keagamaan dan hal ini merupakan daya tarik wisatawan yang berkunjung ke Bali.
1.1.3 Aplikasi Pengetahuan Pariwisata
Pengaplikasian pengetahuan pariwisata ini dilakukan setelah para mahasiswa mendapatkan bekal dari mata kuliah kepariwisataan yang telah diberikan oleh STBA Yapari ABA Bandung. Adapun pengaplikasian pengetahuan pariwisata dalam pelaksanaan PLP ini yaitu dari pengetahuan dan pembejaran dari mata kuliah dasar-dasar pariwisata, manajemen, pengantar pariwisata dan lain-lain.
1.1.4 Pelatihan Berbahasa Asing
Untuk pelatihan berbahasa asing dalam kegiatan PLP kali ini adalah dengan diselenggarakan dengan menjadi Tourist Guide. Pelaksanaanya yaitu berada ditengah-tengah atau sesaat setelah mengunjungi objek wisata. Untuk kali ini pelaksanaan pelatihan berbahasa asing yaitu di bus selama perjalanan setelah mengunjungi objek wisatanya dan menuju objek wisata yang lainnya. Untuk mereka yang berasal dari jurusan bahasa asing yaitu Bahasa Inggris menggunkan bahasa Inggris dalam praktik menjadi tourist guide, mereka yang berasal dari jurusan bahasa Jepang menggunakan bahasa Jepang dalam menjadi tourist guide, sedangkan untuk mereka yang dari jurusan bahasa Jerman tentunya menggunakan bahasa Jerman dan untuk mereka yang dari bahasa Prancis sudah pasti menggunakan bahasa Prancis dalam mengaplikasikan dan sekaligus untuk pelatihan bahasa asing. Pembagian objek wisata sudah dilakukan dan dapat diketahui sebelum mereka berangkat ke Bali dan sudah ditentukan mereka menjadi tourist guide pada salah satu objek wisata.
BAB II
PERJALANAN JAWA – BALI P. P
2.1       Perjalanan Berangkat (Keberangkatan)
Berangkat dari kampus itu hari Senin, 19 April 2010 pukul 08.00 pagi tapi sudah berada di kampus pukul 07.00 karena ada arahan yang akan disampaikan. Setelah itu kami berangkat dari Bandung menuju Bali menggunakan bus selama ± 40 jam. Perjalanan panjang kami dilalui dengan beberapa kali pemberhentian dan juga makan siang, malam serta untuk sarapan pemberhentian kami sering dilakukan di rumah makan atau restoran dan pom bensi atau tempat pengisian bahan bakar minyak. Perjalanan kami dari Bandung pertama-tama menuju Losari – Cirebon untuk makan siang dan sholat. Selama makan siang disana suasana PLP riuh dengan peserta yang banyak itu dan membuat suasana menjadi lebih ceria, maklum saja dalam perjalanan pasti mood atau perasaan senang biasanya ada pada saat perjalanan pergi atau keberangkatan.
Kami makan siang kebetulan di rumah makan Kalijaga 2, suasana kekeluargaan ramai mulai dari antri ngambil makan siang sampai duduk bersama-sama pokoknya suasana yang penuh kebersamaan. Setelah makan siang kami melanjutkan perjalanan kami ke tujuan utama yaitu Bali, setelah dari rumah makan Kalijaga di Losari – Cirebon kami menuju kea rah jawa timur tapi kami kembali beristirahat sambil makan malam di rumah makan Salsabila di Jl. Raya Sidorejo Brangsong – Kendal selama perjalanan kami disungguhi pemandangan yang indah berupa pematangan sawah yang luas nan hijau serta pengunungan. Semua peserta turun dari Bus untuk makan malam dan sholat, sayang suasana sepertiya habis hujan jadi jalanannya terlihat becek dan banyak genangan air yang dapat mengotori pakaian kami termaksud sandal dan sepatu para peserta PLP tapi suasana ramai dan juga penuh kebersamaan. Disini kami selain makan malam dan sebagaian dari peserta ada yang mandi (MCK) karena mungkin selama perjalanan gerah rasanya jadi ada yang mandi dan berganti baju karena perjalanan masih panjang.
Setelah makan malam dan sholat kami melanjutkan perjalanan panjang kami, selama perjalanan malam banyak peserta yang sudah terlelap dari tidurnya tapi ada juga yang masih bercengkrama satu sama lain, ditengah-tengah perjalanan kami berhenti sejenak disalah satu tempat pengisian BBM untuk sekedar istirahat dan ke toilet agar fresh kembali, hampir semua peserta PLP turun dari Bus untuk keluar dan beristirahat sejenak, ada yang merokok, berbincang-bincang dengan teman yang berlainan Bus dll.
Setelah melakukan perjalanan malam kami akhirnya tiba dipemberhentian selanjutnya yaitu di ruman makan atau restoran Bromo Asri didaerah Probolinggo. Sesampai disana kami tiba pagi hari yaitu sekitar jam 6 pagi dan sebelum sarapan pagi kami siap semua peserta mandi di MCK yang tersedia dank arena banyaknya peserta jadi untuk mandi pun kami anteri bergantian satu sama lain. Perjalanan kami dilanjutkan kembali setelah selesai sarapan semua peserta kembali ke Bus dan melanjutkan perjalanan ke pelabuhan Ketapang – Banyuwangi. Sepanjang perjalanan kami selalu disuguhi pemandangan yang indah mulai dari pemandangan pematangan sawah, pengunungan sampai tepi laut yang indah. Menjelang siang hari kami berhenti sejenak untuk mengambil makan siang yang sudah dipesan dan dalam bentuk nasi box, setelah berhenti sejenak dan mengambil makan siang kami melanjutkan perjalanan menuju pelabuhan ketapang, sepanjang perjalanan kami melawati hutan yang luas dan sepanjang perjalanan juga banyak tuck besar yang berlalu lalang dijalan tersebut.
Setelah menjelang siang hari akhirnya kami tiba di pelabuhan Ketapang – Banyuwangi dan kami menunggu kapan Ferry yang akan membawa kami membelah lautan menuju pulau Bali tepatnya di pelabuhan Gilimanuk. Didalam kapal Ferry tentu semua peserta PLP keluar dari Bus dan hendak melihat dari sisi-sisi kapal Ferry dan banyak sekali diantara peserta yang mengabadikan moment tersebut melalui kamera digital dan kamere handphonenya. Cuaca selama perjalanan menyebrang sedang tidak bersahabat dan sayang selama penyembrangan kami ditemani oleh hujan sehingga kami tidak bisa menikmati pemandangan laut yang luar biasa indahnya.
Selama perjalanan saya mencoba melukiskan melalui kata-kata pada penyembarangan dari pelabuhan Ketapang – Banyuwangi menuju Pelabuhan Gilimanuk – Bali: Berikut beberapa bait yang tertuang dalam perjalanan yang menyertai kami menuju pulau Bali.
“Menerjang Ombak ditengah hamparan lautan
Menyapu gumparan laut dan menyisihkan pulau
Angin menerjang siap ku lawan
Dengan perintai baja disekeliling
Mampu menahan semua yang menghalang
Gelekar tawa bahagia menyertai hembusan nafas
Senyum merona terukir di wajah
Sesaat Pulau Bali nan merekah indah”
Rahman Faisal ( 20 April 2010)
Setelah 1 jam ditempuh untuk menyebrangi lautan dengan kapal Ferry akhirnya kami tiba di pelabuhan Gilimanuk – Bali dan suasana pun kembali riuh dengan sorak-sorak peserta, ada yang “Akhirnya sampai di Bali”, “Bali I’m Coming” dan lain sebagainya. Sebelum melanjutkan perjalanan menuju hotel tempat kami menginap sesaat sebelum meninggalkan pelabuhan Gilimanuk – Bali kami semua berhenti sejenak untuk pengecekan dll. Perjalanan pun dilanjutkan dari pelabuhan Gilimanuk – Bali menuju Hotel penginapan kami di Goodway Hotels and Resort. Perjalanan kami masih harus ditempuh sampai malam karena jauhnya perjalanan dari pelabuhan ke penginapan kami jadinya kami masih harus menempuh perjalanan panjang lagi. Selama perjalanan kami kembali disuguhi pemandangan di Pulau Bali mulai dari rumah penduduknya hingga keadaan hutan dan jalan yang berkelok-kelok. Menjelang malam kami akhirnya tiba di rumah makan Bumbu Desa Renon Denpasar – Bali.
Menurut saya dari banyaknya rumah makan yang disinggahi rumah makan  Bumbu Desa Renon Denpasar inilah yang paling enak dan sesuai dengan lidah dan cita rasa saya dan suasana kebersamaan kembali terlihat dengan banyaknya peserta dan harus anteri saat mau makan namu penuh keceriaan. Makan malam sudah usai kami kembali melanjutkan perjalanan menuju penginapan kami dan kami kembali melakukan perjalanan yang jauh, dan kira-kira 1-2 jam perjalanan akhirnya kami tiba juga di penginapan kami. Suasana di bus kembali riuh kerena sudah sampai, akan tetapi Hotel tempat kami menginap rupanya jauh dari jalan utama sehingga sulit sekali untuk keluar dari Hotel untuk menikmati udara malam. Akhirnya peserta memutuskan untuk langsung istirahat untuk perjalanan PLP yang diisi hari-hari di Bali dengan mengunjungi berbagai objek wisata disana.
2.2       Perjalanan Pulang (Kepulangan)
Sungguh tidak terasa bahwa perjalanan PLP STBA Yapari ABA Bandung harus diakhir juga walaupun berat juga meninggalkan keindahan dan semua keunikan yang dimiliki Bali. Perjalanan pulang pada PLP kali ini yaitu pada hari sabtu tanggal 24 April 2010 setelah semua para peserta berkumpul dan berada di Bus masing-masing akhirnya kami kembali ke Bandung setelah perjalanan yang indah selama di Bali. Perjalanan diawali dengan meninggalkan Goodway Hotel and Resorts Bali menuju pelabuhan Gilimanuk, selama perjalanan kami disuguhi keindahan alam dan pegunungan serta keadaan alam yang berupa hutan yang rindang dengan pepohonan perjalanan pulang menempuh ± 44 jam karena masih mengunjungi objek wisata lagi di Yogyakarta. Setelah menempuh perjalanan dari hotel menuju pelabuhan Gilimanuk-Bali kami kembali menyembrangi lautan dengan kapal Ferry. Namun keadaan kapal Ferry yang kami tumpangi saat pulang ternyata lebih bagus dan baik  daripada saat perjalanan perginya. Pada saat di kapal tentunya semua peserta keluar dari Busnya masing-masing dan menikmati pemandangan lautan dari luar bus dan sambil menikmati hembusan dan gemuruh ombak. Banyak diantara para peserta kembali mengabadikan momen selama di kapal berupa foto-foto dan saya juga menikmati perjalanan serta melihat nahkoda yang bertugas hari itu.
Sesampai di pelabuhan Ketapang-Banyuwangi kami melanjutkan perjalanan menuju rumah makan Pondok Wina di Banyuwangi untuk makan siang sekaligus untuk sholat Dzuhur sedangkan sholat Ashar di jama. Setelah makan siang kami kembali melanjutkan perjalanan panjang kami kembali ke Bandung dengan Bus, setelah menempuh perjalanan panjang. Ditengah-tengah perjalanan kami berhenti sejenak di tempat pengisian bahan bakar untuk sekedar menghirup udara segar dan untuk buang air kecil dan lain-lain. Perjalanan dilanjutkan kembali menuju probolinggo namun hujan menemani perjalanan kami dan setelah melakukan perjalanan panjang waktu makan malam tiba dan kami telah tiba di rumah makan Bromo Asri yang terletak di Jl. Raya Banjar Sari KM 89.2 Probolinggo. Sesampai di rumah makan Bromo Asri hujan lebat menemani kami dan kami pun makan malam sambil ditemani hujan yang turun.
Perjalanan malam kami dilanjutkan setelah makan malam di Rumah Makan Bromo Asri, suasana di Bus kembali riuh dengan gelak tawa dan canda hal ini munkin karena kondisi dan dalam keadaan yang kenyang jadi lebih meriah. Setelah malam telah larut keadaan Bus kembali sepi dari aktifitas karena mereka sudah mulai mengantuk dan banyak para peserta yang tertidur. Pada tengah malam kami kembali beristirahat disalah satu pengisian bahan bakar untuk beristirahat dan sekedar menghirup udara yang dingin karena malam hari sudah pasti suasananya dingin. Perjalanan kembali dilanjutkan menuju Yogyakarta, kira-kira pukul 05.20 pagi bus kami tiba di rumah makan Ambar Ketawang, untuk sarapan pagi namun hujan kembali menemani kami. Pada saat di  rumah makan Ambar Ketawang banyak para peserta melakukan MCK sambil menunggu sarapan siap, seperti biasa tidak ada yang gratis setalah MCK petugas kebersihan sudah ada dan kami pun sadar bahwa harus membayar.
Sarapan siap dan kami pun mulai sarapan, selama sarapan kami kembali bercengkrama bersama peserta lain saling bertukar informasi serta kesan selam di Bali. Setelah selesai sarapan namun ada bus dari kelompok kami yang belum sampai sehingga 2 bus tersebut lambat datangnya mungkin karena salah jalan atau mengambil arah yang berbeda. Perjalanan kami pun dilanjutkan setelah sarapan selesai, perjalanan berikutnya yaitu menuju pusat oleh-oleh Yogyakarta, saya pun tidak lupa membeli oleh-oleh khas Yogyakarta yaitu bakpia patok dJava dan lain-lain. Perjalanan selanjutnya ialah menuju wisata Malioboro-Yogyakarta, disini saya hanya membeli beberapa barang berupa baju batik untuk ponakan saya yang masih balita dan tidak lupa memberikan baju wanita khusus untuk Ibu saya tercinta. Semua peserta kembali ke Bus masing-masing setelah membeli atau berkeliling malioboro untuk melanjutkan perjalanan. Perjalanan pun dilanjutkat dan kami pun tiba di rumah makan Pringsewu Yogyakarta untuk makan siang, sholat Dzuhur dan Ashar dijama. Perjalanan dilanjutkan menuju candi Borobudur namun ditengah-tengah perjalan bus kembali berhenti untuk sekedar membeli salak pondoh yaitu salak khas Yogyakarta namun kami pun ditemani hujan yang menggurus kami ditempat pembelian salak pondoh. Setelah itu perjalanan dilanjutkan menuju kawasan objek wisata candi Borobudur dan tidak lama kemudian kami pun tiba di kawasan wisata candi Borobudur.
Kami pun tiba di objek wisata candi Borobudur namun sebelum memasuki objek wisata kami diharuskan memiliki tiket terlebih dahulu dan setelah semua peserta berkumpul ditempat masuk objek wisata kami pu dibagikan tiket masuknya dan semua peserta terlihat antusias menikmati keindahan Borobudur. Di Borobudur kami menikmati keindahan alam disekitar dan juga mengabadikan momen-momen tertentu melalui foto-foto dan berkeliling kawasan Borobudur. Namun sungguh disayangkan saat ini Borobudur sudah mengalami renovasi jadi ada beberapa bagian yang sudah tidak asli lagi. Sayangnya perjalanan menikmati objek wisata Borobudur  terlalu singkat sehingga ada rasa kurang puas juga namun keindahan pemandangan disekeliling taman wisata Borobudur.
Setelah menikmati kawasan wisata Borobudur kami pun kembali ke bus untuk melanjutkan perjalanan kembali ke Bali dan objek wisata Borobudur merupakan objek wisata terakhir yang kami kunjungi selama kegiatan PLP STBA Yapari ABA Bandung. Namun jelas kebahagian dan rasa senang senantiasa menemani perjalanan kami. Perjalanan pun dilanjutkan, kali ini kami menuju rumah makan Kebonraja untuk makan malam dan juga merupakan rangkaian teakhir kami bisa makan malam bersama-sama satu kampus khususnya untuk semester 6 mereka yang mengikuti PLP. Kami tiba juga di  rumah makan Kebonraja untuk makan malam dan sekaligus sholat magrib dan untuk sholat isya dijama. Suasana riuh dengan canda tawa dan rona bahagia terpanpang disetiap wajah para peserta PLP walaupun tidak menutup kemungkinan mereka juga sudah lelah dengan menempuh perjalan darat yang panjang. Makan malam selesai dan kami bergegas untuk kembali ke bus dan melanjutkan perjalanan panjang kembali ke Bandung. Suasana kembali sepi karena rata-rata mereka sudah lelah sudah ada sebagian peserta yang terlelap dalam tidurnya. Setelah menempuh perjalanan panjang dan juga melelahkan akhirnya kami tiba juga di Bandung, dan suasana bus kembali riuh dengan kelekar dan canda tawa mereka dan akhirnya kami tiba dengan selamat di Bandung.
BAB III
BALI SEBAGAI DAERAH TUJUAN PARIWISATA (DTP) PLP
3.1       Bali Selayang Pandang
Bali adalah nama salah satu provinsi di Indonesia, dan juga merupakan nama pulau terbesar yang menjadi bagian dari provinsi tersebut. Selain terdiri dari Pulau Bali, wilayah Provinsi Bali juga terdiri dari pulau-pulau yang lebih kecil di sekitarnya, yaitu Pulau Nusa Penida, Pulau Nusa Lembongan, Pulau Nusa Ceningan, dan Pulau Serangan.
Bali terletak di antara Pulau Jawa dan Pulau Lombok. Ibukota provinsinya ialah Denpasar, yang terletak di bagian selatan pulau ini. Mayoritas penduduk Bali adalah pemeluk agama Hindu. Di dunia, Bali terkenal sebagai tujuan pariwisata dengan keunikan berbagai hasil seni-budayanya, khususnya bagi para wisatawan Jepang dan Australia. Bali juga dikenal dengan sebutan Pulau Dewata dan Pulau Seribu Pura.
Penghuni pertama pulau Bali diperkirakan datang pada 3000-2500 SM yang bermigrasi dari Asia. Peninggalan peralatan batu dari masa tersebut ditemukan di desa Cekik yang terletak di bagian barat pulau. Zaman prasejarah kemudian berakhir dengan datangnya ajaran Hindu dan tulisan Sansekerta dari India pada 100 SM. Kebudayaan Bali kemudian mendapat pengaruh kuat kebudayaan India, yang prosesnya semakin cepat setelah abad ke-1 Masehi. Nama Balidwipa (pulau Bali) mulai ditemukan di berbagai prasasti, diantaranya Prasasti Blanjong yang dikeluarkan oleh Sri Kesari Warmadewa pada 913 M dan menyebutkan kata Walidwipa. Diperkirakan sekitar masa inilah sistem irigasi subak untuk penanaman padi mulai dikembangkan. Beberapa tradisi keagamaan dan budaya juga mulai berkembang pada masa itu. Kerajaan Majapahit (1293–1500 AD) yang beragama Hindu dan berpusat di pulau Jawa, pernah mendirikan kerajaan bawahan di Bali sekitar tahun 1343 M. Saat itu hampir seluruh nusantara beragama Hindu, namun seiring datangnya Islam berdirilah kerajaan-kerajaan Islam di nusantara yang antara lain menyebabkan keruntuhan Majapahit. Banyak bangsawan, pendeta, artis, dan masyarakat Hindu lainnya yang ketika itu menyingkir dari Pulau Jawa ke Bali.
Orang Eropa yang pertama kali menemukan Bali ialah Cornelis de Houtman dari Belanda pada 1597, meskipun sebuah kapal Portugis sebelumnya pernah terdampar dekat tanjung Bukit, Jimbaran, pada 1585. Belanda lewat VOC pun mulai melaksanakan penjajahannya di tanah Bali, akan tetapi terus mendapat perlawanan sehingga sampai akhir kekuasaannya posisi mereka di Bali tidaklah sekokoh posisi mereka di Jawa atau Maluku. Bermula dari wilayah utara Bali, semenjak 1840-an kehadiran Belanda telah menjadi permanen, yang awalnya dilakukan dengan mengadu-domba berbagai penguasa Bali yang saling tidak mempercayai satu sama lain. Belanda melakukan serangan besar lewat laut dan darat terhadap daerah Sanur, dan disusul dengan daerah Denpasar. Pihak Bali yang kalah dalam jumlah maupun persenjataan tidak ingin mengalami malu karena menyerah, sehingga menyebabkan terjadinya perang sampai mati atau puputan, yang melibatkan seluruh rakyat baik pria maupun wanita termasuk rajanya. Diperkirakan sebanyak 4.000 orang tewas dalam peristiwa tersebut, meskipun Belanda telah memerintahkan mereka untuk menyerah. Selanjutnya, para gubernur Belanda yang memerintah hanya sedikit saja memberikan pengaruhnya di pulau ini, sehingga pengendalian lokal terhadap agama dan budaya umumnya tidak berubah.
Jepang menduduki Bali selama Perang Dunia II, dan saat itu seorang perwira militer bernama I Gusti Ngurah Rai membentuk pasukan Bali ‘pejuang kemerdekaan’. Menyusul menyerahnya Jepang di Pasifik pada bulan Agustus 1945, Belanda segera kembali ke Indonesia (termasuk Bali) untuk menegakkan kembali pemerintahan kolonialnya layaknya keadaan sebelum perang. Hal ini ditentang oleh pasukan perlawanan Bali yang saat itu menggunakan senjata Jepang.
3.1.1    Letak Geografis
Pulau Bali adalah bagian dari Kepulauan Sunda Kecil sepanjang 153 km dan selebar 112 km sekitar 3,2 km dari Pulau Jawa. Secara astronomis, Bali terletak di 8°25′23″ Lintang Selatan dan 115°14′55″ Lintang Timur yang mebuatnya beriklim tropis seperti bagian Indonesia yang lain. Gunung Agung adalah titik tertinggi di Bali setinggi 3.148 m. Gunung berapi ini terakhir meletus pada Maret 1963. Gunung Batur juga salah satu gunung yang ada di Bali. Sekitar 30.000 tahun yang lalu, Gunung Batur meletus dan menghasilkan bencana yang dahsyat di bumi. Berbeda dengan di bagian utara, bagian selatan Bali adalah dataran rendah yang dialiri sungai-sungai.
Berdasarkan relief dan topografi, di tengah-tengah Pulau Bali terbentang pegunungan yang memanjang dari barat ke timur dan diantara pegunungan tersebut terdapat gugusan gunung berapi yaitu Gunung Batur dan Gunung Agung serta gunung yang tidak berapi yaitu Gunung Merbuk, Gunung Patas, dan Gunung Seraya. Adanya pegunungan tersebut menyebabkan Daerah Bali secara Geografis terbagi menjadi 2 (dua) bagian yang tidak sama yaitu Bali Utara dengan dataran rendah yang sempit dan kurang landai, dan Bali Selatan dengan dataran rendah yang luas dan landai. Kemiringan lahan Pulau Bali terdiri dari lahan datar (0-2%) seluas 122.652 ha, lahan bergelombang (2-15%) seluas 118.339 ha, lahan curam (15-40%) seluas 190.486 ha, dan lahan sangat curam (>40%) seluas 132.189 ha. Provinsi Bali memiliki 4 (empat) buah danau yang berlokasi di daerah pegunungan yaitu : Danau Beratan, Buyan, Tamblingan dan Danau Batur.
Ibu kota Bali adalah Denpasar. Tempat-tempat penting lainnya adalah Ubud sebagai pusat seni terletak di Kabupaten Gianyar; sedangkan Kuta, Sanur, Seminyak, Jimbaran dan Nusa Dua adalah beberapa tempat yang menjadi tujuan pariwisata, baik wisata pantai maupun tempat peristirahatan.
3.1.2.   Keadaan Alam
Luas wilayah Provinsi Bali adalah 5.636,66 km2 atau 0,29% luas wilayah Republik Indonesia. Secara administratif Provinsi Bali terbagi atas 9 kabupaten/kota, 55 kecamatan dan 701 desa/ kelurahan.
Batas wilayah.
Sebelah Utara              : Laut Bali
Sebelah Selatan           : Samudera Indonesia
Sebelah Barat              : Provinsi Jawa Timur
Sebelah Timur             : Provinsi Nusa Tenggara Barat
Daftar kabupaten dan Kota di Bali



1. Kabupaten Badung Badung
2. Kabupaten Bangli Bangli
3. Kabupaten Buleleng Singaraja
4. Kabupaten Gianyar Gianyar
5. Kabupaten Jembrana Negara
6. Kabupaten Karangasem Karangasem
7. Kabupaten Klungkung Klungkung
8. Kabupaten Tabanan Tabanan
9. Kota Denpasar -
3.1.3    Kependudukan
Penduduk Bali kira-kira sejumlah 4 juta jiwa, dengan mayoritas 92,3% menganut agama Hindu. Agama lainnya adalah Buddha, Islam, Protestan, dan Katolik. Selain dari sektor pariwisata, penduduk Bali juga hidup dari pertanian dan perikanan. Sebagian juga memilih menjadi seniman. Bahasa yang digunakan di Bali adalah Bahasa Indonesia, Bali, dan Inggris khususnya bagi yang bekerja di sektor pariwisata. Bahasa Bali dan Bahasa Indonesia adalah bahasa yang paling luas pemakaiannya di Bali, dan sebagaimana penduduk Indonesia lainnya, sebagian besar masyarakat Bali adalah bilingual atau bahkan trilingual. Meskipun terdapat beberapa dialek dalam bahasa Bali, umumnya masyarakat Bali menggunakan sebentuk bahasa Bali pergaulan sebagai pilihan dalam berkomunikasi.
Secara tradisi, penggunaan berbagai dialek bahasa Bali ditentukan berdasarkan sistem catur warna dalam agama Hindu Dharma dan keanggotan klan (istilah Bali: soroh, gotra); meskipun pelaksanaan tradisi tersebut cenderung berkurang. Bahasa Inggris adalah bahasa ketiga (dan bahasa asing utama) bagi banyak masyarakat Bali, yang dipengaruhi oleh kebutuhan yang besar dari industri pariwisata. Para karyawan yang bekerja pada pusat-pusat informasi wisatawan di Bali, seringkali juga memahami beberapa bahasa asing dengan kompetensi yang cukup memadai.
3.2       Bali Sebagai Daerah  Tujuan Pariwisata
Seperti diketahui bahwa Bali merupakan tujuan utama para wisatawan terutama wisatawan dari luar Indonesia atau wisatawan internasional. Pulau Bali memiliki beberapa julukan diantarannya Pulau Dewata, Pulau Nirwana, dan  pulau seribu Kuil. Hampir semua bangunan di Bali, baik dari bangunan rumah, instansi pemerintah semuanya hampir menggunakan arsitektur Bali sehingga menambah kentalnya kesan Bali dan keunikannya.usaha tersebut tidak lain yaitu untuk menarik para wisatawan untuk berkunjung ke Bali sehingga semakin banyak wisatawan berkunjung ke Bali maka pendapatan daerah akan semakin meningkat. Pusat pemasukan anggaran daerah Bali berasal dari dunia kepariwisataannya maka bisa dibayakan jika dunia pariwisata Bali lemah maka pemasukan kas APBD akan semakin kecil.
3.2.1    Modal Dasar Pariwisata Bali
Modal dasar pariwisata Bali yaitu keindahaan dan keunikan alamnya serta kebudayaan yang unik dan beragam sehingga menarik para wisatawa berkunjung. Potensi inilah yang coba diberdayakan oleh pemerintah yang menjadikan Bali sebagai tujuan utama dari kepariwisataan Indonesia walaupn masih banyak objek wisata di Indonesia yang tidak kalah pentingnya, salah satu tetangga terdekatnya adalah Lombok yang sekarang ini sedang dikembangkan pariwisatanya. Selain Bali dan Lombok masih banyak lagi objek wisata yang menarik dan sangat indah jika dikunjungi. Peran pemerintah baik untuk pemerintah daerah maupun pemerintah pusat diharapkan dapat membantu untuk terus mengembangkan kepariwisataan tidak hanya di Bali tapi juga diseluruh Indonesia.
3.2.1    Jenis Daya Tarik Wisata Bali
Bali memiliki keindahan alam, seni budaya serta kehidupan masyarakatnya yang unik yang menjadikan salah satu daya tarik wisata Bali. Hampir semua rumah di Bali memiliki tempat untuk peribadatan dan hal ini juga merupakan keunikan tersendiri yang dimiliki Bali. Bukan hanya keindahan alam yang dimilik Bali tapi kebudayaan tradisionalnya juga sangat menarik salah satunya yaitu tari kecak, tari barong keris, tari pendet, tari wali, tari bebali, tari balih-bailhan serta masih banyak lagi tari-tarian yang berasal dari Bali. Selain itu seni rupa juga menarik perhatian para wisatawan untuk berkunjung ke Bali. Adapun seni rupa yang menarik di Bali diantaranya seni pahat, seni lukis dan seni hias. Untuk seni pahat Bali memiliki berbagai hasil karya terbesarnya salah satu karya yang terkenal adalah GWK (Garuda Wisnu Kencana), namun sampai sekarang masih dalam proses penyelesaian tapi sangat menarik perhatian para wisatawan yang berkunjung ke Bali.
3.2.3    Prospek Pariwisata Bali
Pengembangan pariwisata di Bali mencerminkan adanya hegemoni terhadap desa adat di daerah ini, termasuk kawasan Kuta yang terikat dalam sistem sosial budaya yang dijiwai agama Hindu yang dianut sebagian besar masyarakat Pulau Dewata. “Hegemoni pariwisata terhadap desa adat Kuta sejalan dengan teori sosial kritis, “Modal dasar dari kepariwisataan Bali yaitu budaya dan keadaan alam serta kesenian yang unik” inilah yang menjadikan sebagai dasar pengembangan pariwisata di Bali.
Pemerintah menerapkan otorita sosial dan kepemimpinan terhadap masyarakat, dengan cara merebut persetujuan masyarakat agar menyukseskan pengembangan pariwisata. Hal itu dilakukan mengingat pariwisata menjadi andalan dalam meningkatkan perolehan devisa negara, pendapatan daerah serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat ke arah yang lebih baik.
Dalam pengembangan pariwisata di Indonesia, bertumpu pada keunikan modal budaya masing-masing daerah, sehingga setiap daerah tujuan wisata memiliki ciri khas tersendiri, katanya. Pemprov Bali melalui Peraturan Daerah Nomor 3 tahun 1991 tentang Pariwisata Budaya menetapkan kebudayaan Bali yang dijiwai oleh agama Hindu sebagai modal dalam pengembangan pariwisata. Hingga saat ini pengembangan pariwisata tetap menekankan pada praktik-praktik budaya sebagai salah satu daya tarik paling dominan mendorong wisatawan dalam dan luar negeri berkunjung ke Pulau Dewata.
BAB IV
DESKRIPSI KUNJUNGAN PLP PARIWISATA
4.1       Pendahuluan
Kunjungan PLP tidak hanya mengunjungi beberapa objek wisata saja tapi juga mengunjungi beberapa lembaga yang berperan dalam dunia kepariwisataan di Bali.  Tentu saja peran pemerintah daerah sangatlah signifikan terutama dalam tata kelola dan juga untuk masalah perizinan serta mencari investor yang akan dan mau menanamkan modalnya di Bali.
4.2       Kunjungan Kelembagaan
Kunjungan kelembagaan selama melaksanakan kegiatan PLP STBA Yapari ABA Bandung itu dilaksanakan berkunjung ke DIPARDA Provinsi Bali dan kemudian dilanjutkan keesokannya ke BTDC (Bali Tourism Development Corporation) yang dilanjutkan mengunjungi Monumen Perjuangan Rakat Bali. Tujuan kunjungan ke lembanga ini diperuntukan agar para mahasisa peserta PLP mendapatkan informasi konkrit dari dunia pariwisata dibawah lembaga-lembaga yang dikunjungi sehingga informasi yang didapat itu bisa menjadikan gambaran atau modal dasar para peserta PLP didalam dunia pariwisata.
4.2.1    Kunjungan ke DIPARDA Prov. Bali dilanjutkan ke Monumen Perjuangan Rakyat Bali.
Kunjungan ke DIPARDA Prov. Bali dilaksanakan pada hari ke-3 yaitu Rabu, 21 April 2010 yang terletak di desa Renon kurang lebih 2 km dari Denpasar. Pada kesempatan ini kami diterima oleh kepala sub program Bapak Mahajaya. Jumlah wisatawan yang dating ke Bali pada tahun 2010 sampai bulan april yaitu sejumlah 2,2 juta wisatawan dengan target spending money yaitu 1,5 juta per hari. Pada masa saat ini dan untuk yang akan dating Bali rencananya akan bekerjasama dengan pemerintah Lombok, NTB dalam pengembangan dunia pariwisata. Pada tahun 2010 Bali menjadi salah satu pulau terbaik di dunia (The Island In The World). Pada tahun 2009 dunia pariwisata Bali mengalami penurunan sebanyak 4% namun untuk secara global dunia pariwisata di Indonesia malah mengalami kenaikan yang signifikan yaitu 14%.
Perlu diketahui bahwa hal yang paling sensitive dalam dunia pariwisata adalah masalah keamanan, jika keamanannya baik maka para wisatawan bisa nyaman dan aman saat berkunjung di Bali. Saat terjadi bom Bali baik bom Bali 1 & 2 kepariwisataan di Bali mengalami penurunan oleh karena itu pemerintah daerah berupaya untuk memberikan keamanan dan pelayanan terbaik bagi para wisatawan yang berkunjung ke Bali. Jumlah wisatawan yang berkunjung ke Bali pada tahun 2005 yaitu 1,3 juta, tahun 2006 terjadi penurunan wisatawan yaitu 1,2 juta, sedangkan pada tahun 2007 terjadi kenaikan yang lumayan baik yaitu sejumlah 1,6 juta dan pada tahun 2008 terjadi kenaikan jumlah wisatawan yang datang ke Bali yaitu 1,9 juta dan pada tahu 2009 terjai kenaikan wisatawan yaitu 2,2 juta.
Dunia pariwisata Bali ditopang juga dari segi sarana dan prasarana, di Bali memiliki 2175 gotel pada tahun 2009 sedangkan kamar yang tersedia yaitu 46 ribu, travel agent sebanyak 617, restoran 1663 dan untuk Guide di Bali rata-rata sudah terstandarisasi dengan baik. Selain itu Bali juga sedang mencoba mengambil pangsa pasar wisatawan dari Jepang, Rusia, Belanda dan Eropa merupakan pangsa pasar yang menjanjikan. Pariwisata memiliki dampak positif dan negatif, untuk dampak negatifnya yaitu kondisin lingkungan yang tidak baik, cenderung kotor, perilaku masyarakat yang sudah tercampuri karena sering masuknya kebudayaan asing. Sementara dampak positifnya tentu saja sebagai pemasukan APBD dan masyarakat sekitar dapat menghasilkan penghasilan.
Bali sekarang ini banyak di dominasi oleh investor asing terutama yang berasa dari Singapura menurut Pak Mahajaya dalam sambutannya. Akan tetapi Bali sangat selektif dalam memilih para investor karena selain diharuskan menanamkan modal para investor juga diharuskan memberdayakan masyarakat sekitar untuk turun serta dalam pengembangannya. Masalah social juga tidak kalah penting, saat ini di Bali juga merebak tuna wisma dan juga para pengemis yang tentu saja dapat menggangu kenyamanan para wisatawan. Hal ini merupakan pekerjaan rumah buat pemerintah daerah untuk menyelesaikannya.
Setelah mengunjungi DIPARDA Provinsi Bali, peserta PLP kemudian melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki menuju Bajra Sandi atau Monumen Perjuangan Rakyat Bali yang letaknya tidak jauh dari DIPARDA Bali. Sesaat sampai disana kami disambut oleh Bapak Hidayat M, Beliau Plt. Kasubag Tata Usaha. Setelah semua peserta PLP berkumpul diruangan yang sudah disediakan kami disuguhi profile dari Monumen Perjuangan Rakyat Bali melalui video. Ide awalnya pembuatan Monumen Perjuangan Rakyat Bali yaitu oleh Prof. Dr. Ida Bagus Mantra sedangkan konsultan bagunan yaitu Ida Bagus Turur. Luas  Monumen Perjuangan Rakyat Bali yaitu 4900 m2 dan mulai dibangun pada 1988 dan diresmikan pada tahun 2003 oleh Presiden RI Megawati Soekarno Putri.
Didalam barjra sandi atau  Monumen Perjuangan Rakyat Bali terdapat 33 diorama yang berukuran 2×9 m yang melambangkan atau menceritakan bagaimana perjuangan rakyat Bali untuk melawan penjajah. Monument perjuangan ini juga melambangkan kemerdekaan RI yaitu terdiri dari 17 anak tangga, 8 tiang agung yang tinggi dasarnya mencapai 45 m dan terdapat anak tangga yang memutar berwarna merah. Bagi wanita yang berhalangan atau sedang mens dilarang menaiki tangga merah tersebut. Daya tarik dari  Monumen Perjuangan Rakyat Bali selain tempatnya yang asri, rindang serta halamannya yang luas. Tidak jarang ruangan serba guna yang ada di Monumen Perjuangan Rakyat Bali disewakan untuk umum.
4.2.2    Kunjungan ke BTDC Nusa Dua Bali
BTDC didirikan pada tanggal 12 November 1973 berdasarkan PP No 27 tahu 1972, BTDC juga merupakan yayasan yang dibentuk pada Pemda TK I Bali pada tahun 1980. Kunjungan ke  BTDC (Bali Tourism Development Corporation) Nusa Dua Bali ini dilaksanakan pada hari ke-4 pada PLP kali ini. Pada kesempatan ini kami bertemu dengan Bapak Gede Suparwata, an Sub Unit Koperasi dan Bapak Made Pariwijaya dari Unit Perencanaan. BTDC merupakan tempat yang sering sekali digunakan untuk kegiatan internasional dan juga nasional sehinggan sangat dikenal daerah Nusa Dua, Bali. Letak BTDC Bali yaitu 10 km dari bandara internasional Ngurah Rai Bali. Visi dari  BTDC yaitu menjadi perusahaan kelas dunia dalam dunia pariwisata. BTDC mempunyai master plan dalam pengembangannya yaitu pada tahun 1972-1973, 1987-1988 sedangkan akhir master plan yaitu pada tahun 1990. Luas BTDC yaitu 325 Hektar dan mempunyai 11 hotel berbintang 5, 5 villa, BTDC dikelola oleh pemerintah jadi semuanya senatiasa bertanggung jawab oleh pemerintah.
BTDC memiliki 185 pegawai tetap sedangkan total pegawainya yaitu 7676 dengan rincian pegawai asing 1%, tenaga khusus 22% yang berasal dari luar Bali 12% dan sisanya merupakan pegawai asli dari Bali. BTDC mendapat peringkat ke-6 terbaik di dunia versi WTO, selain itu juga mendapatkan the 98th Green Way, Kalpataru, Green Paradise 2006, BUMN Terbaik 2002. Konsep dari  BTDC yaitu mengacu pada Perda No 5 Tahun 2005 tentang arsitektur Bali, sedangkan desainnya mengacu pada kriteria Perda No 2 tahun 1979. BTDC bertugas melaksanakan kebijakan pemerintah di bidang ekonomi pada umumnya dan di bidang pariwisata khususnya. Tugas BTDC dapat dirumuskan mulai dari pembebasan lahan dan pembangunan prasarana, mencari investor dan mengelola kawasan industri.
4.3       Kunjungan ke Daya Tarik Wisata
Kunjungan ke daya tarik wisata selama PLP sungguh sangat menarik dan sekaligus dapat menikmati keindahan alamnya, kebudayaan serta keunikan yang ada di Bali. Selama PLP peserta dimanjakan dengan berbagai objek wisata yang sangat menarik hati dan tentu saja mengabadikan momen-momen tertentu baik berupa foto maupun berupa video.
4.3.1    Danau Bratan Bedugul
Kabupaten Tabanan memiliki wilayah geografis yang sempurna, yaitu memiliki pegunungan dan pantai. Tanahnya pun rata-rata subur sehingga semua wilayahnya bisa dimanfaatkan sebagai lahan pertanian. Tak heran jika kabupaten ini disebut sebagai lumbung pangan. Hal itu diperoleh tidak hanya karena memiliki areal sawah terluas di seluruh Bali, tetapi juga berkat adanya komoditas sayuran dan buah untuk memenuhi kebutuhan hotel, restoran, dan supermarket di Bali.
Primadona wisata wilayah ini bagai mangkok raksasa yang dilatari Gunung Catur di sebelah utara, sementara di tengahnya terdapat Danau Bratan yang menjadi primadona kawasan wisata ini. Selain indah, ada keunikan dari danau ini. Di tepinya terdapat Masjid Al Hidayah, sementara di sisi lainya terdapat Pura Ulun Danu. Pura ini merupakan persembahan kepada Dewi Danu, lambang sumber kesuburan tanah di sekitarnya. Menurut babad Bali, pura yang terdiri dari empat meru (bangunan utama) ini dibangun oleh Raja Mengwi pada 1633. Bangunannya menjorok ke danau sehingga terlihat seperti menyembul dari dalam air.
Sementara itu di seberang danau terdapat tiga buah gua Jepang. Masing-masing memiliki kedalaman 25 meter yang digali oleh tenaga romusha dari warga sekitar semasa pendudukan Jepang. Jika sudah sampai di tempat ini rasanya Kebun Raya Eka Karya yang memiliki luas 129,2 hektare tak boleh dilewatkan. Kebun raya ini terletak di antara Danau Beratan, Danau Tamblingan, Danau Buyan dan kawasan hutan lindung di sebelah baratnya. Kebun Raya Bedugul terletak di sebelah Barat 0byek Wisata Danau Bratan Kabupaten Tabanan, merupakan sebuah komplek hutan suaka alam. Hutan tersebut ditata sedemikian rupa sehingga terwujud suatu pemandangan indah, sejuk dan nyaman. Di sela-sela pepohonan yang rindang terhampar rerumputan yang menghijau dan ditanami bunga-bungaan yang beranekaragam di sepanjang jalan setapak di sekeliling hutan yang menambah kesejukan udara dan keheningan suasana. Disamping pemandangan yang indah dan menghijau terdapat pula suatu bangunan rumah kaca yang dipergunakan untuk percobaan dan pengembangan tumbuh-tumbuhan terutama anggrek. Juga terdapat ribuan jenis tanaman yang dipelihara dengan baik secara profesional.
4.3.2    Pura Tanah Lot
Tanah Lot’ adalah sebuah objek wisata di Bali, Indonesia. Di sini ada dua pura yang terletak di atas batu besar. Satu terletak di atas bongkahan batu dan satunya terletak di atas tebing mirip dengan Pura Uluwatu. Pura Tanah Lot ini merupakan bagian dari pura Dang Kahyangan. Pura Tanah Lot merupakan pura laut tempat pemujaan dewa-dewa penjaga laut.
Menurut legenda, pura ini dibangun oleh seorang brahmana yang mengembara dari Jawa. Ia adalah Danghyang Nirartha yang berhasil menguatkan kepercayaan penduduk Bali akan ajaran Hindu dan membangun Sad Kahyangan tersebut pada abad ke-16. Pada saat itu penguasa Tanah Lot, Bendesa Beraben, iri terhadap beliau karena para pengikutnya mulai meninggalkannya dan mengikuti Danghyang Nirartha. Bendesa Beraben menyuruh Danghyang Nirartha untuk meninggalkan Tanah Lot. Ia menyanggupi dan sebelum meninggalkan Tanah Lot beliau dengan kekuatannya memindahkan Bongkahan Batu ke tengah pantai (bukan ke tengah laut) dan membangun pura disana. Ia juga mengubah selendangnya menjadi ular penjaga pura. Ular ini masih ada sampai sekarang dan secara ilmiah ular ini termasuk jenis ular laut yang mempunyai ciri-ciri berekor pipih seperti ikan, warna hitam berbelang kuning dan mempunyai racun 3 kali lebih kuat dari ular cobra. Akhir dari legenda menyebutkan bahwa Bendesa Beraben ‘akhirnya’ menjadi pengikut Danghyang Nirartha.
Obyek wisata tanah lot terletak di Desa Beraban Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan, sekitar 13 km barat Tabanan. Disebelah utara Pura Tanah Lot terdapat sebuah pura yang terletak di atas tebing yang menjorok ke laut. Tebing ini menghubungkan pura dengan daratan dan berbentuk seperti jembatan (melengkung). Tanah Lot terkenal sebagai tempat yang indah untuk melihat matahari terbenam (sunset), turis-turis biasanya ramai pada sore hari untuk melihat keindahan sunset di sini.
Dari tempat parkir menuju ke area pura banyak dijumpai art shop dan warung makan atau sekedar kedai minuman. Juga tersedia toilet bersih yang harga sewanya cukup murah untuk kantong wisatawan domestik sekalipun. Odalan atau hari raya di Pura ini diperingati setiap 210 hari sekali, sama seperti pura-pura yang lain. Jatuhnya dekat dengan perayaan Galungan dan Kuningan yaitu tepatnya pada Hari Suci Buda Cemeng Langkir. Saat itu, orang yang sembahyang akan ramai bersembahyang di Pura Ini.
4.3.3    Pura Tirta Empul
Pura Tirta Empul merupakan salah satu situs peningggalan sejarah yang sampai saat ini masih sering dikunjungi oleh wisatawan. kedua pura tersebut merupakan salah satu objek wisata unggulan Kabupaten Gianyar, Bali. Terletak kurang lebih 40 km sebelah utara Kota Denpasar, memerlukan sekitar 1 Jam perjalanan dari Bandara Internasiona Ngurah Rai Bali. Terletak di Kecamatan Tampaksiring Gianyar yang memiliki keindahan alam dan kesejukannya. Menurut legenda dari masyarakat Bali dikatakan pada zaman pemerintahan Mayadenawa yang memerintah Bali, Mayadenawa memerintah dengan tindakan yang sewenang-wenang.
Hal ini mengakibatkan para dewa menjadi murka dan sepakat untuk menghancurkan Mayadenawa. Bhatara Indra diutus untuk melawan kekuatan Mayadenawa. Pada saat pertempuran banyak pasukan Mayadenawa yang mati terbunuh akhirnya Mayadenawa melarikan diri. Dalam perjalanan melarikan diri dari kejaran Bhatara Indra, Mayadenawa berjalan dengan cara memiringkan kakinya agar tanah yang dipijak tidak bergetar dan diketahui oleh Bhatara Indra. Dari cerita ini di tempat Mayadenawa memiringkan kakinya berdiri sebuah desa yang bernama Tampaksiring. Oleh karena Mayadenawa payah dan kewalahan mengahapi pasukan Bhatara Indra akhirnya Dia membuat air racun. Air itulah yang diminum oleh laskar Bhatara Indra yang membuat laskar Bhatara Indra menjadi lemas semua. Maka akhirnya Bhatara Indra mengambil bendera berwarna kuning dan menancapkannya ke tanah, sehingga tersemburlah keluar air bening yang mengepul sehingga tempat tersebut bernama Tirta Empul.
Menurut masyarakat Hindu Bali, Tirta atau air yang disucikan dapat memberikan kesembuhan, dan membersihkan segala kotoran baik kotoran lahiriah maupun batiniah, atau oleh masyarakat Bali disebut pengleburan secara sekala dan niskala. Tirta Empul juga merupakan salah satu tirta utama yang digunakan pada setiap upacara-upacara kegamaan Hindu di Bali. Terletak di pinggir jalan Tampaksiring – Bangli, akses transportasi sangat mudah dijangkau. di sebelah barat Pura Tirta Empul ini, Presiden RI Sukarno mendirikan sebuah Istana kepresidenan yang dinamakan Istana Presiden Tampaksiring.
4.3.4    Kintamani
Kintamani ialah sebuah kawasan wisata pemadangan alam di Bali, Indonesia.  Sumber-sumber yang menyebutkan tentang Batur adalah Lontar Kesmu Dewa. Lontar Usana Bali dan Lontar Raja Purana Batur. Disebutkan bahwa Pura Batur sudah ada sejak zaman Empu Kuturan yaitu abad X sampai permulaan abad XI. Luasnya areal dan banyaknya pelinggih-pelinggih maka diperkirakan bahwa Pura Batur adalah Penyiwi raja-raja yang berkuasa di Bali, sekaligus merupakan Kahyangan Jagat. Di Pura Batur yang diistanakan adalah Dewi Danu yang disebutkan dalam Lontar Usana Bali yang terjemahannya sebagai berikut:
Adalah cerita, terjadi pada bulan Marga Sari (bulan ke V) waktu Kresna Paksa (Tilem) tersebutlah Betara Pasupati di India sedang memindahkan Puncak Gunung Maha Meru dibagi menjadi dua, dipegang dengan tangan kiri dan kanan lalu dibawa ke Bali digunakan sebagai sthana Putra beliau yaitu Betara Putrajaya (Hyang Maha Dewa) dan puncak gunung yang dibawa tangan kiri menjadi Gunung Batur sebagai sthana Betari Danuh, keduanya itulah sebagai ulunya Pulau Bali. Kedua Gunung ini merupakan lambang unsur Purusa dan Pradana dari Sang Hyang Widhi. Pura Batur merupakan tempat Pemujaan Umat Hindu di seluruh Bali khususnya Bali Tengah, Utara dan Timur memohon keselamatan di bidang persawahan. Sehingga pada saat puja wali yang jatuh pada Purnamaning ke X (kedasa) seluruh umat terutama pada semua kelian subak, sedahan-sedahan datang ke Pura Batur menghaturkan “Suwinih”. Demikian kalau terjadi bencana hama.
Potensi wisata kawasan ini adalah pemandangan kawasan pegunungan yang sangat unik dan menakjubkan. Setelah kira-kira 2 jam perjalanan dari kota Denpasar kita akan sampai di kawasan ini, tepatnya di tempat yang disebut penelokan, yang sesuai dengan namanya dalam bahasa bali yang berarti tempat untuk melihat-lihat merupakan lokasi yang paling strategis untuk menikmati pemandangan alam di kawasan wisata ini. Penelokan terletak di wilayah Desa Kedisan, salah satu desa di Kecamatan Kintamani.
Dari Penelokan kita bisa menyaksikan pemandangan menakjubkan. kombinasi antara Gunung batur beserta hamparan bebatuan hitam dengan Danau batur yang berbentuk bulan sabit berwarna biru di sebuah kaldera yang oleh wisatawan-wisatawan dikatakan sebagai kaldera terindah di dunia. Penelokan sudah mempunyai infrastruktur yang cukup memadai sebagai tempat wisata, antara lain penginapan maupun restoran. Dari penelokan kita mempunyai dua alternatif untuk melanjutkan perjalanan di Kintamani. pertama kita bisa melanjutkan ke arah utara menuju Desa Batur. Di desa ini kita bisa berkunjung ke salah satu Pura kahyangan jagat di Bali yang bernama Pura Batur. pura ini pada awalnya terletak di sebelah barat daya Gunung batur yang kemudian dipindahkan bersamaan dengan pindahnya warga desa ke bagian atas.
Alternatif kedua kita bisa turun ke pusat Desa Kedisan untuk selanjutnya menyeberang melintasi danau ke sebuah desa tua yang bernama Terunyan. Di Desa Terunyan kita bisa melihat peradaban Bali kuno yang disebut Bali aga. di desa ini orang-orang yang sudah meninggal tidak dikubur tetapi diletakan begitu saja di bawah sebuah pohon. Mayat-mayat ini tidak mengeluarkan bau sama sekali. Obyek Wisata Kawasan Batur terletak di Desa Batur, Kecamatan Kintamani Kabupaten Daerah Tingkat II Bangli. permukaan laut dengan suhu udaranya berhawa sejuk pada siang hari dan dingin pada malam hari. Obyek wisata ini dapat dilalui dengan kendaraan bermotor, karena lokasi ini menghubungkan kota Bangli dan kota Singaraja. Sedangkan rute obyek, menghubungkan Obyek Wisata Kawasan Batur dengan Obyek Wisata Tampaksiring dan Besakih.
Di obyek wisata Kawasan Batur tersedia tempat parkir, rumah makan, restoran, penginapan, toilet, wartel, serta warung-warung minuman dan makanan kecil. Fasilitas angkutan umum dan angkutan penyeberangan juga tersedia. Obyek wisata Kawasan Batur ramai dikunjungi oleh wisatawan mancanegara dan nusantara. Kunjungan yang paling menonjol sekitar bulan Agustus, Desember, saat menyambut Tahun Baru dan suasana Tahun Baru. Demikian pula pada hari-hari Raya Galungan, Idul Fitri dan Hari Raya Natal, bahkan sering dikunjungi oleh tamu negara baik dari pusat maupun tamu dari luar negeri.
4.3.5    Pantai Kuta
Pantai Kuta adalah sebuah tempat pariwisata yang terletak di sebelah selatan Denpasar, ibu kota Bali, Indonesia. Kuta terletak di Kabupaten Badung. Daerah ini merupakan sebuah tujuan wisata turis mancanegara, dan telah menjadi objek wisata andalan Pulau Bali sejak awal 70-an. Pantai Kuta sering pula disebut sebagai pantai matahari terbenam (sunset beach) sebagai lawan dari pantai Sanur.
Di Kuta terdapat banyak pertokoan, restoran dan tempat permandian serta menjemur diri. Selain keindahan pantainya, pantai Kuta juga menawarkan berbagai macam jenis hiburan lain misalnya bar dan restoran di sepanjang pantai menuju pantai Legian. Rosovivo, Ocean Beach Club, Kamasutra, adalah beberapa club paling ramai di sepanjang pantai Kuta. Pantai ini juga memiliki ombak yang cukup bagus untuk olahraga selancar (surfing), terutama bagi peselancar pemula. Lapangan Udara I Gusti Ngurah Rai terletak tidak jauh dari Kuta.
4.3.6    Pura Besakih
Pura Besakih adalah sebuah komplek pura yang terletak di Desa Besakih, Kecamatan Rendang Kabupaten Karangasem, Bali, Indonesia. Komplek Pura Besakih terdiri dari 1 Pura Pusat (Pura Penataran Agung Besakih) dan 18 Pura Pendamping (1 Pura Basukian dan 17 Pura Lainnya). Di Pura Basukian, di areal inilah pertama kalinya tempat diterimanya wahyu Tuhan oleh Hyang Rsi Markendya, cikal bakal Agama Hindu Dharma sekarang di Bali, sebagai pusatnya. Pura Besakih merupakan pusat kegiatan dari seluruh Pura yang ada di Bali. Di antara semua pura-pura yang termasuk dalam kompleks Pura Besakih, Pura Penataran Agung adalah pura yang terbesar, terbanyak bangunan-bangunan pelinggihnya, terbanyak jenis upakaranya dan merupakan pusat dan semua pura yang ada di komplek Pura Besakih. Di Pura Penataran Agung terdapat 3 arca atau candi utama simbol stana dari sifat Tuhan Tri Murti, yaitu Dewa Brahma, Dewa Wisnu dan Dewa Siwa yang merupakan perlambang Dewa Pencipta, Dewa Pemelihara dan Dewa Pelebur/Reinkarnasi.
Keberadaan fisik bangunan Pura Besakih, tidak sekedar menjadi tempat bersemayamnya Tuhan, menurut kepercayaan Agama Hindu Dharma, yang terbesar di pulau Bali, namun di dalamnya memiliki keterkaitan latar belakang dengan makna Gunung Agung. Sebuah gunung tertinggi di pulau Bali yang dipercaya sebagai pusat Pemerintahan Alam Arwah, Alam Para Dewata, yang menjadi utusan Tuhan untuk wilayah pulau Bali dan sekitar. Sehingga tepatlah kalau di lereng Barat Daya Gunung Agung dibuat bangunan untuk kesucian umat manusia, Pura Besakih yang bermakna filosofis.
Makna filosofis yang terkadung di Pura Besakih dalam perkembangannya mengandung unsur-unsur kebudayaan yang meliputi:
  1. Sistem pengetahuan,
  2. Peralatan hidup dan teknologi,
  3. Organisasi sosial kemasyarakatan,
  4. Mata pencaharian hidup,
  5. Sistem bahasa,
  6. Religi dan upacara, dan
  7. Kesenian.
Ketujuh unsur kebudayaan itu diwujudkan dalam wujud budaya ide, wujud budaya aktivitas, dan wujud budaya material. Hal ini sudah muncul baik pada masa pra-Hindu maupun masa Hindu yang sudah mengalami perkembangan melalui tahap mitis, tahap ontologi dan tahap fungsional. Pura Besakih sebagai objek penelitian berkaitan dengan kehidupan sosial budaya masyarakat yang berada di Kabupaten Karangasem Provinsi Bali. Berdasar sebuah penelitian, bangunan fisik Pura Besakih telah mengalami perkembangan dari kebudayaan pra-hindu dengan bukti peninggalan menhir, punden berundak-undak, arca, yang berkembang menjadi bangunan berupa meru, pelinggih, gedong, maupun padmasana sebagai hasil kebudayaan masa Hindu.
Latar belakang keberadaan bangunan fisik Pura Besakih di lereng Gunung Agung adalah sebagai tempat ibadah untuk menyembah Dewa yang dikonsepsikan gunung tersebut sebagai istana Dewa tertinggi. Pada tahapan fungsional manusia Bali menemukan jati dirinya sebagai manusia homo religius dan mempunyai budaya yang bersifat sosial religius, bahwa kebudayaan yang menyangkut aktivitas kegiatan selalu dihubungkan dengan ajaran Agama Hindu.
Dalam budaya masyarakat Hindu Bali, ternyata makna Pura Besakih diidentifikasi sebagai bagian dari perkembangan budaya sosial masyarakat Bali dari mulai pra-Hindu yang banyak dipengaruhi oleh perubahan unsur-unsur budaya yang berkembang, sehingga mempengaruhi perubahan wujud budaya ide, wujud budaya aktivitas, dan wujud budaya material. Perubahan tersebut berkaitan dengan aja
ran Tattwa yang menyangkut tentang konsep ketuhanan, ajaran Tata-susila yang mengatur bagaimana umat Hindu dalam bertingka laku, dan ajaran Upacara merupakan pengaturan dalam melakukan aktivitas ritual persembahan dari umat kepada TuhanNya, sehingga ketiga ajaran tersebut merupakan satu kesatuan dalam ajaran Agama Hindu Dharma di Bali.
Pura Agung Besakih masih menyandang konsep terdahulu, yaitu terdiri dari 18 pura pakideh (pendukung) yang merupakan satu kesatuan prosesi ritual dengan titik pusat di Pura Penataran Agung Besakih. Empat di antara 18 pura pakideh ini ditetapkan menyandang status sebagai pura Catur Lokapala yang menggambarkan 4 manifestasi Tuhan di empat penjuru angin. Keempat pura tersebut adalah Pura Batu Madeg menempati arah utara sebagai sthana Dewa Wisnu, Pura Kiduling Kreteg menempati arah selatan sebagai sthana Dewa Brahma, Pura Gelap menempati arah timur sebagai sthana Dewa Icwara dan Pura Ulun Kulkul menempati arah barat sebagai sthana Dewa Mahadewa.
Kawasan pura Agung Besakih berikut pura pakideh ini menempati areal cukup luas dalam radius sekitar 3 kilometer dengan Pura Pasimpangan di sisi hilir dan Pura Pangubengan di sisi hulu. Pada Purnama Kadasa setiap tahun, di Pura Agung Besakih diselenggarakan upacara Bhatara Turun Kabeh, sering pula disebut sebagai Ngusaba Kadasa. Upacara ini bersamaan dengan pelaksanaan upacara Ngusaba Kadasa di Pura Batur yang keduanya menempati simbol purusa dan pradana dalam konsep Rwa Bhineda. Seperti dijelaskan dalam Awig-Awig Desa Adat Besakih, upacara Bhatara Turun Kabeh adalah akhir rangkaian panjang dari sekitar 120 upacara besar dan kecil yang berlangsung secara berkala setiap enam bulan dan satu tahun di 18 Pura yang termasuk dalam fungsi pura pakideh di kawasan Pura Agung Besakih. Berbagai aci dan ngusaba di pura pakideh Besakih ditutup dengan Tawur Labuh Gentuh di Bancingah Agung pada Sasih Kasanga. Prosesi Labuh Gentuh ini terus berlanjut dengan persiapan upacara hingga tepat pada Purnama Kadasa dilaksanakan persembahan Bhatara Turun Kabeh. Berbeda dengan upacara Tawur Agung yang mengambil tempat di Bancingah Agung, puncak upacara Bhatara Turun Kabeh hanya dilaksanakan di Pura Penataran Agung Besakih.
Pura Batu Madeg sebagai salah satu dari Pura Catur Lokapala terletak di utara Pura Penataran Agung Besakih. Disebut Pura Batu Madeg karena di pura tersebut terdapat sebuah batu yang tegak. ”Batu madeg” atau ‘batu ngadeg’ (bahasa Bali) diartikan batu tegak atau batu berdiri. Pada zaman kebudayaan megalitikum, batu berdiri ini disebut pula menhir. Meru Tumpang Sebelas dengan Batu Madeg di dalamnya inilah pelinggih yang utama di Pura Batu Madeg tersebut. Di Pura Batu Madeg terdapat lima buah pelinggih Meru, berada di sisi timur areal jeroan pura, berjejer dari utara ke selatan. Di sisi utara ada dua Meru Tumpang Sembilan. Yang paling utara merupakan palinggih Ida Manik Angkeran sedangkan di sisi selatannya palinggih Ida Ratu Mas Buncing. Di selatan palinggih Ida Ratu Mas Buncing adalah Meru Tumpang Sebelas yang di dalamnya terdapat ‘batu madeg’. Meru inilah sebagai palinggih yang paling utama sebagai stana pemujaan Batara Sakti Batu Madeg sebagai manifestasi Batara Wisnu.
Di selatannya ada Palinggih Meru Tumpang Sebelas berfungsi sebagai palinggih Ida Batara Bagus Bebotoh. Di sisi paling selatan terdapat Meru Tumpang Sebelas sebagai palinggih Ida Ratu Manik Bungkah. Di depan Meru Tumpang Solas terdapat palinggih Pesamuan yaitu palinggih yang berbentuk segi empat dengan enam belas tiang berjejer dua baris. Palinggih Pesamuan ini berfungsi sebagai media untuk secara simbolis turun ke dunia menyatunya semua kekuatan Batara Wisnu sebagai pemelihara dan pelindung alam semesta ciptaan Tuhan. Di sebelah kanan palinggih Pesamuan terdapat palinggih Sedahan Ngerurah dengan sebuah Lingga sebagai pralingga pemujaan Dewa Siwa. Di sebelah Meru palinggih Ratu Bagus Bebotoh terdapat palinggih Pepelik stana Batara Gana.Di pintu atau pamedal jeroan pura terdapat palinggih yang disebut Balai Pegat bertiang delapan dengan dua balai yang terpisah.
Selain upacara rutin yang dilaksanakan setiap 6 bulan sekali, di Pura Batumadeg diselenggarakan pula upacara khusus, yaitu Usabha Siram yang untuk tahun 2009 ini dilaksanakan pada Purnama Kalima tanggal 2 November 2009 dan upacara Aci Penaung Bayu yang diselenggarakan pada Tilem Kalima tanggal 17 November 2009. Berdirinya Pura Besakih dengan pastinya belum dapat diapstikan, tetapi berdasarkan catatan-catat an yang terdapat dalam prasasti logam maupun lontar-lontar dapat disimpulakn bahwa Pura ini pada mulanya merupakan bangunan pelinggih kecil yang kemudian diperbesar dan diperluas secara bertahap dalam tempo yang cukup lama. Dari sumber-sumber catatan itu diketahui bahwa, pada permulaan abad ke sebelas yaitu tahun 1007 Pura Besakih sudah ada, dimana pada waktu itu masa pemerintahan Airlangga di jawa timur (1019-1042) dan empu kuturan menjadi senapati di bali, yang berkedudukan di Silayukti Padangbai kabupaten karangasem.
Empu Kuturan memperbesar dan memperluas Pura Besakih dengan membangun pelinggih-pelinggih, meru-meru meniru bangunan pelinggih di jawa seperti yang ada sekarang ini. Sumber lainnya menyebutkan bahwa Maha Rsi Markandeya pindah bersama rombongan sebanyak : 8000 orang dari gunung Rawung di Jawa Timur ke Bali untuk menetap dan membuka tanah-tanah pertanian serta mendirikan Pura Besakih untuk tempat memohon keselamatan dan kesejahtraan dengan menanam Panca Datu seperti yang telah diutarakan diatas. Kemudian masa berikutnya dari jaman pemerintahan Sri Wira Kesari Warmadewa sampai masa pemerintahan Dalem Waturenggong.
Pura Besakih tetap mendapatkan pemeliharaan yang baik dalam arti pelinggih-pelinggihnya diperbaiki, arealnya diperluas bahkan oleh Dhang Hyang Dwijendra (Pedanda Sakti Wawu Rauh) ditambah dengan pelinggih beruang tiga yang sekarang terdapat di Pura Penataran Agung Besakih pada sekitar abad ke 16 dimasa pemerintahan Dalem Waturenggong di Bali. Selanjutnya sampai saat ini Pura Besakih merupakan Pura terbesar di Bali, merupakan pusat tempat ibadah bagi umat Hindu di Indonesia dan berada dalam pengelolaan Parisadha Hindu Dharma Pusat. Juga dibantu oleh yayasan Prawartaka Pura Agung Besakih, dengan bantuan dari pemerintah daerah tingkat I Bali, Pemerintah daerah tingkat II se- Bali dan semua lapisan masyarakat umat Hindu Dharma.
Kelompok Pura Besakih terdiri atas 18 buah Pura yang terletak di wilayah desa Besakih dan satu buah terletak di wilayah desa Sebudhi kecamatan Selat, kabupaten Karangasem. Adapun letak Pura-Pura itu berturut-turut dari selatan ke utara adalah sebagai berikut :
  1. Pura Persimpangan.
Letaknya di desa Kedungdung, di tengah-tengah ladang kurang lebih 1,5 km. Disebelah selatan Pura Penataran Agung yang merupakan Pura kecil. Di Pura ini terdapay 4 buah bangunan dan pelinggih. Fungsinya sebagai tempat persimpangan sementara Bethara Besakih, ketika diadakan upacara melasti (mencari toya ning) ke Toya Sah, ke Tegal Suci atau ke Batu Klotok yang dilakukan tiap-tiap tahun.
2. Pura Dalem Puri
Teletak disebelah utara tikungan jalan terkahir, sebelum sampai di desa Besakih kurang lebih 1 km disebelah barat daya Pura Penataran Agung Besakih. Di Pura ini terdapat 10 bangunan termasuk pelinggih berbentuk gedong beratap ijuk. Fungsinya sebagai linggih bhatari Uma dan Dewi Durga, di Pura ini juga terdapat pelinggih Sang Hyang Prajapati sebagai penguasa roh Manusia. Disebelah utara terdapat tanah lapang yang disebut tegal Penagsar.
3. Pura Manik Mas
Terletak dipinggiran sebelah kiri jalan menuju ke Pura Penatharan Agung, jaraknya lebih kurang 750 meter disebelah selatan Penataran Agung. DiPura ini terdapat 6 buah banguna dan pelinggih, termasuk pelinggih pokoknya berbentuk gedung simpan, bertiang emapt menghadap ke barat. Fungsinya sebagai linggih Ida Ratu Mas Melilit.
4. Pura Bangun Sakti
Terletak disebelah kanan jalan menuju ke Penataran Agung dan disebelah utara Pura Manik Mas. Di Pura itu terdapat empat buah bangunan dan pelinggih. Pelinggih pokok disana ialah gedong Simpan, sebagai linggih Sang Hyang Ananthaboga.
5. Pura Ulun Kulkul
Terletak lebih kurang 350 meter sebelah kiri jalan menuju Pura Penataran Agung. Di Pura ini terdapat tujuh buah bangunan dan pelinggih. Pelinggih yang terpenting disana adalah Gedong Sari beratap ijuk, sebagai linggih Dewa Mahadewa. Pura itu adalah salah satu linggih Dewa Catur Loka Phala, yaitu manifestasinya Sang Hyang Widhi yang menguasai arah barat. Warna perhiasan atau busana di Pura itu, pada waktu upacara, dipergunakan kain serba kuning
6. Pura Merajan Selonding
terletak diseblah kiri Pura Penataran Agung, disana terdapat lima buah bangunan dan pelinggih. Di Pura itu tersimpan prasasti dan pratima-pratima, dan juga tersimpan gambelan slonding. Menurut catatan sejarah Pura itu adalah bekas bagian dari istana raja yang bernama Sri Wira Dalem Kesari. Kini Pura ini fungsinya sebagai tempat penyimpanan benda-benda Pusaka.
7. Pura Gowa
Terletak disebelah kanan jalan berhadapan dengan Pura Merajan Slonding, dikomplek itu terdapat Gowa yang besar, tetapi bagian-bagiannya sudah banyak yang runtuh. Menurut kepercayaan rakyat, Gowa itu tembus ke Gowa Lawah, disebelah timur kusamba, sebagai gowa untuk Sang Hyang Basuki. Di Pura itu terdapat empat buah pelinggih.
8. Pura Banuwa
Terletak disebelah kanan jalan dihadapan Pura Besakih, kurang lebih 50 meter dari Pura Penataran Agung. Dalam Pura itu terdapat empat buah bangunan dan pelinggih pemujaan pokok di Pura itu ditujukan kepada Dewi Sri dan setiap sasih kepitu (sekitar bulan januari). Disana diadakan upacara Ngusaba Ngeed dan Ngusaba Buluh yang bertujuan mohon kemakmuran di sawah dan di ladang.
9. Pura Mrajan Kanginan
Terletak di sebelah Timur Pura Banuwa, di Pura itu terdapat tujuh bauh bangunan dan pelinggih . Disana ada pelinggih untuk Empu Bradah.
10. Pura Hyang Aluh
Terletak disebelah barat Pura Penataran Agung yang jaraknya kurang lebih dua ratus meter. Didalam terdapat tujuh buah banguanan dan pelinggih. Pelinggih pokok pada Pura ini berbentuk Gedong untuk linggih Ida Ratu Ayu.
11. Pura Basukihan
Letaknya disebelah kanan tangga naik menuju Pura Penataran Agung, disana terdapat sepuluh buah bangunan dan pelinggih. Pelinggih pokoknya berbenuk meru dengan atapnya bertingkat sembilan, sebagai linggih Sang Hyang Naga Basuki.
12. Pura Penataran Agung Besakih
Terletak ditengah-tengah kelompok Pura yang termasuk lingkungan Pura Besakih. Komplek Pura Penataran Besakih termasuk Komplek Pura yang terbesar di Pura Besakih. Terdiri dari tujuh tingkat halaman dengan jumlah bangunan dan pelinggih seluruhnya sebanyak 53 buah. Disana terdapat meru yang besar-besar beratap tujuh tingkat 11,9,7,5,3. Pelinggih yang merupakan pemujaan pokok disana, adalah Padma Tiga sebagai linggih Sang Hyang Widhi Wasa dalam manefestasinya sebagai Tri Purusa yaitu Ciwa, Sadha Ciwa dan Parama Ciwa yang sekaligus merupakan Poros dari Pura-Pura yang lainnya.
13. Pura Batu Madeg
Terletak kurang lebih 150 meter disebelah kanan (utara) Pura Penataran Agung. Pura ini adalah komplek Pura yang besar, dan disana ada 29 buah bangunan dan pelinggih, pelinggih pokoknya berbentuk meru besar beratap ijuk beratap sebelas. Bangunan ini merupakan linggih Dewa Wisnu sebagai manefestasi Sang Hyang Widhi, yang menguasai arah sebelah utara . Warna busana di Pura tersebut adalah serba hitam.
14. Pura Kiduling Kreteg
Terletak kurang lebih 300 meter disebelah kiri (selatan) Pura Penataran Agung, daitas suatu Bukit. Didalamnya terdapat 21 buah bangunan dan Pelinggih. Pelinggih pokoknya adalah meru besar beratap tingkat sebelas sebagai linggih dewa Brahma yaitu manefestasi dari Sang Hyang Widhi sebagai penguasa arah selatan. Komplek Pura itu adalah merupakan komplek Pura yang besar hampir sama besarnya dengan komplek Pura Batu Madeg. Warna busana di Pura tersebut warna Merah.
15. Pura Gelap
Terletak kuranglebih 600 meter pada sebuah bukit sebelah timur Pura Penataran Agung. Didalamnya terdapat enam buah bangunan dan pelinggih. Pelinggih pokoknya adalah meru beratap 3 sebagai linggih Dewa Isawara yaitu manefestasi Sang Hyang Widhi sebagai penguasa arah sebelah timur. Warna busana Pura tersebut adalah warna serba putih.
16. Pura Peninjauan
Terletak kurang lebih 1 km disebelah kanan Pura Penataran Agung pada suatu bukit didalamnya terdapat duabelas buah bangunan dan pelinggih. Pelinggih palin pokok disana berbentuk meru beratap tingkat sebelas tempat Empu Kuturan memohon restu kepada Sang Hyang Widhi dalam rqangka suatu upacara di Gunung Agung.
17. Pura Pengubengan
Letaknya 1,5 km disebelah utara Pura Penataran Agung, didalamnya terdapat enam buah bangunan dan pelinggih. Fungsinya sebagai tempat “Ngayat atau ngubeng” yaitu suatu upacara permakluman kepada Sang Hyang widhi bahwa di Pura Penataran Agung akan dilangsungkan Upacara. Pelinggih pokoknya disana adalah meru beratap tingkat sebelas.
18. Pura Tirtha
Letaknya lebih kurang 300 meter disebelah timur laut Pura Pengubengan. Disana terdapat dua buah bangunan dan pelinggih dan air suci (tirtha). Jika ada upacara di komplek Pura besakih, maka di Pura inilah memohon tirtha(air suci).
19. Pura Pasar Agung
Letaknya di lereng Gunung Agung, melalui desa selat ke desa Sebudi , lalu mendaki kurang lebih empat jam mendaki ke arah utara. Pelinggihnya semua hancur waktu Gunung Agung meletus pada tahun 1963, dan menjelang karya Eka Dasa Rudra di besakih telah mulai diperbaiki secara bertahap sampai sekarang. Selain dari Pura yang disebutkan tadi disekitar Pura Besakih, masih banyak lagi Pura-Pura Pedharman, yang menjadi penyiwaan warga-warga tetapi sesungguhnya tidak bisa dipisahkan dengan Pura Agung Besakih itu sendiri.
4.3.7    Garuda Wisnu Kencana
Garuda Wisnu Kencana, nampaknya merupakan mega proyek terbesar di Bali yang sedang dibangun. Betapa tidak, rencana pembangunan patung setinggi 146 meter dengan lebar bentangan sayap garuda sebesar 66 meter itu diperkirakan memiliki berat 4000 tons. Dibuat dengan menggunakan bahan berupa campuran tembaga dan kuningan yang pada bagian tertentu akan dilapisi dengan mozaik emas. Saat ini sebagian dari patung tersebut sudah bisa dilihat di lokasi dalam bentuk patung separuh badan dari dewa Wisnu dan bagian kepala burung garuda.
Sewaktu saya berkunjung kelokasi ini, sempat terperangah juga melihat ukuran kepala burung garuda yang benar-benar raksasa. Sulit membayangkan bentuk burung garuda ini nantinya secara keseluruhan, yang pasti akan sangat besar sekali. Ukuran tubuh manusia dewasa aja, nampaknya masih kalah besar/tinggi dibandingkan ukuran kuping dari burung garuda ini. Agak aneh memang melihat burung yang mempunyai telinga, namun semua adalah memungkinkan didunia pewayangan.
Disekitar lokasi, nampak jelas bebatuan cadas/karang di potong secara vertikal membentuk dinding-dinding tribun dengan hamparan rumput hijau pada bagian dasarnya. Bagian tengah sebuah jalan terbuat dari conblock (?) membelah lapangan rumput dari bagian paling belakang hingga kedepan patung garuda. Dari luas yang ada nampak sekali bahwa area ini akan sanggup menampung puluhan ribu pengunjung, sangat cocok digunakan sebagai tempat pertunjukan sentra budaya berskala internasional.
Pembangunan patung berupa Dewa Wisnu (Dewa penyelamat bagi umat Hindu) yang sedang mengendarai burung mitos, Garuda, terinspirasi dari kisah Adi Parwa dalam episode Garuda dengan kesetiaan dan pengorbanannya menyelamatkan ibunya dari belenggu perbudakan dengan mengabdi kepada Dewa Wisnu menjadi kendaraannya. Kisah mengenai legenda ini terpahat jelas di sisi-sisi Candi Kidal yang berada di kabupaten Malang. Patung Garuda Wisnu Kencana diharapkan akan merangsang dinamika nilai phisik dan spiritual, serta keseimbangan antara skala dan niskala (dunia nyata dan tidak nyata) dengan demikian harmonisasi alam dapat tercipta. Patung Garuda Wisnu Kencana adalah symbol misi penyelamatan lingkungan dan penyelamatan dunia.
Sayang sekali patung karya seniman bali bernama Nyoman Nuarta ini dalam tahap pembangunannya sudah meleset dari target yang dietetapkan. Rencana awal seluruh bagian patung ini akan selesai pada tahun 2005, namun hingga artikel ini dibuat tanda-tanda akan selesainya mega proyek ini masih jauh dari harapan. Kesulitan dana mungkin menjadi hambatan utama untuk meneruskan mega proyek berskala internasional ini. Ya, dana yang dibutuhkan untuk menyelesaikannya tentu tidaklah kecil, sementara bangsa ini sendiri masih membutuhkan dana yang cukup besar pula untuk membangun negeri tercinta ini.
Terletak diatas dataraan tinggi batu kapur padas dan menatap kawasan wisata dipesisir selatan Bali, Garuda Wisnu Kencana Cultural Park adalah jendela seni dan budaya Pulau Dewata yang memiliki latar belakang alami serta panorama yang sangat mengagumkan. Dengan jarak tempuh 15 menit dari Pelabuhan Udara dan kurang dari satu jam dari lokasi perhotelan utama, GWK menjadi salah satu tujuan utama untuk berbagai pertunjukan kesenian, pameran dan konferensi ataupun kunjungan santai bahkan kunjungan spiritual. Patung ini merupakan karya pematung terkenal Bali, I Nyoman Nuarta. Monumen ini dikembangkan sebagai taman budaya dan menjadi ikon bagi pariwisata Bali dan Indonesia.
Patung tersebut berwujud Dewa Wisnu yang dalam agama Hindu adalah Dewa Pemelihara (Sthiti), mengendarai burung Garuda. Tokoh Garuda dapat dilihat di kisah Garuda & Kerajaannya yang berkisah mengenai rasa bakti dan pengorbanan burung Garuda untuk menyelamatkan ibunya dari perbudakan yang akhirnya dilindungi oleh Dewa Wisnu. Area Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana berada di ketinggian 146 meter di atas permukaan tanah atau 263 meter di atas permukaan laut. Patung ini diproyeksikan untuk mengikat tata ruang dengan jarak pandang sampai dengan 20 km sehingga dapat terlihat dari Kuta, Sanur, Nusa Dua hingga Tanah Lot. Patung Garuda Wisnu Kencana ini merupakan simbol dari misi penyelamatan lingkungan dan dunia. Patung ini terbuat dari campuran tembaga dan baja seberat 4.000 ton, dengan tinggi 75 meter dan lebar 60 meter. Jika pembangunannya selesai, patung ini akan menjadi patung terbesar di dunia dan mengalahkan Patung Liberty.
Kawasan seluas 250 hektar ini merangkum berbagai kegiatan seni budaya, tempat pertunjukan serta berbagai layanan tata boga. Sebagaimana istana-istana Bali pada jaman dahulu, pengunjung GW K akan menyaksikan kemegahan monumental dan kekhusukan spiritual yang mana kesemuanya disempurnakan dengan sentuhan modern dengan fasilitas dan pelayanan yang tepat guna. Kendatipun anda datang sebagai bagian dari ribuan pengunjung sebuah event kebudayaan ataupun seorang diri untuk menikmati sekedar hidangan ringan dan minuman sembari menyaksikan matahari terbenam, anda akan merasakan keindahan alam dan budaya Bali serta keramah-tamahan penduduknya. Wisnu – Simbol Hindu yang melambangkan kekuatan utama pemelihara alam semesta yang mendominasi kawasan ini. Diwujudkan sebagai patung berukuran raksasa terbuat dari kuningan dan tembaga dengan ketinggian mencapai 22 meter, menjadikan figur ini sebagai perwujudan modern sebuah kebudayaan dan tradisi kuno. Wujud yang menyertainya adalah Garuda – seekor burung besar yang menjadi kendaraan Dewa Wisnu sebagai perlambang kebebasan sekaligus pengabdian tanpa pamrih.
Gapura Batu – beberapa buah pilar batu cadas alami setinggi 25 meter yang berdiri kokoh yang akan ditatah dengan berbagai ornamen yang diambil dari kisah dramatis Ramayana yang menjadi sumber inspirasi seni pertunjukan Bali. Pahatan ukiran latar belakang relief bercorak seni pahat pewayangan (Kayon atau Gunungan) yang sangat khas Bali dan Jawa. Berdekatan dengan patung Dewa Wisnu terdapat Parahyangan Somaka Giri, sebuah mata air keramat darimana mengalir air yang dengan kandungan mineral-mineral utama. Keberadaan air di puncak bukit kapur padas ini memang merupakan sebuah keajaiban dan belum dapat dijelaskan dengan ilmiah, sehingga menjadikannya tempat kunjungan spiritual dan meditasi.
Air tersebut dipercaya dapat menyembuhkan berbagai penyakit dan telah dipergunakan luas dikalangan penduduk setempat dalam upacara memohon hujan guna mendapatkan panen yang baik. Keberadaan Parahyangan Somaka Giri sangat menggugah naluri seseorang dalam mencari pencerahan pikiran, lahir dan batin. Dengan curah hujan yang relatif rendah namun terbuka untuk dapat menikmati hembusan angin tropis, Fasilitas yang dimiliki GWK menjadi sangat ideal. Amphitheatre dengan kapasitas 800 tempat duduk dan tatanan acoustic kelas satu, merupakan tempat yang tak tertandingi untuk pagelaran seni budaya. Lotus Pond yang dikelilingi pilar-pilar batu cadas serta latar belakang patung kepala Burung Garuda menjadikan areal berkapasitas 7500 orang ini sangat dramatis untuk berbagai perhelatan akbar.
Sebagaimana arena upacara desa-desa di Bali, Street Theatre merupakan tempat yang sangat tepat untuk berbagai prosesi, fashion show dan berbagai pertunjukan bergerak. Tempat untuk beramah-tamah yang ideal adalah Plaza Kura-kura, yang memiliki kapasitas sampai 200 orang. Sebagai tambahan, yang terbuka untuk umum, Exhibition Gallery yang memiliki luas 200m2 terdapat 10m2 halaman terbuka di dalamnya.
4.4       Kunjungan ke Atraksi Wisata
Pada pelaksanaan PLP STBA Yapari ABA Bandung peserta juga diajak untuk meyaksikan atraksi wisata yang ada di Bali. Kenjungan atraksi wisata ini menambah lengkapnya kunjungan PLP ke Bali. Kami disuguhi oleh atraksi yang menarik baik dari atraksi tari barong keris, tari kecak dan lain-lain. Sungguh suatu pemandangan atraksi yang memukau dan menarik hati untuk berkunjung kembali ke Bali.
4.4.1    Tari Barong Keris
Pementasan Tari Barong dan Keris di kawasan Batubulan Gianyar Bali. Sebuah pementasan seni budaya Bali yang sangat menarik untuk ditonton. Tarian Barong menggambarkan pertarungan antara kebajikan melawan kebatilan. Barong adalah binatang purbakala melukiskan kebajikan dan Rangda adalah binatang purbakala yang menggambarkan kebatilan. Barong dan kera sedang berada di dalam hutan yang lebat kemudian muncul 3 orang bertopeng yang menggambarkan tiga orang yang sedang membuat tuak di tengah-tengah hutan yang mana anaknya telah dimakan oleh harimau. Ketiga orang itu sangat marah dan menyerang harimau (Barong) itu dan dalam perkelahian ini hidung diantara salah seorang dari tiga orang itu digigit oleh kera tadi.
Dua orang penari muncul dan mereka adalah pengikut-pengikut dari Rangda sedang mencari pengikut Dewi Kunti yang sedang dalam perjalanan untuk menemui Patihnya. Pengikut Dewi Kunti tiba. Salah seorang dari pengikut Rangda berubah rupa menjadi setan semacam Rangda dan memasukan roh jahat kepada pengikut Dewi Kunti yang menyebabkan mereka bisa menjadi marah. Keduanya menemui Patih dan bersama-sama menghadap Dewi Kunti. Munculah Dewi Kunti dan anaknya Sadewa. Dewi Kunti telah berjanji kepada Rangda untuk menyerahkan Sadewa sebagai korban. Sebenarnya Dewi Kunti tidak sampai hati mengorbankan anaknya Sadewa kepada Rangda tetapi setan semacam Rangda memasuki roh jahat kepadanya yang menyebabkan Dewi Kunti bisa menjadi marah dan tetap berniat mengorbankan anaknya kepada Patihnya untuk membuang Sadewa ke dalam hutan dan Patih inipun tidak luput dari kemasukan roh jahat oleh setan itu sehingga sang patih dengan tiada perasaan kemanusiaan menggiring Sadewa ke dalam hutan dan mengikatnya di muka Istana Sang Rangda.
Turunlah Dewa Siwa dan memberikan keabadian hidup kepada Sadewa dan kejadian ini tidak diketahui oleh Rangda. Kemudian datanglah Rangda untuk mengoyak-ngoyak dan membunuh Sadewa tetapi tidak dapat dibunuhnya karena kekebalan yang dianugerahkan oleh Dewa Siwa. Rangda menyerah kepada Sadewa dan memohon untuk diselamatkan agar dengan demikian dia bisa masuk sorga. Permintaan ini dipenuhi oleh Sadewa. Sang Rangda mendapat sorga.
Kalika salah seorang pengikut Rangda menghadap kepada Sadewa untuk diselamatkan juga tetapi ditolak oleh Sadewa. Penolakan ini menimbulkan perkelahian dan Kalika merubah rupa menjadi Babi hutan. Dalam pertarungan antara Sadewa melawan Babi hutan ini Sadewa mendapat kemenangan. Kemudian Kalika (babi hutan) ini berubah menjadi burung tetapi tetap dikalahkan. Dan akhirnya Kalika berubah rupa lagi menjadi Rangda oleh karena saktinya Rangda ini maka Sadewa tidak dapat membunuhnya dan akhirnya Sadewa berubah rupa menjadi Barong, karena sama saktinya maka pertarungan antara Barong melawan Rangda ini tidak ada yang menang dan dengan demikian pertarungan dan perkelahian ini berlangsung terus abadi antara kebajikan melawan kebatilan. Kemudian munculah pengikut pengikut Barong masing-masing dengan kerisnya yang hendak menolong Barong dalam pertarungan melawan Rangda dan mereka ini semuanya tidak berhasil melumpuhkan kesaktian Sang Rangda.
4.2.2    Tari Kecak
Kecak (pelafalan: /’ke.tʃak/, secara kasar “KEH-chahk”, pengejaan alternatif: Ketjak, Ketjack, dan Ketiak), adalah pertunjukan seni khas Bali yang diciptakan pada tahun 1930-an dan dimainkan terutama oleh laki-laki. Tarian ini dipertunjukkan oleh banyak (puluhan atau lebih) penari laki-laki yang duduk berbaris melingkar dan dengan irama tertentu menyerukan “cak” dan mengangkat kedua lengan, menggambarkan kisah Ramayana saat barisan kera membantu Rama melawan Rahwana. Namun demikian, Kecak berasal dari ritual sanghyang, yaitu tradisi tarian yang penarinya akan berada pada kondisi tidak sadar, melakukan komunikasi dengan Tuhan atau roh para leluhur dan kemudian menyampaikan harapan-harapannya kepada masyarakat.
Para penari yang duduk melingkar tersebut mengenakan kain kotak-kotak seperti papan catur melingkari pinggang mereka. Selain para penari itu, ada pula para penari lain yang memerankan tokoh-tokoh Ramayana seperti Rama, Shinta, Rahwana, Hanoman, dan Sugriwa. Lagu tari Kecak diambil dari ritual tarian sanghyang. Selain itu, tidak digunakan alat musik. Hanya digunakan kincringan yang dikenakan pada kaki penari yang memerankan tokoh-tokoh Ramayana. Sekitar tahun 1930-an Wayan Limbak bekerja sama dengan pelukis Jerman Walter Spies menciptakan tari Kecak berdasarkan tradisi Sanghyang dan bagian-bagian kisah Ramayana. Wayan Limbak mempopulerkan tari ini saat berkeliling dunia bersama rombongan penari Bali-nya.
Kecak berasal dari ritual Sanghyang, yaitu tradisi dimana penarinya akan dalam keadaan tidak sadar karena melakukan komunikasi dengan tuhan, atau roh para leluhur yang kemudian menyampaikan harapan-harapannya kepada masyarakat. Pada tari kecak tidak menggunakan alat musik dan hanya menggunakan kincringan yang dikenakan pada kaki para penari yang sedang memerankan tokoh-tokoh Ramayana. Sedangkan para penari yang duduk melingkar mengenakan kain kotak-kotak yang melingkari pinggang mereka. Tari kecak ini di ciptakan pada tahun 1930-an oleh Wayan Limbak dan dengan seorang pelukis Jerman Walter Spies. Tarian ini menjadi populer ketika Wayan Limbak bersama penari Bali-nya tour berkeliling dunia mengenalkan tarian Kecak tersebut. Hingga kini tari kecak menjadi tarian seni khas Bali yang terkenal.
Minat Khusus
BAB V
TATA KELOLA OBJEK WISATA PURA BESAKIH
5.1       Kata Pengantar
Pada minat khusus ini penulis ingin mengangkat mengenai “Tata Kelola Objek Wisata Pura Besakih”, hal ini sesuai dengan yang penulis rasa selama kunjungan atau kegiatan PLP terutama di objek wisata Pura Besakih. Alasan mengangkat tema tata kelola objek wisata pura besakih adalah dalam kunjungan atau selama kunjungan di Pura Besakih dirasakan adanya kekurangan dalam tata kelolanya walaupun menurut informasi dari tourist guide bahwa tata kelola pura besakih dikelola oleh Pemda Kabupaten Karangasem. Namun pada kenyataanya masih ada beberapa hal yang kurang dari pengelolaan objek wisatanya.
Bukan rahasia lagi bahwa Bali merupakan tujuan utama para wisatawan baik itu wisatawan internasional maupun wisatawan lokal. Jika objek pariwisata dapat memberikan pelayanan yang baik dan memuaskan bagi siapa saja yang berkunjung niscaya keberadaan objek wisata tersebut pasti akan ramai dikunjungi. Dalam perkembangan dunia pariwisata terutama di objek wisata Pura Besakih ada beberapa masalah yang penulis angkat dalam minat khusus kali ini yaitu berupa adanya pungutan liar, keberadaan penyakit masyarakat (Pengemis), Perlunya kemitraan dan promosi di Pura Besakih.
5.2       Pungutan Liar
Masalah yang dihadapi atau dirasakan penulis selam kunjungan ke objek wisata pura besakih yaitu adanya Pungli (Pungutan Liar) oleh masyarakat sekitar di pura Besakih hal ini bisa membuat ketidaknyamanan para wisatawan yang berkunjung. Bayangkan saja penduduk sekitar yang memanfaatkan adanya pungutan liar yang menarik biaya Rp. 20.000 (dua puluh ribu rupiah) per orang jika ingin mengunjungi dan berkeliling ke semua area pura besakih jika ada 100 wisatawan berapa jumlah Pungli dalam sehari. Hal ini tentunya tidak dibenarkan, karena sebelumnya para wisatawan sudah membayar tiket masuk atau biaya untuk dapat menikmati keindahan dan keunikan objek wisata pura Besakih ini.
Dengan adanya Pungli (pungutan liar) oleh masyarakat sekitar maka sudah seharusnya Pemda untuk segera mencari solusi dan kebijakan yang dapat menguntungkan semua pihak baik itu pihak Pemda, penduduk setempat serta nantinya para wisatawan yang berkunjung. Memang bukan hal yang mudah dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang dihadapi namun perlu adanya sinergi antara Pemda dengan Penduduk setempat sehingga daerah tersebut dapat berkembang menjadi lebih baik lagi.
5.3       Penyakit Masyarakat (Pengemis)
Mengenai peminta-minta (pengemis anak-anak) ini juga tidak kalah penting untuk segera ditanggulangi agar permasalahan sosialnya bisa teratasi. Dalam hukum yang berlaku di Indonesia jika orang tua atau badan atau seseorang mengeksplolitas anak-anak dibawah umur demi keuntungan pribadi, golongan tertentu dapat dikenai hukuman pidana dan perdata. Oleh karena itu pemberdayaan masyarakat sekitar itu harus segara ditingkatkan dan dikembangkan serta dilaksanakan kebijakan yang baik dan saling menguntungkan satu sama lain. Setelah masalah sosial ini dapat ditanggulangi maka hal ini dapat memicu kenyamanan dan kedatangan para wisatawan yang berkunjung ke Pura Besakih semakin banyak dan maju, dikarenakan banyaknya wisatawan yang data maka secara otomatis perekonomian penduduk sekitar dapat terbantu dengan menjual atau berjualan di wilayah atau area wisata pura Besakih.
Seperti diketahui bahwa masalah pariwisata merupakan warisan budaya yaitu integrasi warisan budaya dan pengelolaan wisata dalam proses yang menghasilkan produk wisata yang diminati /menarik wisatawan sementara juga mengkonservasi nilai warisan budayanya. Peminat wisata warisan budaya antara lain untuk mencari pengalaman/ pengetahuan lokal mengenai sejarah, bahasa, budaya, ekonomi, lingkungan, menghargai perbedaan. Pariwisata yang bersumberkan dari kebudayaan aslinya karena menilai budaya sebagai nilai intrinsic, dapat mencari pengalaman yg lebih otentik dan kebudayaan mampu membina hubungan yang baik dengan atau sesame penduduk local.
Pariwisata bisa menjadi sangat komersial, namun juga memiliki dampak negatif bagi daerah wisata tersebut. Pariwisata seharusnya dapat mengembangkan aset warisan budaya sebagai daya tarik utama dalam kepariwisataannya. Namun ada yang perlu dipahami dalam menggunakan asset warisan budaya sebagai daya tarik wisata yaitu harus mengerti konteks dan memahami setting/ lingkungan (sosio-kultural dan tingkat perkembangan) dari industry pariwisata. Selain itu perlunya memahami karakter tiap aset (‘place & cultural spaces’) sehingga perkembangan dan kemajuan dunia pariwisatanya bisa semakin baik. Mengembangkan kemitraan dan partisipasi masyarakat perlu juga dikembangkan agar masyarakat sekitar dan kemitraanya bisa saling memenuhi dan bekerjasama sehingga bisa menguntungkan. Mengenal stakeholders SDM & finansial, yaitu pengaturan serta pengelolaannya dengan demikian dunia pariwisata bisa dijadikan salah satu hal yang dapat mengangkat perekonomian masyarakat dan daerahnya.
Hal inilah yang seharusnya ditanamkan dalam pengelolaan objek wisata Pura Besakih itu, jika dikelola dengan baik dan terhindar masalah yang berasal dari masyarakat sekitar bisa teratasi. Penertiban ini perlu dilakukan dan diatur labih lanjut lagi agar pengelolaannya bisa semakin maju dan dapat berkembang. Seperti pengamatan penulis selama berkunjung di Pura Besakih hal ini jelas terlihat dan oleh karena itulah penulis tertarik mengangkat tema ini agar bisa bermanfaat bagi khalayak umum dan bisa diimplementasikan di objek wisata lainnya.
5.4       Kemitraan dan Promosi
Dalam pengembangan dunia pariwisata diperlukan kemitraan atau bersinergi dengan instansi atau perusahaan negeri maupun swasta untuk mengembangkan pariwisata didaerah tertentu. Adapun kriteria kemitraan yang efektif yaitu memiliki tipe kepemimpinan dengan kapasitas leadership yang memadai, saling berkompromi, saling menghargai, berkompromi tentang tujuan-tujuan bersama (common agenda) apa saja yang kita sepakat dikerjakan secara bersama. Tujuan bersama inilah yang menjadi titik tolak terbangunnya kesepahaman dan kesepakatan dalam mengebangkan dunia pariwisata, saling pengertian untuk menuju situasi “menang-menang”, situasi yang sinergis, pada semua pihak yang bermitra merasakan kemanfaatan dari kemitraan itu dalam sinergi dibidang pariwisata.
Selain itu ada beberapa prinsip kemitraan mutual trust yaitu kemitraan tidak akan pernah bisa berkembang ketika yang muncul adalah kecurigaan. Sedangkan mutual respect harus bisa ditumbuhkembangkan disemua suasana dan saling menghargai serta kesadaran bahwa hanya dengan bekerjasama dan berkolaborasi inilah akan tercapai tujuan bersama yang telah disepakati. Mutual benefit yaitu kita harus bisa saling menguntungkan disemua sisi dan bidang sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Apabila dalam kemitraan terdapat pihak-pihak yang dirugikan, maka upaya kemitraan tidak efektif dan bisa dikatakan telah gagal.
Pada prosesnya terdapat penghambat kemitraan dalam upaya bersinergi dari persoalan mendasar yaitu belum terbangunnya kemitraan yang efektif antara lain disebabkan oleh rendahnya tingkat kepercayaan kultur birokrasi sering menjadi faktor penghambat lain untuk berkembangnya banyak inisiatif dan inovasi baru termasuk dalam memulai kemitraan dengan para pemangku kepentingan lainnya, struktur organisasi yang kaku, sistem pendanaan dan sistem perencanaan yang tertutup. Hal ini yang perlu diperhatikan sehingga setiap hambatan dalam membangun kemitraan atau bersinergi dapat tumbuh sesuai dengan harapan dan tujuan utama dari semua pihak yang bersangkutan.
Pengembangan tidak berhenti pada membangun kemitraan atau bersinergi namu perlunya pemasaran yang dapat membantu akses wisatawan; memberikan bantuan informasi; memberikan bantuan promosi; mengembangkan jaringan pariwisata; membantu melakukan identifikasi wisatawa serta dapat membantu peningkatan pelayanan dan kenyamanan dalam berkunjung ke objek wisata. Dalam hal ini yang menjadi sorotan utama penulis yaitu objek wisata Pura Besakih yang perlu diperbaiki dan tetap dikembangkan. Dengan semakin majunya teknologi sudah seharusnya membantu dalam memperbaiki atau meningkatkan wisatawan untuk berkunjung ke objek wisata antara lain yaitu Pura Besakih. Inovasi dan penggunaan teknologi dapat membantu promosi dan mengenalkan dunia pariwisata didaerah tertentu yaitu bisa berupa web yang terdapat berbagai objek wisata dan dapat menjadi titik awal bagi wisatawan yang ingin berkunjung.
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
6.1       Simpulan
Pada kunjungan dari kegiatan PLP kali ini kami mendapat berbagai informasi mengenai dunia pariwisata. Hal ini tidak terlepas dari pengalaman yang didapat selama kegiatan PLP berlangsung. Banyak pengalaman yang berguna salah satunya yaitu pengalaman menjadi tourist guide yang tidak hanya bisa menguasai bahasa asing akan tetapi harus bisa mengerti sejarah tempat objek wisata. Selain itu kami mendapatkan pengalaman menarik selama perjalanan dan pelaksanaan PLP kali ini, hal menarik dan penuh keindahan jelas tersaji sepanjang perjalanan dan kunjungan kami di Bali dan Yogyakarta.
Seperti yang kita ketahui bahwa Bali merupakan magnet utama dalam bidang pariwisata Indonesia. Adapun daya tarik dari majunya dunia pariwisata Bali yaitu keindahan serta kekayaan alamnya dan kebudayaannya yang unik sehingga menarik para wisatawan untuk berkunjung ke Bali. Peran pemerintah yang mempromosikan Bali baik ke dunia Internasional maupun ke dalam negeri. Pendapatan utama Bali yaitu berasal dari sektor pariwista sehingga jika dunia pariwisata Bali baik dan maju maka perekonomian Bali pun akan maju juga sedangkan jika dunia pariwisatanya mundur maka tentu saja perekonomiannya pun akan mundur juga. Untuk ke depannya Bali seharusnya tidak harus selalu mengandalkan dari Sektor pariwisata tapi harus dikembangkan juga sektor lainnya sehingga Bali bisa  berdiri bukan hanya dari kepariwisataanya saja tapi juga dari sektor lainnya.
6.2       Saran
6.2.1    Pimpinan DIPARDA dan Musium Perjuangan Rakyat Bali
Pemberdayaan masyarakat dan juga bentuk sinergi itu sangat diperlukan untuk tetap bisa berkembang sehingga bisa semakin maju dari waktu ke waktu. Jika keadaan ekonominya baik maka secara otomatis kemiskinan akan bisa teratasi dengan baik. Perbaikan dan peningkatan mutu dari kualitas pelayanan seperti saran dan prasarana penunjung pariwisata harus tetap digalakkan agar para wisatawan bisa lebih nyaman dan dapat menikmati kunjungannya dengan baik dan sesuai dengan harapan. Pembenahan dan penyelesaian masalah yang ada harus segera diselesaikan dan diatasi dengan baik sehingga tidak terjadi penumpukan masalah yang semakin besar.
6.2.2    Pimpinan STBA YAPARI-ABA Bandung
Program ini harus tetap dipertahankan dan juga harus ditingkatkan lagi baik itu objek wisata yang bervariasi dan tentu saja lebih menarik. Program PLP atau bisa dikatakan sama dengan KKL terutama daerah tujuannya yaitu Bali merupakan ciri khas atau salah satu program yang baik STBA Yapari ABA Bandung. Untuk tujuan objek wisata dan juga daerah tujuan utama misalkan Bali-Yogyakarta untuk pelaksanaan PLP kali ini dan untuk PLP tahun mendatang bisa divariasikan lagi misalnya Bali-Lombok-Semarang, namun bukan yang mudah untuk mewujudkannya dan tentu saja perlu kerjasama pada semua pihak sehingga dari tahun ke tahun pelaksanaan PLP akan semakin baik.
6.2.3    Pelaksana, Ketua LP3M dan Pembimbing
Untuk para pelaksana (panitia PLP), Ketua LP3M dan Pembimbing saya mengucapkan terima kasih atas usah dan jerih payahnya untuk mensukseskan pelaksanaan PLP kali ini serta para pembimbing yang telah memberikan masukan dan pengetahuannya mengenai kepariwisataan yang nantinya sangat berguna bagi kami yang akan berkecimpung di dunia pariwisata. Untuk pelaksanaan PLP mendatang diharapkan bisa tetap berkaca dari pengalaman dan juga kekurangan dari pelaksanaan PLP yang lalu sehingga untuk pelaksanaan PLP yang mendatang akan semakin baik dan menjadi lebih baik lagi dari pelaksaan PLP yang lalu.
6.2.4    Pimpinan Transportasi, Akomodasi, Katering, Daya Tarik dan Atraksi Wisata.
Ada istilah “Pelanggan senang kami pun senang”, hal ini perlu diperhatikan oleh para pimpinan transfortasi, akomodasi, katering, daya tarik dan atraksi wisata dalam memberikan pelayanannya sehingga pelanggan bisa puas atas semua pelayanan yang diberikan. Mengenai objek wisata dan atraksi wisata untuk tetap memberikan kualitas atraksinya dan juga penyajian dari setiap pementasan sehingga bisa membuat para penonton dan para penikmat atraksi puas sehingga bisa membuat wisatawan datang lagi.
Daftar Pustaka
Anak Agung, I Gede. (1991). Bali – Keadaan Sosial. Yayasan Obor : Jakarta
Agung, Wijaya. (2000). Daerah Tujuan Wisata di Indonesia. Gramedia Pustaka : Jakarta.
Candra, Michele. (2005). Pulau Bali, Encyclopedia Bali Sebagai Pulau Dewata. Gramedia Pustaka : Jakarta.
Direktorat Jendral Pariwisata, (1986). Buku Petunjuk Wisata Dalam Negeri. Direktorat Jendral Pajak : Jakarta
Direktorat Jendral Pariwisata, (1993). Indonesia Mengenal Sepuluh Daerah Tujuan Wisata. Direktorat Jendral Pajak : Jakarta
Marbun, Sprachdipl. (1993). Pariwisata Indonesia Selayang Pandang, STBA Yapari – ABA Bandung : Bandung.
Silahkan dibagikan keteman Via


Artikel Terkait :

0 Kommentare on Contoh Penulisan Laporan KKL ( KUnjungan Kerja Lapangan ) / PLP (Praktik Lapangan Pariwisata) :

Silahkan berkomentar yang baik dan Jangan Spam !

Pengikut


Google+